Slow-Fashion: Definisi dan Bagaimana Mengaplikasikannya Sekarang Juga

Slow-Fashion: Definisi dan Bagaimana Mengaplikasikannya Sekarang Juga
ISTOCK

Lebih sedikit, lebih baik.

Seandainya kamu belum tahu ada gerakan di dunia mode yang semakin gencar beberapa tahun belakangan: slow -ashion. Antidot dari fast-fashion. Jika fast-fashion adalah begitu muncul dari pekan mode langsung diciptakan ulang dan dipasarkan oleh perusahaan dengan kualitas yang lebih rendah dan harga yang lebih murah, maka slow-fashion adalah sebuah gerakan yang mendukung pembuatan dan penciptaan serta pembelian garmen berdasarkan kualitas dan daya tahannya. Jadi dengan kata lain, ketika kamu secara sadar memilih untuk membeli barang lebih sedikit dan lebih selektif, dengan memperhatikan unsur etis dan lingkungan hidupnya—bukan berdasarkan tren, maka kamu bisa dikatakan sedang menjadi bagian dari pergerakan slow-fashion ini. Oh, transaksi ekonomi juga biasanya transparan, artinya para pembeli tahu dari mana asal pakaian tersebut, dan seringkali barang-barang adalah hasil tangan dari seniman. 

Mungkin terdengar aneh, karena pada dasarnya definisi mode berkaitan erat dengan inovasi, forward-thinking, dan fast-moving. A.K.A. tren musim panas, dingin, gugur, dan semi. Festival mode di Milan, London, Paris, New York, Jakarta, dsb. Sementara slow-fashion, yah.... kebalikannya: sengaja dan berpikir bahwa semakin sedikit semakin bagus. Belum lagi, merek-merek besar high street fashion seperti Uniqlo, H&M, Zara, Forever21 adalah pendukung fast-fashion, kekuatan mereka terlalu besar dan terlalu raksasa. Tidak heran banyak yang pesimis jika gerakan ini bisa menarik perhatian dan diadopsi oleh banyak orang. 

Namun, dengarkan, ini mungkin bisa jadi bahan pertimbanganmu untuk mulai memikirkan dan merenungkan dan lebih optimis akan gerakan slow-fashion: industri mode adalah "juara" kedua industri yang paling banyak menyumbang polusi—hanya dikalahkan oleh minyak sebagai industri yang merusak lingkungan paling parah. Penyebab utamanya: para konsumernya membeli begitu banyak pakaian dengan harga yang sangat murah. Begini kaitannya: pabrik tekstil membutuhkan air dalam jumlah besar, lalu air bekas produksi yang mengandung senyawa-senyawa kontaminan seperti pemutih, asam, tinta, dan pewarna pakaian tersebut dibuang ke berbagai saluran air. Yikes. Yep. Fakta lain yang harus kamu tahu: fast-fashion juga memiliki dampak negatif bagi manusia, dengan pekerjanya yang kebanyakan berada di negara berkembang (Bangladesh, India, Indonesia) terkadang dibayar dengan gaji sangat minim dalam lingkungan kerja yang tidak aman. Kita akan selalu mengingat peristiwa ambruknya pabrik baju di Bangladesh pada tahun 2013 yang membunuh lebih dari 1000 pekerja dan melukai lebih dari 2400 orang. Jadi, dengan slow fashion, berarti mendorong agar produksi pakaian lebih lamat, upah yang lebih adil, merendahkan jejak karbon, dan (mimpinya) zero waste

Untungnya: alternatif lain tersedia. Pastinya, prinsipnya adalah membeli lebih sedikit, memilih kualitas dan yang diproduksi secara etis dibandingkan, kuantitas, termasuk menomorduakan tren. Untuk lebih praktisnya, berikut beberapa hal yang bisa kamu lakukan:

1. Kurangi konsumsi dengan membeli baju di thrift shop, atau second-hand shop. Ini adalah salah satu cara paling mudah—dan juga membuatmu lebih berhemat. Caranya: selain berguna untuk mencari gosip terbaru, manfaatkan media sosial untuk mencari thrift shop di sekitarmu. Dan perhatikan jika selebriti atau teman mana yang mengadakan garage sale, kunjungi. Oh, ini juga berlaku untuk mereka yang sering menjadi donatur atau pengada garage sale, karena jika kamu hanya mendonasi tapi tidak melakukan slow-fashion... dampaknya tidak maksimal.

2. Perpanjang umur pakaianmu dengan memperbaikinya. Jangan buru-buru membuang kemeja atau celanamu, siapa tahu sebenarnya hanya membutuhkan sedikit perbaikan. Jika tidak begitu mahir menjahit (hanya bisa menjahit kancing), berarti kamu membutuhkan bantuan tukang jahit. Ini mungkin tidak akan menyelamatkan satu dunia, tapi yang pasti bisa menginspirasi dua atau tiga orang dan akhirnya menyebar ke seluruh follower di Instagrammu. 

3. Beli produk dari merek lokal yang bertanggung jawab. Artinya, ketika memproduksi baju tersebut, para produsen memikirkan efeknya terhadap lingkungan hidup dan memperhatikan kesejahteraan pekerjanya. 

4. Hindari material yang menggunakan petroleum dan bahan-bahan kimia. Tidak hanya di mana dan bagaimana dibuat, jka memungkinkan hindari membeli baju yang terbuat dari bahan-bahan petroleum sintetis seperti polyester dan nilon, yang adalah plastik dan membutuhkan "selamanya" untuk bisa luruh. Setiap kali dicuci, bahan tersebut akan mengeluarkan ribuan microfibre yang akhirnya mengotori sungai dan lautan. Pilih: katun organik, linen bambu, hemp, linen, sutra dan wol.