Tolong: Si Mantan Menghubungi dan... Ingin Kembali Menjadi Pacar!

Tolong: Si Mantan Menghubungi dan... Ingin Kembali Menjadi Pacar!
ISTOCK

Apakah langsung diterima, ditolak—atau digantung saja?

Oleh karena kita bukanlah Dua Lipa, sepertinya si mantan yang tiba-tiba menelepon dan minta jadi pacar lagi... pasti bukan karena mendengarkan lagu kita. Iya 'kan? Seandainya saja kita bisa membalasnya dengan "IDGAF" dengan enteng sambil mengibaskan tangan dan poni, tapi, hah... pada kenyataannya perasaan berbicara lain. Seandainya saja ada yang bisa memberikan pencerahan. 

Tenang, tarik nafas, keluarkan. Oh, jangan terlalu panjang dan terlalu banyak karena katanya kamu akan membuang terlalu banyak karbon dioksida dan menghirup terlalu banyak oksigen—hasilnya, seperti mau sesak nafas. Apa? Oh iya, kita sedang membicarakan tentang kembali berhubungan cinta dengan pasangan lama, bukan tentang cara bernafas yang benar. Oke.

Menurut Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi, Psikolog., seorang dosen dan psikolog klinis dari Departemen Psikologi Universitas Bina Nusantara, Jakarta dan pendiri cintasetara, sebelum kamu mengikuti perasaanmu, ada beberapa pertanyaan yang sebaiknya diajukan kepada diri sendiri—dan jawablah dengan jujur. Berikut pertanyaan-pertanyaannya: 

  1. Apa yang membuat saya memutuskan dia dulu? Sesuatu yang fundamental atau kebiasaan yang bisa diubah? (Contohnya, putus karena pasangan cuek dan sibuk dengan pekerjaannya.)
  2. Bagaimana kondisi saya di saat itu? Bagaimana kondisi saya sekarang? (Contohnya, dulu saya belum bekerja dan tidak punya kesibukan sehingga cenderung clingy. Sekarang, saya sudah bekerja, bisa mandiri.)

  3. Bagaimana kondisi dia sekarang? Apa kondisi yang membuat kami putus sudah berubah? (Contohnya, mantan tetap cuek dan sibuk dengan pekerjaannya.)

  4. Apakah kondisi saya yang sekarang sudah berubah? (Contohnya, dulu saya tidak tahan dengan orang yang cuek. Sekarang saya lebih nyaman dengan diri sendiri, sehingga tidak masalah pacaran dengan orang yang cuek.)

“Pertanyaan-pertanyaan di atas akan membuat kamu berpikir lagi sebelum mengambil keputusan, tentunya,” ujarnya. “Hal ini menghindarkan kamu dari ‘mengulangi kesalahan yang sama’. Jika tidak ada perubahan pada diri kamu dan dia, maka tidak ada gunanya untuk kembali bersama/balikan. Misalnya, putus karena beda agama, sekarang ingin balikan tapi tetap tidak ada yang mau pindah agama. Akan tetapi jika kamu melihat bahwa kamu dan dia sudah bertumbuh bersama dan kondisi yang membuat kamu putus sudah berubah, maka bisa saja dicoba untuk kembali. Tentunya dengan kesadaran penuh mengenai apa yang kamu berdua inginkan dari hubungan yang baru ini,” Pingkan mengingatkan.

Mempertimbangkan, menimbangkan, akhirnya kalian berdua memutuskan untuk mengubah status menjadi: in relationship with... (nama masing-masing). Eh, eh, belum memasuki first anniversary, prolematika yang sama, persis, dan tidak ada bedanya muncul ke permukaan. Lagi. Maju atau mundur, nih?

“Hal ini tergantung dari kondisi kamu dan pasangan, serta permasalahan yang muncul seperti apa,” jawab Pingkan. Eh? “Jika permasalahan yang muncul terkait kondisi yang fundamental (contohnya, perbedaan keyakinan) dan krusial untuk kesejahteraan hubungan (seperti kekerasan dalam pacaran/berselingkuh) maka sebaiknya, kamu pikirkan untuk mengakhiri hubungan itu lagi. Toh, sudah mencoba dan hasilnya bukan seperti yang diharapkan," ujarnya. Akan tetapi, “jika permasalahan yang muncul merupakan perbedaan kebiasaan, maka hal ini bisa dinegosiasikan terlebih dahulu,” jelasnya.

Intinya sih, sebenarnya seperti kata Dua Lipa: New Rules. Jika dulu aturannya: dilarang berkomentar dalam bentuk apa pun, sekarang: harus ada komunikasi dua arah yang jujur.