Jika Anakmu Menolak Tidur Tepat Waktu... Biarkan!

Jika Anakmu Menolak Tidur Tepat Waktu... Biarkan!
ISTOCK

Orangtua: "Nggak bisa, dong!"

Setiap hari mungkin seperti ini kondisi di rumah: begitu jam 8 malam teng, terdengar teriakan histeris dan tangisan, "nggak mau!" Adu mulut orang dewasa dan anak kecil, penyebab? "Sudah waktunya tidur! Besok sekolah!" kata orangtua. Adegan ini "dipentaskan" tiap malam dengan waktu pementasan hampir sama, dialog dan plotnya pun minim improvisasi: orangtua ingin anak buru-buru tidur, dan anak menolak mentah-mentah. Meski sebenarnya "tiket" sudah tidak laku, para "penonton" dan "aktor" sudah bosan, tetap saja pementasan ini berulang setiap malam. 

Namun apa jadinya jika seseorang mengatakan kepada ayah/ ibu yang berteriak-teriak itu bahwa memaksa anak untuk tidur tepat waktu bukanlah sesuatu yang pantas menjadi bahan pertengkaran? Begitu konklusi dari ulasan terbaru FiveThirtyEightSuch dalam seri Science Question From a Toddler, seperti yang dilaporkan The Science of Us. Seorang anak bernama Kayla (5 tahun) bertanya kenapa anak harus tidur padahal di luar masih terang, dan Maggie Koerth-Baker, seorang penulis sains, mengakui bahwa sebenarnya waktu tidur tidak lebih dari sebuah konstruksi sosial. Tidak lebih tidak kurang. 

"Penelitian pada anak-anak di Amerika mengatakan bahwa 'perlawanan waktu tidur' ini—saling adu argumen—merupakan sesuatu yang umum dan meningkat sesuai dengan usia anak," tulisnya. "Anak-anak butuh tidur, biasanya lebih membutuhkannya dibandingkan orang dewasa, terlebih saat mereka masih sangat muda. Namun ada banyak variabilitas tentang apa yang dikategorikan sehat." Contohnya, seorang balita bisa membutuhkan tidur dari 9 sampai 16 jam sehari, menurut rekomendasi sleepfoundation.org

"Apa yang dianggap pola tidur normal dan sehat bisa berubah-ubah pada individu, dan anak-anak lebih bervariasi daripada orang tua," kata Oskar Jenni, seorang peneliti di Child Development Center di University Children's Hospital Zurich di Switzerland. "Fakta tersebut terkadang bertentangan dengan konsepsi bahwa waktu tidur merupakan sebuah keputusan berdasarkan budaya sosial, setidaknya pada bagian ekspektasi orangtua tentang berapa lama anak harus tidur."

Jadi jika setiap malam "drama sebelum tidur itu" terjadi, bisa jadi itu merupakan tanda bahwa mereka sama sekali tidak capek (dan memang menyebalkan jika harus berbaring dengan mata melotot selama berjam-jam). Sebuah studi selama puluhan tahun di Switzerland menemukan bahwa perlawanan seperti ini berkurang di negara tersebut ketika orangtua mengubah jam tidur lebih lama. Kesimpulan mereka: (setidaknya) di Switzerland, menidurkan anak lebih lama sama dengan menciptakan suasana lebih damai dan mengurangi rasa frustrasi semua orang.