Misteri Hidup Saat Ini: Kenapa Saya Susah Berlibur, Sementara Teman Sebelah Melancong Terus

Kenapa Saya Susah Berlibur, Teman Sebelah Travelling Terus
Misteri Hidup Saat Ini: Kenapa Saya Susah Berlibur, Sementara Teman Sebelah Melancong Terus

Mereka seakan-akan punya pesawat pribadi dan unlimited credit card. Apa rahasia mereka ya?

Kita seringkali mendengar kalimat ini: "Kamu harus liburan karena itu penting." Lalu diikuti dengan: "Liburan itu baik untuk kesehatan, membuka cakrawala, (blablabla, yadda yadda yadda, jangkrik berbunyi, krik-krik)." Atau, "liburan bisa membuat berat badan berkurang lho—yah, asal dibarengi olahraga saat liburan." Ya elaaah. 

Kampanye "ayo liburan" itu memotivasi, tapi di saat yang bersamaan bisa membuat tertekan. Pasalnya, banyak yang sudah berusaha menyisihkan duit setiap bulan, tapi entah kenapa ambisi liburan bersama seluruh keluarga/ teman, hanya berakhir sebagai resolusi setiap tahun! Dan semakin membuat frustasi adalah: media sosial milik tetangga dan teman sebelah, selalu dipenuhi dengan foto-foto cantik (pura-puranya candid) di tempat-tempat eksotis, latar belakang matahari terbenam, lapisan salju, atau ditemani patung lilin Brad Pitt, Mickey Mouse, Olaf atau Little Pony.

Ugh. Argh. Hah. Apa yang salah sebenarnya dengan diri kita? Apakah kita sebegitu tidak bertangggung jawab, teledornya dalam masalah duit dan menyisihkannya untuk agenda liburan? 

"Setiap orang memiliki arti liburan yang berbeda. Menginap di hotel berbintang di dalam kota merupakan liburan yang paling menyenangkan bagi beberapa orang, tapi untuk yang lain, bisa liburan berarti harus bepergian ke tempat yang belum pernah didatangi sebelumnya," ujar Floura Lesmana dari Jouska Financial. "Kita tidak perlu mengikuti tren liburan yang sedang berkembang, cukup kenali diri dan ketahui karateristik liburan bagaimana yang mampu melepaskan tekanan dan stres kita," ujarnya. 

Kalau boleh tahu, darimana sebenarnya dana liburan ini berasal? Beberapa orang sepertinya memiliki kantung ajaib Doraeman dan bisa berlibur kapanpun nafsu timbul. Apakah sah mengambilnya dari tabungan?

"Banyak orang merasa tidak bijak jika mengambil dana berlibur dari dana tabungan, padahal sebenarnya hal ini boleh saja dilakukan," tukas Floura. Pastinya, ditambahi dengan tanda *–baca: syarat dan ketentuan berlaku.

1. Pertama-tama, pastikan kita sudah menyisihkan sebagian dana untuk investasi dan dana darurat. "Dua hal ini perlu diprioritaskan karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu, ada baiknya memproteksi diri dengan mempersiapkannya sedini mungkin.

2. Lalu, hitung berapa total penghasilan tahunan dan total pengeluaran tahunan. "Pastikan ada selisih positif dari pengurangan kedua variabel ini," Floura mengingatkan. Jika pengeluaran tahunan kita lebih besar dari jumlah pendapatan tahunan, lakukan perbaikan manajemen keuangan terlebih dahulu. Nah, jika pendapatan tahunan lebih besar, dan dana investasi serta dana darurat sudah kita miliki, maka selisihnya dapat dengan bijak kita gunakan sebagai dana liburan.

Ada kemungkinan bahwa setelah susah payah hitung-menghitung (yang sama sekali bukan keahlian apalagi aktivitas favoritmu), akhirnya disimpulkan: pengeluaran lebih besar daripada pendapatan tahunan. Selamat tinggal mimpi liburan! Eits, tidak perlu langsung merobek-robek kertas coretanmu tadi, karena ada solusi dan pilihan berikutnya: perkenalkan, kartu kredit. 

"Bukan pilihan yang paling baik, tapi bukan berarti tidak boleh dilakukan," kata Floura. Memiliki dan memilih kartu kredit untuk mewujudkan mimpimu ber-selfie dengan komodo, bukan berarti proses matematis dilewati (makanya, jangan robek kertas hitunganmu tadi). Lakukan kedua langkah seperti di atas. Perhitungkan seberapa besar dana yang dapat kita tanggung setiap bulan atau tahunnya untuk liburan, lalu biasakan untuk selalu melunasi tagihan sebelum jatuh tempo.

"Jangan sepenuhnya mengandalkan kartu kredit apalagi KTA sebagai sumber dana liburan," Floura mengingatkan. Mengapa? Karena pepatah what happens in Lombok, stays in Lombok, tidak berlaku untuk cicilan kartu kredit. Tagihannya harus tetap dibayar bahkan ketika tinta tato non-permanen di lehermu itu tinggal bercak-bercak noda hitam yang tidak jelas bentuknya. "Liburan juga jadi tidak senikmat seharusnya. Jangan sampai kita lalai, bablas, dan ada cap 'liburan tapi ngutang.'"

Di atas kertas, mimpi semua orang adalah bisa mengalokasikan dana liburan dari pendapatan. Namun, seperti kata Floura hal ini sukar terwujud bagi banyak orang karena "setiap orang memiliki tanggung jawab yang berbeda." Misalnya, "bayangkan jika seorang pakar ekonomi mengatakan bahwa 40% dari total pendapatan boleh digunakan sebagai dana liburan. Bagi A yang memiliki gaji 10 juta per bulan dengan 0 tanggungan pasti sangat mudah dan menyenangkan, tapi bagi B yang memiliki gaji yang sama dan memiliki 3 tanggungan, hal ini pasti sangat berat dan menyiksa. Daripada sibuk mencari berapa persentase yang tepat, lebih baik kita kenali dulu kondisi keuangan dan tanggungan kita. Lagi-lagi, jangan lupakan dana investasi dan dana darurat," Floura mengingatkan. 

Dana investasi. Sekali lagi, diulang: ingat dana investasi. Pasalnya, jika menolak menderita pusing karena kartu kredit atau bersenang-senang dahulu baru bersakit-sakit kemudian, profit dari investasi tersebut bisa dijadikan sumber dana liburan.

Jika semua penjelasan di atas masih membuatmu pesimis dan sepertinya cita-cita liburan bagaikan merindukan mendapatkan hadiah undian BMW dari supermarket, Floura mengemukakan bahwa salah satu cara sederhana yang dapat membantumu menyediakan dana untuk liburan adalah dengan melakukan mapping. "Artinya, kenali prioritas, lalu petakan dana-dana apa saja yang kita butuhkan setiap bulan dan tahunnya, misalnya dana pendidikan anak, biaya asuransi, cicilan KPR, dan sebagainya. Dengan melakukan mapping, kita akan mengetahui berapa selisih dana yang masih tersisa dengan lebih mudah dan akurat," paparnya. 

Memetakan dan membuat prioritas—mungkin akan membuat liburan berada di posisi kedua paling akhir (yang terbontot: cita-cita membeli gaun Versace seperti yang dipakaiJennifer Lawrence), tapi Floura menyarankan agar kita tidak meremehkannya, melainkan harus tetap diperhitungkan.