6 Fakta Baru Turun-Naik Berat Badan yang Wajib Kamu Tahu

6 Fakta Baru Turun-Naik Berat Badan yang Wajib Kamu Tahu

Cheating days ternyata ada gunanya.

Semua orang tahu bahwa perkara mengurangi berat badan merupakan sesuatu yang sulit dan rumitnya seperti saat berusaha menahan kantuk jam tiga sore di kantor. Tidak heran, para peneliti tidak berhenti bekerja untuk menemukan kunci sukses mengurangi lemak-lemak tidak berguna di dalam tubuh manusia. Baru-baru ini beberapa penelitian dipublikasikan dan memberikan perspektif baru tentang cara apa yang lebih efektif dan yang "tidak menghasilan perbedaan apapun." saat bertekad dan menjalani diet tertentu. Berikut di antaranya: 

1. Perbedaan Kalori yang Terbakar Tidak Jauh Berbeda Ketika "Cukup Rajin" dengan yang "Super Rajin Berolahraga"

Awal tahun ini, setelah menganalisa level aktivitas harian dan pengeluaran energi dari lebih 300 orang, sebuah penelitian menyimpulkan bahwa mengubah gaya hidup dari yang tidak aktif sama sekali ke aktif moderat (olahraga hanya beberapa kali dalam seminggu dan naik tangga saat mungkin) bisa membakar kira-kira 200 kalori per hari. Namun, mengganti pola olahraga dari moderat ke super aktif sama sekali tidak mengubah jumlah kalori harian yang terbakar. Hal ini bisa jadi disebabkan karena tubuh kita mengkompensasinya dengan menghabiskan energi lebih sedikit untuk fungsi-fungsi esensial seperti fungsi imun dan perbaikan sel, ungkap salah satu peneliti utama penelitian tersebut, Herman Pontzer, PhD. Alih-alih terlalu terpaku dengan angka kalori, Pontzer menyarankan untuk "berolahraga demi sehat dan awasi pola makan untuk menjaga berat badan."

2. Diet Tinggi Serat Tidak Selalu Mengurangi Berat Badan. Keberadaan Bakteri Usus juga Berperan Besar

Sebuah penelitian baru dari Department of Nutrition, Exercise and Sports di University of Copenhagen menganalisa 62 partisipan yang memiliki lingkar pinggang yang lebar. Selama 26 minggu partisipan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan dua jenis diet yang berbeda: New Nordic Diet (sayuran hijau, beri, gandum utuh—lebih berserat) atau Average Danish Diet (daging tak berlemak, telur, selada, kopi dan tanpa gandum). Dan usai periode itu, semua peserta mengadopsi New Nordic Diet selama setahun. Grup mereka dibedakan berdasarkan berapa banyak jumlah dua jenis bakteri yang berbeda—Prevotella dan Bacteroides—di dalam usus. 

Hasilnya: partisipan yang yang memiliki rasio Prevotella lebih tinggi dari Bacteroides dan mengikuti New Nordic Diet mengalami penurunan berat badan lebih signifikan daripada yang melakukan pola diet yang sama dan memiliki rasio rendah Prevotella. Ini artinya, diet berserat tidak selalu berhasil tanpa keberadaan spesies bakteri tertentu di dalam perut. Penelitian ini juga ingin menegaskan bahwa nutrisi seharusnya bersifat personal—seseorang mungkin berhasil melakukan sebuah diet, tapi tidak berarti pola itu akan sukses jika dicoba orang lain. Para peneliti menyarankan untuk mengunjungi dokter untuk mencari tahu rasio bakterimu dan memilih diet yang sesuai dengan hal tersebut. Berita bagusnya, ketidakseimbangan bakteri ini bukan sesuatu yang saklek, tapi bisa diubah dengan pola makan. 

3. "Cheating Days" Bisa Jadi Kunci Sukses Berat Badan Turun 

Sebuah studi dari University of Tasmania meneliti 51 laki-laki yang mengalami obesitas dan membagi mereka dalam dua grup: pelaku diet berkesinambungan dan yang berjeda. Keduanya sama-sama mengonsumsi hanya 2/3 kalori yang dibutuhkan; perbedaannya grup kedua "beristirahat" setiap dua minggu (penelitian berlangsung selama 16 minggu). Dan hasilnya, grup yang mengambil jeda, berat dan lemak badannya berkurang lebih banyak dibandingkan mereka yang non-stop. Tidak hanya itu, penurunan berat badan mereka lebih terjaga, dengan rata-rata 8 kg berkurang enam bulan berikutnya.

Peneliti utama Nuala Byrne mengatakan bahwa melakukan jeda seperti ini membantu tubuh untuk memerangi thermogenesis adaptive, sebuah proses yang terjadi saat kita kelaparan dan level hormon leptin (hormon yang mengatur level energi ketika lapar) rendah tubuh akan berusaha menyimpan lebih banyak kalori sebagai bentuk pertahanan diri. Penelitian ini menyarankan untuk melakukan jeda selama dua minggu saat melakukan sebuah diet.

4. Sarapan Porsi Besar Dapat Membantu Mengurangi Berat Badan

Lebih dari 50.000 orang berusia 30 ke atas dari Amerika Serikat dan Kanada berpartisipasi dalam sebuah penelitian yang berlangsung selama tujuh tahun oleh Loma Linda University, California. 

Dari studi tersebut disimpulkan bahwa dengan tidak melewatkan sarapan, dan menikmatinya dalam porsi besar, bisa mengurangi Body Mass Index (BMI). (Bukan berarti BMI merupakan metode pengukuran berat badan dan kesehatan yang paling ideal.) Penurunan angkanya cukup signifikan dibandingkan dengan mereka yang memilih makan besar saat siang hari. Penelitian ini berargumen bahwa dengan mengonsumsi sarapan dalam jumlah besar, kemungkinan seseorang untuk ngemil di antara jam makan siang dan malam, akan berkurang.

5. Rasa Lapar Mengalahkan Banyak Hal

Para peneliti dari sebuah studi yang baru dipublikasikan menggunakan sebuah teknik untuk mengaktifkan saraf-saraf lapar pada tikus percobaan. Ini untuk melihat apa yang akan diputuskan oleh hewan-hewan kecil tersebut saat sedang kelaparan. Apakah mereka melupakan rasa haus untuk mendapatkan makanan? Apakah akan lebih memilih makanan daripada sosialiasi, padahal mereka sangat suka bersosialisasi? Dan terakhir, apakah akan memasuki daerah yang memiliki bau badan musuh hanya demi sesuap nasi? Jawabannya: yep, untuk ketiga pertanyaan tersebut. Artinya, saat lapar mereka nyaris tidak peduli apapun—bahkan pada monster.

Sama seperti tikus, manusia juga merupakan mahluk sosial dan memiliki sistem neuron yang sama dengan mereka, sehingga bisa dipastikan kita juga akan bereaksi sama saat kelaparan. Hikmahnya adalah dengarkan tubuh saat mengeluarkan signal kelaparan untuk memastikan asupan tubuh lebih stabil, hindari melewatkan jam makan agar bisa mengendalikan hasrat ngemil yang bisa menaikkan berat badan. 

6. Berganti Fokus pada Hal Kecil Bisa Berdampak Besar

Para peneliti di Baylor University mengukur pengendalian diri para partisipan dan kemudian meminta mereka untuk mendaftarkan aturan makan yang berusaha ditaati saat diat dan makanan yang harus dihindari serta apa yang harus dikonsumsi. 

Mereka menemukan bahwa para partisipan yang memiliki kepercayaan diri tinggi melakukan diet dengan pendekatan yang berbeda. Kelompok tersebut lebih mementingkan makanan sehat yang harus dimakan, daripada yang harus dihindari. Terlebih, saat ditanyakan makanan apa yang harus dijauhi selama melakukan diet sehat, mereka tidak menuliskan makanan favorit—hanya jenis makanan yang perlu dikurangi tanpa membuat mereka menderita. Hal ini berbeda dengan orang-orang dengan kepercayaan diri rendah, yang cenderung menuliskan makanan paling favorit mereka sebagai sesuatu yang harus, wajib dihindari. Ini artinya, bahkan meskipun rasa percaya dirimu kurang tinggi, tapi dengan lebih fokus kepada makanan sehat daripada menghindari makanan favorit, dengan sendirinya pilihanmu akan lebih bijak.