Bagaimana Jika Kamu Ingin Punya Anak (Lagi), tapi Pasangan 'Nanti Dulu'

Bagaimana Jika Kamu Ingin Punya Anak (Lagi), tapi Pasangan Nanti Dulu
ISTOCK

Ada apa dengan dia?

Setelah akhirnya berhasil menyelenggarakan pesta pernikahan yang meriah dan dihadiri ribuan undangan (sejujurnya hampir setengahnya bahkan tidak kita kenal), apa tahap berikutnya? Bulan madu? Punya rumah? Lalu? Sebagian besar pasangan akan mulai merencanakan untuk memiliki anak (dan sebagian lagi menunda). Namun, apa yang terjadi jika kamu ingin segera (ASAP) mendapatkan momongan (misalnya karena merasa jam biologis yang irama tik-tok-tik-tok-nya semakin melambat), tapi pasangan tercintamu membalasnya dengan, "nanti dulu, ya? Tiga tahun lagi, ya," dengan nada dan tatapan serius. "What the? Tega dan berani sekali! Kamu pikir kamu siapa?" "Aku suamimu." Alhasil, sering terjadi sesi pemanasan ringan ala Conor McGregorvs Floyd Mayweather. 

"Seharusnya pembicaraan mengenai hal-hal mendasar terutama tentang anak dibicarakan sebelum memutuskan untuk menikah,” Dwita Priyanti, M.Psi, Psikolog, menengahi. 

Psikolog anak dan keluarga dari Rumah Dandelion dan Raqqi Consulting menuturkan untuk sebaiknya mencari tahu alasan kenapa pasangan kita lebih memilih untuk menunda daripada langsung merencanakan untuk memiliki anak. Beberapa di antaranya adalah:

1. Finansial

"Pepatah yang mengatakan 'setiap anak memiliki rezeki sendiri' itu benar, tapi sebagai calon orangtua tentunya harus berfikir mengenai rencana keuangan ketika akan memiliki atau menambah anggota baru di rumah," katanya. Tidak hanya untuk sehari-hari tapi juga biaya masa depan, seperti sekolah dan lainnya. "Jangan terburu-buru menilai negatif pasangan dan dengarkan rencananya terkait memiliki anak dan finansial. Kamu dapat bersama-sama mencari solusi untuk kekhawatirannya sehingga lebih siap dan percaya diri secara finansial, ketika ingin memiliki atau menambah anak."

2. Belum Siap secara Psikologis

"Menjadi orangtua bukanlah hal yang mudah, bukan juga hal yang sulit. Intinya seseorang harus menghadapi tanggung jawab baru," ujar Dwita. Menurutnya, bisa jadi pasangan memiliki kekhawatiran tertentu ketika menjadi orangtua, atau belum siap menambah anggota keluarga baru, karena masih harus beradaptasi dengan tanggung jawab memiliki satu anak. "Bertukar pikiran dengan pasangan lain yang sudah memiliki anak dapat membantu kamu dan pasangan memiliki perspektif baru. Atau mungkin, pasangan memiliki trauma tertentu sehingga mempengaruhi kesiapannya menjadi orangtua. Jika hal ini terjadi, kamu dan pasangan bisa datang ke psikolog untuk mengatasi hal tersebut."

3. Masih Butuh Waktu Adaptasi

Dunia pernikahan adalah hal yang baru buat kamu dan pasangan. Saling berbagi kebiasaan baru, mengenal sisi baru dari pasangan, dan menghadapi tanggung jawab adalah hal yang harus benar-benar dipelajari. "Jadi wajar saja jika pasangan ingin menunda untuk memiliki anak."

4. Masih Ingin Menikmati Hidup Berdua

"Bisa jadi pasangan masih ingin menikmati waktu berdua denganmu. Kemungkinan dia belum mau membagi perhatiannya dengan hal-hal lainnya."

Jika itu adalah alasan-alasan yang dimiliki pasanganmu, rasanya masuk akal dan tidak konyol. Itu artinya, ada jalan keluar dan hal-hal yang bisa dilakukan. "Coba cara-cara ini," kata Dwita. 

1. Jangan panik dan buru-buru cemas, pasangan pasti memiliki alasan tertentu untuk menunda memiliki buah hati.

2. Pahami perspektif pasangan. Sediakan waktu khusus untuk membicarakan hal ini. Pilih waktu terbaik saat kamu dan pasangan merasa santai, baik secara emosi maupun fisik. Bisa dilakukan di rumah maupun di tempat lainnya, yang membuat kalian berduanyaman. "Ingat, lakukan prinsip komunikasi efektif dalam pembicaraan ini, yakni kamu melakukan proses mendengarkan aktif, pahami hal-hal yang dikemukakan pasangan dan jangan terburu-buru memberikan argumen," wanti-wanti Dwita. Tujuan pembicaraan ini adalah untuk mengerti perspektif pasangan (mulai dari alasan, kecemasan maupun kekhawatiran pasangan untuk memiliki buah hati) dan carilah win-win solution dari situasi ini.

3. Susun rencana bersama dalam memiliki buah hati. Setelah memahami alasan pasangan, lakukan pengambilan keputusan bersama-sama mengenai waktu yang tepat untuk memiliki anak. "Untuk menjadi orang tua, kamu dan pasangan harus menjadi tim. Dan ketika hanya keinginan satu pihak yang terwakili, maka pondasi tim sebagai orangtua menjadi tidak kuat."