Apakah Anakmu Seorang Pembully?

Love
WOOP.ID

Bagaimana orangtua mengenali tanda dan menolong mereka. 

Dari sekian banyak ketakutan yang dirasakan oleh orangtua—apakah naik kelas, dapat nilai bagus, dll—satu hal yang sering sulit dikatakan tapi selalu menjadi kekhawatiran di pikiran bagian terdalam: apakah anak akan menjadi korban bully? Dikucilkan? Didorong, dikasari atau diejek-ejek? Tidak ada orangtua yang berharap anaknya mengalami hal tersebut. Namun, ada satu pemikiran lagi yang lebih menakutkan: bagaimana jika ternyata anakmu yang melakukan bully? Bagaimana jika anak perempuanmu adalah Regina George si super mean girl dalam Mean Girls atau anak laki-lakimu adalah salah satu anggota geng yang tingkah lakunya nyaris tidak masuk akal dalam After Lucía (WOOP sangat merekomendasikan orangtua untuk menonton film Meksiko dari tahun 2012 ini). 

Oleh karena itu WOOP bertanya kepada Fathimatuzzahroh Rahmah Agustin, seorang psikolog klinis anak dan remaja. Terutama tentang bagaimana orangtua dan keluarga sebagai pihak yang hidup hampir 24/7 dengan anak bisa mengenali apakah anak tersebut "berbakat" atau sudah menjadi seorang pem-bully dan bagaimana menolong mereka tanpa menghakimi. 

WOOP: Mungkinkah mendeteksi dari rumah apakah seorang adalah seorang bully atau berbakat menjadi seorang bully? Adakah umur/ periode masa dalam hidup dimana para orangtua bisa ekstra hati-hati dalam mendeteksi gejala ini?

Fathimatuzzahroh: Seorang anak dapat dilihat untuk memiliki kecenderungan mem-bully sudah dapat dilihat pada usia bermain (3-6 tahun). Karena pada usia tersebut anak sudah dapat memunculkan/menunjukkan rasa inisiatif pada diri sendiri atau lingkungannya. Namun yang perlu digarisbawahi disini adalah tetap tidak menghakimi atau memberikan label buruk kepada anak. Karena apapun yang ada pada dirinya masih harus ditelusuri terlebih dahulu dan masih dapat berkembang lebih baik lagi.

Apa tanda-tanda yang bisa diperhatikan oleh orangtua mengenali gejala tersebut? Sikap atau tingkah laku yang bisa dijadikan lampu kuning bahwa ada sesuatu yang harus dilakukan. 

Ada beberapa hal yang bisa membantu. Ini beberapa di antaranya:

  • Anak bersikap agresif, terutama pada mereka yang lebih muda usianya atau lebih kecil atau mereka yang tidak berdaya (binatang, tanaman, mainan).
  • Anak tidak menampilkan emosi negatifnya pada orang yang lebih tua atau lebih besar badannya atau lebih berkuasa, tetapi terlihat anak sebenarnya memiliki perasaan tidak senang. Ketiga, sesekali anak bersikap agresif yang berbeda ketika bersama orangtua. 
  • Melakukan tindakan agresif yang berbeda ketika tidak bersama orangtua (diketahui dari laporan guru, pengasuh, atau teman-teman). 
  • Ada laporan dari guru atau pengasuh atau teman-temannya bahwa anak melakukan tindakan agresif pada mereka yang lebih lemah atau tidak berdaya.

Pepatah mengatakan, buah tak jatuh jauh dari pohonnya, dikaitkan dengan hal tersebut, seberapa besar peran orangtua dalam "melahirkan", "menumbuhkan", "memotivisasi" dan "mengembangkan" sikap, tabiat, pola pikir, dan tingkah laku agresif seperti itu?

Pengaruh pola asuh dan sikap orangtua kepada anaknya atau di depan anaknya sangat kuat. Orangtua mewariskan genetik (faktor nature) kepada anaknya dan besarnya pengaruh lingkungan rumah (faktor nurture) pada awal pertumbuhan serta perkembangan anak. Interaksi orangtua ataupun lingkungan dengan anak yang sangat intensif dapat membentuk pola berpikir dan sikap anak.

Adanya stimulus dan respon yang ditangkap oleh indera anak akan sangat mudah “direkam” dan dicontoh oleh anak. Mengingat perkembangan otak anak yang masih berkembang pesat, anak akan dengan mudah mengingat hal-hal yang dipelajarinya dari lingkungan. Namun faktor genetik dapat “dihentikan” dengan faktor lingkungan yang lebih dominan dan pembelajaran yang dialami oleh anak selama masa hidupnya. 

Ada ucapan, "Ah, mereka hanya anak-anak. Tidak tahu apa yang dilakukan." Apakah perkataan ini berlaku bagi seorang anak yang mem-bully?

Dalam hal ini, tidak hanya untuk perkembangan menjadi anak yang mudah mem-bully. Namun dalam berbagai sikap yang ditunjukkan oleh anak. Anak masih membutuhkan arahan dari orangtuanya. Beberapa hal yang dapat memotivasi seseorang untuk melakukan pem-bully-an adalah karena iseng, tidak adanya pencegahan atau pemberitahuan dari lingkungannya bahwa hal yang dilakukannya tersebut tidak tepat. Apabila tidak ada tindakan pencegahan atau pemberitahuan maka anak seolah-olah mendapatkan penguatan pada perilaku negatifnya tersebut.

Jika sepertinya orangtua dan keluarga serta kebiasaan di rumah, baik-baik saja, tapi anak tetap mem-bully, apa yang sebenarnya terjadi?

Itu berarti kita harus melihat dulu penyebab anak melakukan bully. Faktor-faktornya bisa bermacam-macam. 

  • Faktor keluarga

Anak yang melihat orangtuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif. Kemudian berdasarkan pengalaman tersebut mereka akan cenderung lebih dulu menyerang orang lain sebelum diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.

  • Faktor sekolah

Karena pihak sekolah yang mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.    

  • Faktor kelompok sebaya

Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah terkadang terdorong untuk melakukan bullying. Terkadang beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut. Selain itu, ada juga kecenderungan anak yang ingin menunjukkan power kepada temannya karena membutuhkan pengakuan dari lingkungannya.

  • Faktor balas dendam

Adanya faktor balas dendam karena anak tersebut tidak pernah mendapatkan perlakuan yang sama ataupun peluapan emosi anak yang tidak tersalurkan karena adanya tekanan.

Apa yang bisa dilakukan oleh orangtua untuk mencegah anak menjadi pem-bully? Dan jika sudah "terlanjur", apa solusi terbaik?

Orangtua bisa mencegahnya. Beberapa caranya adalah:

1. Orangtua dapat memberikan contoh untuk tidak melakukan kekerasan baik verbal, non-verbal maupun cyber. Orangtua dapat mengembangkan kebiasaan saling menyayangi dan membantu anak untuk memahami berbagai kondisi yang ada di luar. 

2. Orangtua dapat membicarakan atau memberikan pengetahuan kepada anak sejak dini mengenai bullying sesuai dengan usia anak. Seperti untuk usia 3-6 tahun, orangtua mengajarkan kasih sayang kepada sesama manusia atau binatang; pada usia sekolah anak diberikan pengetahuan mengenai bullying itu sendiri, penyebab, dan dampaknya.

3. Menjaga komunikasi konsultatif dengan anak. Orangtua tidak langsung memberikan penghakiman kepada anak ketika mereka bercerita, tapi bersedia mendengarkan semua keluhannya. Hal tersebut dilakukan agar anak bisa lebih terbuka dengan orangtua sehingga bisa memantau interaksi anak dengan lingkungan pertemanan atau sekitarnya. 

4. Mendorong anak untuk melakukan hal-hal positif atau hal yang disukainya. Hal ini dapat membantu anak untuk menyalurkan energi atau emosinya, serta dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka.

Sementara, jika anak ternyata sudah memperlihatkan tanda-tanda agresif, yang harus diperbaiki adalah seluruh tatanan dalam keluarga, apabila bullying tersebut “bersumber” dari keluarga. Orangtua bisa memulai komunikasi yang intensif dengan anak, dan membantu mencari cara agar anak memiliki penyaluran emosi konstruktif (bisa dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang positif atau kesukaannya). Orangtua pun bisa menghubungi tenaga ahli untuk anak agar mendapatkan bantuan/intervensi yang intensif.