Bagaimana Menghadapi Pasangan yang Super Pelit (Selalu Siap dengan Kalkulator)

Love
iSTOCK

Rasanya seperti berhadapan dengan Scrooge McDuck.

Punya teman yang pelit—itu "sesuatu", tapi punya pasangan yang sistem perhitungannya mengalahkan Mr. Burns atau Scrooge McDuck (alias Paman Gober)... argh! Setiap kali ingin membeli sesuatu, entah itu sebuah payung atau tas, pasanganmu selalu "menyarankan" untuk pilihan termurah. Barang murah memang belum tentu rendah kualitas, tapi kemungkinan besar bukan high quality product.

Sabar? Sepertinya dibutuhkan lebih dari itu. 

“Uang adalah topik yang sensitif untuk dibahas,” kata Irene Raflesia, M. Psi., seorang psikolog klinis dari Klinik Pelangi, Cibubur, memulai penjelasannya tentang uang. "Pandangan setiap orang terhadap uang dan cara mengaturnya pun sungguh personal. Bagi kebanyakan orang, uang adalah media yang diperlukan untuk mencapai tujuan masing-masing, baik untuk sekadar memenuhi kebutuhan atau pun membeli sebuah gaya hidup.”

Menurutnya, uang seringkali dikaitkan dengan konsep kekuasan, kebahagiaan, keamanan, kebebasan, kendali, dan ketergantungan. “Begitu banyak simbol yang melekat pada uang membuat individu dengan uang ini relatif kompleks sebagaimana layaknya hubungan antarindividu,” ujarnya.

Ha? Sekompleks apa?

“Begini, kompleksnya hubungan orang dengan uang ini tak jarang membuat topik ini dihindari oleh pasangan romantis. Dalam hubungan pacaran misalnya, pasangan umumnya enggan membahas keuangan karena merasa topik ini terlalu tabu dan tidak sopan dibahas. Padahal keuangan ini termasuk salah satu aspek yang berpotensi menjadi sumber konflik nantinya. Konflik ini tidak hanya sebatas cukup atau kurang saja, tetapi juga mencakup makna uang bagi pasangan, cara memperoleh uang, pengelolaan prioritas keuangan, dan keputusan terkait cara menghabiskan uang. Keengganan membahas keuangan bisa jadi menimbulkan masalah yang serius terutama pada jalinan hubungan jangka panjang seperti pernikahan,” Irene menuturkan panjang lebar.

Ah, uang. Posisimu sangat sensitif, salah satu penentu kebahagiaan hubungan romantis. 

Lalu bagaimana dengan hemat? Apa sama dengan pelit?

“Sebetulnya, tidak ada definisi khusus yang membedakan antara hemat dan pelit. Dalam konteks ini, berhemat dapat diartikan berupaya memanfaatkan sumber daya yang ada sebelum memutuskan untuk mengeluarkan uang. Ini bisa dikaitkan dengan membandingkan produk dari sisi kualitas, harga, dan kegunaan, serta mengacu pada anggaran yang ditetapkan. Orang yang berhemat bisa saja membeli produk yang harganya lebih mahal tapi kualitasnya lebih baik,” jelasnya. Sedangkan, “pelit dapat mengacu pada sebuah karakteristik tidak dermawan yang sikap dan tindakannya menunjukkan kecenderungan untuk tidak mengeluarkan uang. Pelit ini berarti menyimpan uang murni hanya karena ia tidak rela uang tersebut dikeluarkan, dan karenanya, keputusan untuk membeli produk sangat tergantung pada harga yang paling murah saja. Walau keduanya bisa saja sama-sama meneliti sebelum membeli, tapi tujuan akhir yang hendak dicapai berbeda,” jelasnya.

Dengan kata lain, orang hemat belum tentu pelit. Begitu juga sebaliknya. “Tentunya kita akan menghargai pasangan yang bijak dalam mengelola keuangan, terlebih apabila seluruh kebutuhan kita dapat terpenuhi oleh pasangan. Bagaimanapun, rasanya tak ada seorang pun yang menginginkan pasangan yang ceroboh dan tidak bertanggung jawab dengan uang, 'kan? ” kata Irene.  

Katakan, kamu dan pasangan memiliki pandangan yang berbeda tentang masalah uang. Sebut saja, kamu lebih 'ya sudah, beli saja', sementara pasangan, 'eh, tunggu dulu. Mana kalkulator?' 

“Tentu tidak nyaman rasanya jika pasangan mengeluh tentang kebiasaan dalam menggunakan uang,” respon Irene. Nah, menurut Irene, jika ini adalah kondisimu sekarang, ada beberapa pertanyaan yang perlu kamu jawab secara jujur pada dirimu sendiri, antara lain:

1. Apakah kamu sudah menentukan sikap dalam mengatur keuanganmu?

Dalam pertanyaan ini biasanya keluhan pasangan terhadap sikap kamu dalam menggunakan uang bisa jadi berakar dari perbedaan pendekatan kalian dalam mengatur keuangan. Kamu perlu merenungkan apakah pengeluaran itu betul-betul diperlukan atau jangan-jangan memang betul kendalimu yang lemah. "Mengenali sikap diri dalam mengatur keuangan tentu membuka peluang untuk meningkatkan diri dan memudahkan kita melakukan negosiasi dengan pasangan sebelum kita terjebak dengan masalah yang lebih besar," Irene berargumen. 

2. Seberapa sering keuangan menjadi sumber konflik antara kamu dengan pasangan?

Bagi pasangan yang sudah menikah, konflik ini dapat menjadi isu yang besar tatkala pasangan mengeluh tentang caramu dalam mengatur keuangan. Hal ini juga berpotensi menimbulkan pertengkaran besar dalam rumah tangga. "Tak jarang perdebatan ini akan membuat kita berpikir kembali tentang kecocokan kita dengan pasangan," kata Irene. Sebelum berpikir jauh ke sana, ada baiknya kamu bersama dengan pasangan menimbang kembali apa yang menjadi prioritas dalam menggunakan uang. Sepakati pula kebijakan lain dalam menggunakan uang, seperti jumlah uang yang boleh dibelanjakan untuk keperluan pribadi, alokasi penghasilan untuk tabungan, investasi dan sebagainya.

3. Apakah pasanganmu dapat menerima perbedaan pandangan kalian atau dia cenderung memaksakan agar kamu berubah sikap menjadi lebih “hemat” seperti dirinya?

"Kompleksitas dari konflik yang dihadapi dapat mempengaruhi cara kita berkomunikasi dengan pasangan," terang Irene. Menurutnya, dalam menghadapi hal ini, ada baiknya kamu memahami dulu apa sebetulnya yang menjadi keluhan dari pasanganmu. Bisa jadi pasangan pernah memiliki pengalaman buruk atau ketakutan akan bangkrut. "Pasangan mungkin terkesan memaksakan kita untuk menyesuaikan cara kita mengatur keuangan dengan kebiasaan dirinya. Walau mengetahui alasan di balik keluhan, tak berarti kita membenarkan perilaku pasangan,—tapi setidaknya kita memahami latar belakang tindakannya. Dengarkan kebutuhannya dan renungkan terlebih dahulu sebelum kamu mengutarakan kebutuhanmu kepada pasangan," sarannya. 

Setelah bertanya kepada diri sendiri, apa yang harus dilakukan?

“Sebelum menikah, tentu kita sudah berusaha sebaik mungkin memilih orang yang kelak mendampingi kita dalam suka dan duka. Pemilihan ini tentu dilandasi oleh prioritas kita masing-masing dalam menentukan pasangan. Saat sudah menikah, kita berharap konflik keuangan tidak menjadi sumber keretakan rumah tangga dan di sinilah komunikasi dan keterbukaan kita diperlukan," jawabnya. Irene menganjurkan agar satu sama lain melakukan negoisasi tentang tujuan keuangan, anggaran bulanan, alokasi uang, karena " ini sangat diperlukan dalam upaya mencapai solusi yang optimal alias win-win solution," paparnya. Bila diperlukan, pasangan juga disarankan untuk mengikuti kelas perencanaan keuangan atau berkonsultasi dengan perencana keuangan tentang tujuan keuangan ini. Apabila negosiasi ini sedemikian mengganggu keharmonisan rumah tangga, ada baiknya pasangan juga mempertimbangkan untuk berkonsutasi dengan psikolog, konselor dan kerabat terdekat lainnya,” saran Irene.