Anakmu Memang Nakalatau Sebenarnya Hanya Bertingkah Sesuai Umur?

Anakmu Memang Nakalatau Sebenarnya Hanya Bertingkah Sesuai Umur?
ISTOCK

Dan... kenapa kita sebaiknya berhenti menggunakan label 'nakal'.

Si kecil nakal atau sebenarnya, hm... begitulah tingkah laku anak seumuran X pada umumnya? 

“Istilah nakal sendiri sebenarnya sangat dihindari untuk digunakan. Apalagi sampe memberikan label kepada anak," Lita Patricia Lunanta, M. Psi, Psikolog., seorang psikolog anak dari Klinik Pelangi Cibubur dan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul Jakarta, mengoreksi. "Padahal nakal itu bisa berupa banyak hal dan dalam banyak bentuk," lanjutnya. Contohnya, “anak yang suka iseng dengan teman, kita juga menyebutnya dengan nakal. Anak yang suka mencuri, kita sebut nakal. Atau, anak yang menyakiti binatang, kita juga sebut nakal. Kalau saya pribadi menghindari penggunaan kata nakal, sebab definisi nakal itu sangat kontekstual dan tergantung di mana ia berada,” sambungnya.

Menurutnya ada beberapa budaya yang berbeda mendefinisikan nakal. Misalnya, di budaya tertentu anak disemangati untuk berlari, memanjat dan lainnya. Sementara, di budaya lain, anak yang suka berlari-lari dan memanjat bisa disebut sebagai anak yang nakal. “Nakal itu lebih tepat didefinisikan sebagai perilaku tidak menuruti orangtua, karena definisi nakal bisa berbeda-beda untuk setiap keluarga,” paparnya.

Meskipun demikian, Lita sangat menyarankan kepada orangtua untuk tidak menyebut anaknya sebagai anak nakal. Misalnya saat anak melempar mainan, hindarilah untuk menyebut, “nakal banget sih kamu, bisa tenang nggak sih”, tapi “lebih baik komentar diberikan sesuai perilakunya saja. Seperti dalam hal melempar barang, orangtua dapat memberitahu untuk ‘main pelan-pelan ya, letakkan mainannya dengan hati-hati.'" Sedangkan, kalimat larangan seperti ‘jangan lempar-lempar’, "kurang disarankan karena memberi ide kepada anak untuk melempar, karena mendengar kata lempar disebutkan, tapi kalimat tersebut lebih baik daripada ujaran ‘jangan nakal’ atau ‘kamu nakal.'" 

Polemik nakal tidak hanya sebatas itu. Ada beberapa hal yang dilabeli 'nakal' oleh orangtua yang padahal sebenarnya merupakan salah satu bagian dari perkembangan anak yang normal. “Untuk anak yang tidak bisa diam, misalnya. Ada baiknya diperhatikan lebih dahulu usia anak tersebut. Untuk usia eksplorasi, perilaku tidak bisa diam justru adalah hal yang menunjukkan kecerdasaan anak dan bahwa anak sedang belajar dengan mengeksplorasi lingkungannya,” ungkap Lita.

Jadi, anak bukan nakal, tapi sedang mengeksplorasi. Bagi para orangtua, Lita menyebutkan beberapa hal yang terlihat sebagai 'kenakalan', tapi sebenarnya sama sekali tidak adil jika diberi kategori tersebut. Antara lain: 

  1. Ketidakmampuan anak mengendalikan impuls yang dimiliki. "Jadi, anak bertindak tanpa berpikir. Hal ini wajar pada anak usia pra-sekolah dan sering nampak pada anak yang memilki kesulitan dalam mengendalikan impuls atau cinderung hiperaktif."

  2. Anak merasa overstimulasi. Misalnya, situasi terlalu ramai atau terlalu ribut, bisa memicu anak untuk berperilaku di luar kendali mereka sendiri.

  3. Perhatikan apakah anak merasa lelah, lapar, atau mengantuk. "Ketika anak masih kecil, mereka belum tentu dapat mengenali kondisi fisik mereka sendiri dan muncullah perilaku 'nakal' tersebut." 

  4. Anak tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya. Contohnya, ia melempar barang karena marah. "Hal ini berkaitan dengan pertanyaan selanjutnya. Ajarkan anak untuk menggunakan kata-kata untuk berekspresi. Awalnya, orangtua dapat membantu dengan menerjemahkan perilaku mereka menjadi kata-kata. Seperti, saat mereka teriak-teriak, orangtua dapat bertanya: 'Apa kamu marah? Bilang ke mama, 'aku marah', tidak perlu teriak-teriak."

  5. Berkaitan dengan perkembangan anak, orangtua disarankan untuk mempelajari perkembangan anak secara umum dan perilaku mana yang masih normal menurut usia anak tersebut. Misalnya daripada orangtua sibuk melarang anak lari-lari ketika memang kebutuhan usianya adalah untuk berlari-lari, lebih baik ambil waktu untuk keluar rumah dan berikan kebebasan di tempat yang memang cocok untuk berlari (lapangan atau taman) dan ajarkan bahwa dalam rumah bukan tempat untuk berlari. "Hanya melarang anak berlari-lari tanpa memberikan solusi bagi mereka untuk menyalurkan energi adalah bentuk pengabaian kepada kebutuhan anak."

  6. Terkadang, anak yang berusaha mandiri memunculkan perilaku melawan orangtua. Jika memahami hal ini, orangtua dapat berdiskusi dengan anak sejauh mana dia boleh mengambil keputusan sendiri dan dalam hal-hal apa saja.

  7. Refleksi dari perilaku dan perasaan orangtua. Terkadang juga, perilaku anak adalah cerminan dari perilaku dan mood orangtua saat itu. Orangtua juga dapat memeriksa diri sendiri ketika melihat anak tidak dapat diatur. "Apakah orangtua juga sedang mengalami tekanan tertentu atau sedang menghadapi deadline sehingga cenderung tegang secara emosional. Kadang-kadang, cukup orangtua menenangkan diri, anak pun akan ikut tenang juga dengan sendirinya."

  8. Anak tidak menuruti peraturan juga bisa karena tidak adanya peraturan di rumah atau terdapat peraturan namun tidak konsisten dan berubah-ubah. Pastikan anak tahu apa yang orangtua harapkan dari dirinya dan berikan batasan yang tidak berubah-ubah.

Mungkin ini bisa membantumu dalam mengasuh anak: collaborative parenting.