Mengapa Kita Sulit Mengucapkan Terima Kasih

Mengapa Kita Sulit Mengucapkan Terima Kasih
ISTOCK

Kepada pasangan, teman, keluarga, dan orang asing.

Seseorang menahan pintu untukmu (yep, kamu tidak minta dan yep, perempuan yang membukanya), tapi alih-alih mengucapkan "terima kasih", kamu ngelonyor ala model iklan sampo. Mengapa sulit sekali mengucapkan dua kata tersebut—kepada orang asing dan orang terdekat? Padahal (sepertinya kita semua setuju), dua morfem itu penting.

“Mengucapkan terima kasih kepada orang lain, jika dilakukan dengan tulus merupakan ekspresi rasa syukur seseorang atas hal baik yang terjadi di kehidupan, yang merupakan pemberian dari pihak lain (orang lain, pasangan, keluarga, Tuhan). Hal ini penting bagi individu yang mengucapkan dan yang menerima ucapan terima kasih tersebut," ujar Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi, Psikolog., seorang dosen dan psikolog klinis dari Universitas Bina Nusantara, Jakarta, dan pendiri Cinta Setara. Selain itu, “rasa bersyukur dan ungkapan terima kasih yang tulus ini berkaitan erat dengan kebahagiaan, kebermaknaan hidup seseorang, bahkan turut mendukung kesehatan fisik seseorang,” tambahnya.

Memang tidak ada keharusan, atau hitam di atas putih bahwa terima kasih harus disampaikan baik verbal atau melalui email. Namun, coba pertimbangkan apa yang disampaikan Pingkan ini, yakni "efek dari ucapan terima kasih."

  1. Ketika kita bisa bersyukur dan mengungkapkan terima kasih, artinya kita mampu melihat aspek positif dalam kehidupan. "Aspek positif dalam kehidupan ini turut membentuk cara pikir yang positif dan membuat seseorang cenderung merasa puas dan bahagia dengan hidupnya."

  2. Ungkapan terima kasih yang diucapkan (bukan yang disimpan dalam hati saja) ke orang terdekat (pasangan, sahabat) akan membawa dampak positif dalam hubungan. "Pertama, orang terdekat kita jadi tahu bahwa kita menghargainya. Kedua, dia jadi tahu apa yang kita sukai, sehingga menjadi 'petunjuk' baginya. Suatu saat kalau dia ingin menyenangkan hati kita, dia tahu apa yang kita sukai. Akibatnya, hubungan menjadi tambah erat."

  3. Rasa bersyukur dan mengucapkan terima kasih mendorong kedua belah pihak untuk kembali berbuat kebaikan. Bentuk kebaikan ini dapat berkaitan dengan kebahagiaan dan kesehatan seseorang. Istilahnya, pay it forward

Jika terima kasih adalah salah satu hal yang baik, bahkan ketika diucapkan melalui email (penelitian ini membuktikannya), mengapa kita sering lupa, atau rasanya lidah kelu, mengucapkannya?

Ada banyak kemungkinannya, kata Pingkan. Antara lain:

  • Kemungkinan ia menganggap bahwa hal yang diterima itu adalah hal yang “sudah seharusnya” ia terima atau sebagai hasil kerjanya sendiri. "Sehingga ia kurang merasa bersyukur dan kurang merasa perlu mengucapkan terima kasih ke orang lain (atau pun kepada Tuhan)."

  • Kemungkinan kedua, ia merasa bersyukur tapi masih bingung mengungkapkan rasa terima kasih ke orang lain. "Entah ada hambatan komunikasi, atau mungkin situasi hubungan sedang tegang, sehingga membuatnya bingung untuk bersikap," tegas Pingkan. 

Namun, “dalam konteks hubungan romantis, jika kita jarang mengucapkan terima kasih, maka pasangan kita bisa merasa kurang dihargai. Akibatnya dari merasa kurang dihargai, dia bisa merasa tidak dipedulikan. Akibatnya lagi, dia merasa tidak disayang dan merasa jauh dari kita. Hal ini dapat membuat hubungan merenggang,” ujar Pingkan.

Ah, begitu hebatnya kekuatan "terima kasih." 

Namun, tidak semua ucapan terima kasih sederajat. “Ucapan terima kasih sebaiknya diucapkan dengan tulus. Tidak perlu berpura-pura berterima kasih untuk hal yang sebetulnya tidak kita sukai, carilah hal yang kita hargai dan ucapkan terima kasih. Contohnya: pasangan kita membuatkan nasi goreng untuk sarapan, tapi terlalu asin dan tidak suka. Kita bisa berkata jujur: ‘meskipun nasi goreng buatanmu keasinan, aku sangat menghargai perhatian kamu, membuatkanku sarapan, terima kasih ya, sayang’,” tuturnya memberi contoh. 

Adakah cara mengucapkan rasa terima kasih yang benar?

Cara mengucapkan terima kasih dengan benar, menurut Pingkan adalah, “pertama, ucapkan dengan tulus, tidak usah dibuat-buat. Fokus pada perilaku yang kita hargai, fokus pada hal kecil yang terjadi sehari-hari, yang kita sukai dari pasangan. Coba ingat-ingat, sifat atau perilaku apa yang kita sukai dari dia saat pertama kali ‘naksir.'"

HALAMAN
12