Bagaimana Mendorong Ayah Menghabiskan Waktu Bersama Anak

Bagaimana Mendorong Ayah Menghabiskan Waktu Bersama Anak
ISTOCK

Para ibu–dan ayah: baca ini baik-baik.

Pertanyaan serius: seberapa banyak anakmu menghabiskan waktu dengan ayahnya? Atau sebaliknya, sesering apa suamimu menemani si kecil mengerjakan pekerjaan ruman? Pandangan yang sebaiknya mengalami transformasi di tahun 2018: anak tidak harus selalu dengan ibu—ayah pun harus mengambil bagian misalnya, memandikan atau mengganti baju anak. Namun, seperti banyak hal di dunia ini, teori memang lebih gampang dihapalkan daripada direalisasikan. Namun, bukan berarti tidak mungkin 'kan, ya?" 

“Ada beberapa alasan, kenapa ayahnya tidak mau menghabiskan atau sekadar bermain dengan anaknya. Biasanya, ayah atau suami kita merasa bahwa peran pengasuhan hanya pada ibu, sehingga ayah/suami beranggapan tidak perlu merasa terlibat," kata Tia Rahmania, M. Psi., Psikolog, seorang Psikolog Anak dan dosen psikologi di Universitas Paramadina.

Alasan yang lain, menurutnya adalah karena ayah atau suami merasa lelah dengan kesibukannya di kantor. Pekerjaan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan finansial menyita semua tenaga ayah atau suami sehingga saat di rumah secara fisik sudah lelah dan lebih memilih untuk memulihkan tenaganya.

Tia melanjutkan, “Personality ayah atau suami juga bisa menjadi salah satu hal kenapa ia tidak bisa dekat dengan anaknya. Seorang ayah yang kaku dalam berinteraksi dengan individu yang lebih muda menjadikan ia tidak tahu bagaimana harus bersikap atau berinteraksi dengan anak-anak. Interaksi dengan anak berbeda dengan saat kita berinteraksi dengan orang dewasa sehingga apabila seorang ayah memiliki kepribadian yang kaku atau kurang fleksibel, berpotensi untuk tidak luwes dalam berinteraksi dengan anak-anak. Kemudian, prioritas juga menjadi alasan berikutnya. Maksudnya, seorang suami atau ayah yang menjadikan keluarga sebagai prioritas kesekian akan lebih mengutamakan hal lain dibandingkan dengan menghabiskan waktu bersama anak-anaknya.”

Lantas, adakah hal negatif yang terjadi kepada anak, ketika ia tidak sering bersama ayahnya?

“Pastinya, ada dong!” jawab Tia. “Hubungan yang terjalin antara anak dan ayah akan jauh. Anak menjadi tidak memiliki rasa percaya pada sosok ayahnya, karena ketidakdekatan. Kemudian, yang paling bahaya adalah saat anak perempuan sudah beranjak remaja, mereka akan sulit untuk mengidentifikasi pemilihan teman laki-laki yang tepat, karena tidak adanya arahan atau contoh langsung dari ayah yang adalah seorang laki-laki. Yang terakhir, komunikasi yang kurang menjadikan sulitnya terbentuk hubungan yang harmonis antara ayah dan anak.”

Meski terdengar sangat kompleks dan rumit, Tia tetap optimis dan percaya bahwa ayah dan anak bisa akrab dan dekat. 

“Kamu sebagai ibu dan istri harus pintar-pintar menyisihkan waktu ayah dan anak dalam seminggu (biasanya akhir pekan) untuk jalan-jalan keluar rumah atau melakukan aktivitas lain. Misalnya, menonton, makan, atau ke tempat wisata. Selain itu, ini yang paling penting; ayahnya harus bersedia mengikuti perkembangan jaman agar bisa 'nyambung' ketika mengobrol bersama dengan anak. Dan, untuk mengurangi 'jarak' antara ayah dan anak, ayah harus melihat anak sebagai teman untuk anak remaja. Serta, ayah harus menjadi teladan bagi anak yang lebih kecil,” tutupnya.