Jika Si Kecil Masih Sering Mengompol, Sebaiknya Lakukan Ini

Jika Si Kecil Masih Sering Mengompol, Sebaiknya Lakukan Ini
ISTOCK

Ketahui juga: kapan mengompol di celana menjadi tidak wajar.

Ini bisa jadi bukan salah satu subjek pembicaraan favorit para orangtua: fakta bahwa si kecil kesayangannya masih sering mengompol di celana. Terutama jika anak sudah berumur lebih dari tiga tahun. Namun apakah kebiasaan ini merupakan sesuatu yang tidak wajar?

“Mengompol adalah hal yang umum terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Seiring dengan perkembangannya, kemandirian anak kemudian bisa diberikan toilet training,” kata Anastasia Satryo M. Psi., Psikolog., seorang psikolog anak yang juga co-founder dari TigaGenerasi dan dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya.

Menurut Webmd setelah usia 5 tahun, 15 % anak masih akan mengompol dan ketika anak mencapai usia 10 tahun, 95% sudah dapat tidur tanpa mengalami kejadian ini. 

Namun, menurut Anastasia, mengompol bisa menjadi berbahaya jika masih terjadi di atas usia 6 tahun. Pada periode ini biasanya, seorang anak sudah mulai lebih aktif bersosialisasi dengan teman-teman dan mengenal lingkungannya. Nah, ketika anak mulai menyadari dirinya masih mengompol sementara teman-temannya sudah tidak mengompol, kemungkinan besar dia akan malu, tidak percaya diri dan takut. “Misalnya, dia diajak untuk menginap di rumah temannya, anak yang masih mengompol biasanya jadi takut dan bingung, serta khawatir kalau temannya mengetahui bahwa ia masih mengompol,” ujar Anastasia.

“Mengompol bisa menjadi berbahaya," lanjutnya, “jika secara medis ditemukan masalah pada saluran urethra atau air kencing anak. Tapi secara psikologis juga bisa berbahaya, karena dapat mengganggu kepercayaan diri anak dan kemampuan anak untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Kemudian, mengompol juga berbahaya jika muncul kembali setelah beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun absen."

Tenang, tarik nafas—dan dengarkan lagi. “Biasanya situasi ini mengindikasikan adanya peristiwa penekanan secara emosi dan psikologis, bahkan traumatik yang menyebabkan anak mengalami kemunduran tahap perkembangan atau regresi,” jawabnya.

Jadi, sebenarnya, di umur berapa si anak seharusnya berhenti mengompol?

“Idealnya di usia 2 sampai 4 tahun, ya. Terutama saat anak sudah bisa berkomunikasi dan berbicara, anak dilatih untuk melakukan toilet training. Idealnya lagi pada usia 5 tahun, 85% dari keseharian anak sudah tidak mengompol. Jika sampai di atas 7 tahun masih sering mengompol maka perlu memeriksakan anak ke dokter anak atau psikolog,” jelas Anastasia.

Kalau boleh tahu, apakah faktor pemicunya? "Secara psikologis, perilaku mengompol bisa terjadi karena indikasi atau ciri-ciri adanya stress psikologis pada anak. Misalnya, menghadapi situasi sekolah atau tempat tinggal baru, perpisahan orangtua, kehadiran adik, mengalami bullying, atau menjadi korban kekerasan dari orang terdekat. Pengalaman yang tidak mengenakkan yang terjadi pada anak akan membuatnya mengalami kecemasan maupun trauma; ini juga bisa menjadi faktor pemicunya,” jelasnya.

Oke, yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah akan mempengaruhinya sampai dewasa?

“Iya! Apalagi jika tidak ditangani, kebiasaan mengompol akan berlanjut ke masa remaja hingga dewasa. Secara biologis, perilaku mengompol memiliki faktor turunan maupun terkait dengan penyakit, seperti gangguan pada urethra dan diabetes,” ujarnya. “Pengaruhnya, rasa percaya diri anak akan rendah. Anak jadi memiliki gambaran diri atau self image yang buruk tentang dirinya. Menjadi minder dan menarik diri dari pergaulan. Di kalangan teman sebaya, anak juga bisa menjadi korban bullying. Orangtua pun akan merasa malu dan semakin menuntut dan menekan anak untuk tidak mengompol, atau memarahi anak jika mengompol. Kondisi ini akan membuat anak tertekan," paparnya. 

Untuk mengatasi situasi ini, Anastasia menyarankan agar orangtua berperan aktif, misalnya dengan menerapkan beberapa cara berikut ini:

  1. Mencari tahu apa penyebab anak sering mengompol. "Apakah ini faktor biologis, psikologi atau gabungan keduanya."

  2. Ajak anak bicara dari hati ke hati. "Atau berdialog secara terbuka untuk menggali apakah ada peristiwa atau pengalaman yang menekan anak yang terjadi akhir-akhir ini, sehingga membuat perilaku mengompol itu kembali muncul."

  3. Ajak anak untuk ke kamar kecil sebelum tidur.