Apa yang Harus Dilakukan Saat Pasanganmu Melakukan Kekerasan Mental

Apa yang Harus Dilakukan Saat Pasanganmu Melakukan Kekerasan Mental
ISTOCK

Kata psikolog ini: "Selalu ingat bahwa kekerasan bukanlah salah korban, tapi salah pelaku."

Jika seseorang mencubit atau memukulmu, kemungkinan akan terlihat bekasnya. Kekerasan fisik tersebut akan membuat kulitmu memerah atau menjadi abu-abu kebiruan atau bahkan luka. Masih ingat 'kan peristiwa heboh yang terjadi terhadap Rihanna dan Chris Brown beberapa tahun yang lalu? Namun, jika seseorang, misalkan saja pasanganmu, melakukan kekerasan secara mental, bisa dibilang akan sulit direkam jejaknya secara kasat mata. Seorang temanmu bisa saja mengeluh bahwa pacarnya sangat kasar secara verbal, tapi kamu sulit percaya karena 'mana buktinya?' 

"Psychological abuse atau emotional abuse, ya?  Kalau dalam bahasa Indonesia berdasarkan UU No. 23 tahun 2004 adalah kekerasan psikis. Artinya, perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan," jelas seorang psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, S. Psi., M. Si.

Tidak hanya terjadi sekali: kita tidak mampu mencerna atau menerima bahwa si A melakukannya karena 'tidak mungkin. Dia kayaknya orangnya baik banget.' Apalagi jika selama ini kita merasa cukup mengenal orang tersebut; sudah bertahun-tahun malah. Sebegitu bisa disamarkankah karakter tersebut?

"Kita bisa melihatnya dari sifat-sifat yang dimilikinya, seperti terlalu pencemburu, mood sangat gampang berubah, kontrol dirinya rendah, maunya malah mengontrol orang lain, cenderung agresif, manipulatif, suka menyalahkan orang lain tapi tidak mau disalahkan,” Anna membeberkan.

Jika mau jujur, berdasarkan tanda-tanda di atas sepertinya semua orang bisa saja melakukan kekerasan mental. Terutama mereka yang terkesan selalu kasar walaupun hanya terlihat di media sosial. "Iya, bisa,” Anna membenarkan.

Akan tetapi, berita baiknya adalah sifat seperti itu bisa berubah. “Salah satu hal yang membuat orang melakukan kekerasan itu sebetulnya karena self-esteem-nya rendah. Lewat psikoterapi, pelaku bisa ditingkatkan self-esteem-nya. Kalau secara hukum, pelaku akan dihukum tergantung dengan kekerasan yang dibuat (jika terbukti melakukannya). Jadi, kesempatan untuk melakukan kekerasan tentunya jadi berkurang atau menghilang. Jangan lupa, si korban juga perlu diberdayakan. Jangan hanya berharap pelakunya tidak lagi melakukannya, tapi korban juga harus tahu bagaimana caranya menghindar atau bahkan menghentikan kekerasan yang dia terima," sarannya. 

Seperti yang disebutkan, pasanganmu bisa menjadi salah satu pelaku kekerasan mental. Jika ini terjadi, Anna menyarankan agar kamu melakukan hal-hal berikut ini: 

  1. Lihat mata pelaku, dan perlihatkan bahwa kita percaya diri saat menghadapi dia. "Semakin kita terlihat lemah, maka pelaku cenderung lebih terpicu melakukan kekerasan."

  2. Katakan dengan tenang, “Stop menghina saya. Perlakukan saya dengan hormat.”

  3. Tentu saja untuk melakukan hal-hal di atas, korban perlu berlatih dulu sendiri atau dengan teman, supaya lebih percaya diri saat melakukannya.

  4. Selalu ingat bahwa kekerasan bukanlah salah korban, tapi salah pelaku.

  5. Cari bantuan, mulailah dengan bercerita kepada orang yang bisa dipercaya.