Apa yang Terjadi Saat Anak Berbagi Tempat Tidur dengan Orangtua?

Apa yang Terjadi Saat Anak Berbagi Tempat Tidur dengan Orangtua?
ISTOCK

Ada banyak alasan anak berbagi tempat tidur dengan orangtua mereka. Namun, apa dampaknya bagi anak dan orangtua?

Menurut Psikolog anak dan remaja Reneta Kristiani, M.Psi dari Klinik Pelangi, kebiasaan ini memiliki dampak yang perlu sangat diperhatikan oleh orangtua. 

Sebenarnya, apakah kebiasaan ini ada asal-usulnya?

Semua bersumber dari budaya. Budaya masyarakat Indonesia sendiri cenderung kolektif dan komunal, jadi sudah mendarah daging untuk mempertahankan setiap anggota keluarga dalam kondisi atau jarak yang dekat. Untuk keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah, memang ada kesulitan untuk membuat anak tidur terpisah, karena keterbatasan tempat yang mereka miliki.

Alasan-alasan yang muncul di keluarga atau orangtua modern sekarang adalah orangtua yang bekerja sulit untuk mendapatkan quality time dengan anak karena kesibukan dan pekerjaan. Jadi orangtua cenderung tidak keberatan jika anak tidur bersama, karena menambah waktu yang mereka habiskan dengan anak.

Apa dampak negatif jika kebiasaan ini diteruskan?

Dampak negatifnya adalah anak dapat menjadi sangat tergantung pada orangtua dan kurang mandiri. Anak merasa kurang aman bila orangtua tidak tidur di sisinya. Hal ini akan membuat anak merasa kehilangan saat misalnya, orangtua harus dinas keluar kota. Anak dapat menjadi gelisah dan tidak dapat tidur karena orangtua yang biasa menemaninya tidak ada.

Selain itu, orangtua juga akan kehilangan privasi, terutama saat akan melakukan hubungan intim. Dalam beberapa kasus, ada anak yang melihat orangtuanya yang sedang berhubungan intim. Hal ini tentunya akan membuat anak bingung apa yang dilakukan orangtuanya. Kejadian ini akan terekam dalam pikiran anak dan dapat menciptakan skema negatif mengenai konsep seksualitas. Beberapa anak menganggap orangtuanya saling menyakiti sehingga ia pun menjadi takut untuk melakukan hubungan intim saat dewasa kelak. Oleh sebab itu, orangtua perlu segera menjelaskan ke anak dengan bahasa yang mudah dipahami anak. Pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi juga perlu mulai diperkenalkan ke anak sedini mungkin. Mulailah dengan mengenalkan organ tubuh pribadi laki-laki dan perempuan serta pentingnya menjaga kebersihan organ tubuh pribadi tersebut. Namun seringkali orangtua masih tabu akan hal ini. Seringkali yang terjadi saat anak melihat hubungan intim orangtua, orangtua bingung harus bagaimana hingga akhirnya malah memarahi anak dan menyuruh anak lekas tidur lagi tanpa memberikan penjelasan kepada anak. Akibatnya dalam kebingungannya, anak pun berusaha mencari jawaban sendiri dengan bertanya kepada teman atau mencari tahu di internet yang belum tentu benar sumbernya.  

Konsep privasi ini tidak hanya penting bagi orangtua, tetapi juga bagi anak. Penting untuk membangun pengenalan akan konsep privasi kepada anak, karena ketika anak beranjak remaja, privasi akan menjadi suatu hal yang penting untuknya. Kamar harus menjadi area privasi tempat anak bisa mencurahkan kreativitas dan pemikiran, dan poin ini menjadi hal yang krusial di usia menjelang remaja. Anak harus mempunyai rasa kepemilikan terhadap kamarnya sendiri, supaya terbentuk keinginan untuk merawat apa yang menjadi miliknya. Pada hakikatnya, membiasakan anak untuk tidur sendiri bertujuan untuk membuatnya mandiri dan bisa bertanggung jawab akan dirinya sendiri dan kepemilikannya. Untuk kakak-adik yang berbeda jenis kelamin juga sebaiknya tidur terpisah di kamar masing-masing. Apalagi bila mereka sudah beranjak remaja.

Umur berapa sebaiknya anak tidur terpisah dari orangtua?

Sebaiknya, anak di usia 2-5 tahun sudah mulai dilatih untuk tidur terpisah dengan orangtuanya. Namun seringkali orangtua belum tega dan baru mulai melatih anak tidur sendiri saat masuk SD, usia 6 tahun ke atas.

Jika sudah terbiasa tidur bersama, bagaimana solusinya?

Memang, kita sering menemukan kondisi saat anak usia 5-12 tahun masih tidur bersama orangtua, dengan berbagai alasan. Apapun itu, butuh kesiapan dari kedua belah pihak baik anak dan orangtua jika ingin membiasakan anak untuk tidur di kamar sendiri. Ada proses yang membutuhkan kreativitas dan kesabaran orangtua.

Lakukan dalam bentuk tahapan-tahapan. Contohnya, anak dipersiapkan untuk tidur dengan menggosok gigi terlebih dahulu serta cuci kaki dan tangan serta memakai baju tidur. Saat akan tidur, anak bisa ditemani terlebih dahulu, didongengkan cerita, lalu setelah anak tertidur, orangtua bisa kembali ke kamar. Kondisikan supaya anak merasa memiliki kamar tidurnya sendiri -jadi mulai libatkanlah anak dalam setiap proses dekorasi dan pemilihan barang untuk kamarnya. Lighting juga sangat membantu, berikan lampu penerangan yang temaram di kamar anak agar teduh sehingga anak merasa rileks. Alunan musik yang lembut seperti musik instrumental juga dapat membuat anak mudah mengantuk dan akhirnya tertidur. Usahakan untuk tidak menyertakan gadget, seperti TV dan tablet atau smartphone di dalam kamar anak, karena adanya screen time dapat membuat anak aktif dan tergoda untuk menonton TV atau bermain games sehingga mengganggu waktu tidur yang sudah direncanakan. Ciptakan ritual-ritual seperti ini untuk membentuk kebiasaan anak tidur di kamarnya sendiri.

Untuk keluarga yang memang memiliki keterbatasan tempat sehingga tidak dapat menyediakan kamar terpisah untuk anak, orangtua perlu mulai memperkenalkan pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi sejak dini; mengajarkan anak-anak untuk saling menghargai tubuhnya masing-masing, serta tetap berikan batasan privasi mana yang boleh dilakukan bersama, mana yang tidak. Misalnya kakak dan adik yang berbeda jenis kelamin tidak boleh tidur sambil berpelukan, melainkan dibatasi oleh guling atau bantal.

Orangtua pun perlu sangat hati-hati saat akan melakukan hubungan intim. Carilah waktu yang tepat dan lakukan dengan tenang. Bila anak tiba-tiba terbangun dan melihat hubungan intim tersebut, segera beri penjelasan bahwa ini adalah wujud kasih sayang ayah kepada ibu dan begitu sebaliknya. Namun hubungan intim ini hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang telah menikah. Pasalnya melalui hubungan intim inilah, ibu dapat hamil hingga akhirnya melahirkan bayi. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan darimana asalnya bayi, dan seterusnya. Orangtua juga dapat menggunakan buku-buku cerita tentang reproduksi sebagai alat bantu agar anak lebih memahami proses reproduksi sehingga anak memiliki konsep tentang seksualitas yang lebih positif.