Gajimu Lebih Besar dari SuamiBagaimana agar Hal Itu Tidak Menjadi Masalah di Pernikahanmu

Gajimu Lebih Besar dari SuamiBagaimana agar Hal Itu Tidak Menjadi Masalah di Pernikahanmu
ISTOCK

Siapa kita? Satu tim. 

Membicarakan duit dengan pasangan itu ah... sudahlah. Ditambah jika penghasilanmu lebih besar dari dia. Oh-oh. Apakah yang harus dilakukan agar dunia aman?

“Saat penghasilan istri lebih besar dari suami, maka suami dan istri disarankan untuk tetap bersikap sebagai satu tim," ujar Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi, Psikolog., seorang dosen dan psikolog klinis dari Universitas Bina Nusantara, Jakarta, dan pendiri Cinta Setara. Maksudnya, "tetap saling menghormati, menghargai dan membantu satu sama lain. Bagi istri, suami butuh merasa dihargai (sama seperti istri butuh merasa dicintai). Jadi, jangan sampai kondisi berpenghasilan tinggi membuat istri menampilkan rasa kecewa atau merendahkan suami. Sementara bagi suami: penghasilan istri yang lebih tinggi bukan berarti menjadi tidak dihormati. Toh, kalian berdua mempunyai tujuan bersama, 'kan?” lanjutnya.

Sudah ya, begitu, ya. Mari pulang—belum.

Pingkan menuturkan kembali, “meski penghasilan istri lebih besar, sebagian penghasilannya juga akan membantu mencapai tujuan bersama (entah itu cicilan rumah, sekolah anak, dan lain sebagainya). Keduanya bisa mengingatkan untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain. Kehidupan sebagai pasangan berpenghasilan ganda rentan terpapar stres (stres kerja, pengasuhan anak, dan lainnya).”

Istilahnya, tanpa kesenjangan penghasilan pun pernikahan itu butuh kerja keras. Jadi, jangan menambah kesulitan dengan mempermasalahkan jumlah gaji bulanan. 

Pingkan berpesan untuk pasangan: "Untuk suami: bantulah istri dalam pekerjaan rumah, sadarilah beban yang istri hadapi di kantor dan di rumah. Dan istri: bantulah pengeluaran keluarga dengan penghasilannya sambil tetap menghargai suami (sebagai kepala keluarga), sadarilah tuntutan sosial yang dihadapi suami. Serta untuk keduanya: akan lebih baik jika suami dan istri mendiskusikan pembagian tugas, baik tugas rumah tangga maupun mengasuh anak, serta mendiskusikan pos-pos finansial, seperti gaji suami untuk kebutuhan sehari-hari dan gaji istri untuk cicilan rumah dan mobil.”

Oh, mundur sebentar: apakah sebaiknya penghasilan sudah dibicarakan sejak saat pacaran? 

“Tentu saja,” jawabnya, tegas. “Sebaiknya dibicarakanlah sebelum menikah. Sebagai calon istri perlu mengungkapkan penghasilan dan rencana karirnya ke calon suami, demikian juga sebaliknya. Jadi, kalau ada tanda calon suami tidak mendukung, maka calon istio bisa memilih mau lanjut atau tidak. Sebaiknya juga pembagian tugas dan finansial mulai disepakati sebelum menikah,” paparnya. 

Pikirkan seperti ini: masalah keuangan/finansial itu bisa seperti bom waktu; bisa terjadi meledak kapan saja jika tidak tahu trigger-nya dimana. Selanjutnya, bagaimana cara membicarakannya? 

Menurut Pingkan, ada beberapa cara membicarakan masalah finansial (perbedaan penghasilan) ini dengan suami:

  1. Hindari asumsi. Seperti, “oh, aku pikir kamu nggak apa-apa.”

  2. Gunakan 'i message'. Contohnya: ‘Aku merasa bingung, karena kamu bilang aku boleh kerja, tapi kayaknya wajahmu kesal saat tahu gajiku lebih tinggi. Aku ingin kita bisa membicarakan soal keuangan ini dengan terbuka. Menurutku masalah gaji dan keuangan penting sekali dibicarakan supaya menghindari salah paham. Aku ingin tahu bagamana pendapatmu mengenai pengaturan keuangan kita berdua.”

  3. Dengarkan pendapat dan uneg-uneg pasangan.

  4. Buatlah kesepakatan bersama soal pengaturan keuangan.

Pernyataan klasik yang sering kali menjadi lelucon: “uang suami adalah uang istri. Namun, uang istri adalah uang istri”. Apakah masih relevan, terutama jika gaji istri lebih berlimpah?