Bagaimana Menghadapi Teman yang Selalu Memonopoli Percakapan

Bagaimana Menghadapi Teman yang Selalu Memonopoli Percakapan
ISTOCK

Teman yang batereinya bisa bertahan berjam-jam tanpa harus “diisi ulang”.

Kita semua pernah bertemu atau bahkan mungkin punya teman baik yang memiliki tendensi ini: nggak pernah berhenti berbicara meski sudah berjam-jam. Si super duper ceriwis, chatterboxid atau yapper. Dia membicarakan tentang A sampai Z dan balik lagi A ke Z. Mau nggak mau, kadang-kadang membuat kita berpikir: “Ini ada pilihan mute dan vibrate aja, nggak ya?”

Kalau boleh jujur, nggak selamanya kita bisa menoleransi kebiasaan nyap-nyap tanpa henti ini. Terlebih saat kita sedang sibuk atau memang lagi nggak mood mendengarkan cerita orang lain selama berjam-jam (seberapa dekat pun hubungan kita). Namun, menghentikan mereka nggak semudah menemukan restoran Padang. Kabar baiknya adalah, terkadang para chatterboxid tidak menyadari bahwa mereka memiliki kebiasaan memonopoli seluruh percakapan di setiap arisan. Jadi, mereka memang butuh pertolongan. Atau, tahu tentang perilaku tersebut dan perlu orang lain untuk lebih memfokuskan saat mereka bercerita. Perlu diingat juga bahwa orang yang memiliki perilaku seperti ini bukan berarti menyebalkan; bisa jadi merupkan bagian dari kepribadian mereka.

Berikut cara-cara manuasiawi menghadapi teman seperti ini.

Stop sebelum dimulai. 

Sebelum memulai curhat, trik ampuh adalah memberitahukan mereka bahwa kamu nggak punya banyak waktu, misalnya dengan mengatakan, “Eh, gue cuma punya waktu 10 menit, nih. Soalnya harus melakukan ….” Hal ini juga bisa diterapkan saat memimpin rapat kantor dan salah satu staff memiliki kebiasaan ngalor-ngidul dan menghabiskan waktu sia-sia. Jika waktu yang kamu tetapkan sudah habis, dan dia masih bercerita, katakan bahwa kamu harus pergi sekarang dan akan menyambungnya lain waktu. Dan stop merasa bersalah! 

Katakan dengan jujur.

Jika kalian memiliki hubungan yang dekat, ada baiknya untuk jujur. Ingat, mungkin mereka nggak tahu bahwa kebiasaan itu sangat mengganggu dan terkadang membosankan. Katakan dengan sopan dan lembut sehingga meminimalisir kemungkinan dia sakit hati.

Dengarkan dan interupsi. 

Pura-pura mendengarkan padahal pikiran kita sedang melanglang buana ke dunia lain adalah sebuah jalan keluar termudah. Namun, ada baiknya kamu mendengarkan sebaik mungkin untuk bisa tahu saat interupsi tiba (misalnya saat dia mulai mengunyah atau meminum kopinya). Saat dipotong, mereka mungkin akan berkata, “Kayaknya gue kebanyakan ngomong, ya? Sekarang giliran lo, deh.” Jangan dibantah dan katakan bahwa kamu sudah mengerti inti cerita/ permasalahannya. Lalu utarakan pendapatmu sesingkat mungkin.

Pertanyaan dan respon singkat.

Cara lain yakni dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan saat dia bercerita. Ini membantu mereka untuk tetap fokus, dan membuat percakapan berjalan sesuai dengan keinginanmu. Jika mulai berputar-putar lagi, arahkan mereka kembali ke subjek percakapan dengan kembali dengan pertanyaan. Jika dia masih saja berbicara tanpa arah yang jelas, respon dengan jawaban singkat atau kerjakan sesuatu. Ini memberikan signal ‘stop’ yang harusnya mereka mengerti. Multitasking is the main key.

Pilih aktivitas.

Alih-alih membuat janji untuk pergi makan siang bersama, lebih masuk akal jika menghabiskan waktu dengan menonton bioskop atau menghadiri sebuah talkshow atau workshop. Percayalah, nggak cuma kamu, tapi seluruh isi bioskop akan mengamuk jika dia masih berbicara sepanjang film.

Alihkan perhatian.

Terkadang orang dengan kebiasaan seperti ini melakukannya karena mereka tidak mendapatkan cukup perhatian (padahal mereka haus akan itu). Jika kamu dalam sebuah grup, coba memulai pembicaraan dengan teman lain (yang sama eneg-nya dengan bahan pembicaraan si talkative). Nggak ada yang lebih membuat canggung daripada menyadari perhatian “penontonnya” beralih ke topik lain.

Coba pahami.

Yang sering terjadi, ketika orang-orang sedang mengalami masa sulit atau bahkan bahagia luar biasa, mereka cenderung banyak bicara. Jika temanmu baru saja putus, kucingnya mati, atau baru dipecat, atau terpilih menjadi Miss Universe 2018, pastinya mereka akan berkicau tanpa henti dan sebaiknya kita memberikan waktu dan panggung. Selain itu, beberapa orang nggak punya teman untuk berbagi dan bisa jadi kamu satu-satunya orang yang bersedia mendengarkan ceritanya. Akan tetapi, jika memang kicauannya membosankan, sama sekali nggak salah untuk mengatakannya dengan jujur. Namun, lakukanlah dengan sopan, lembut, and remember that everybody rambles every once in a while.

Warning: Apakah kamu chatterbox?

Ada pepatah lama: gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak. Heboh mengeluh tentang teman yang selalu non-stop bercerita, siapa tahu sebenarnya kamu juga masuk dalam kategori itu. Kenali tanda-tandanya:

  • Ketika teman berbicara, apakah kamu benar-benar mendengarkan atau malah memikirkan tentang apa yang akan kamu katakan selanjutnya?
  • Ketika teman menceritakan tentang cowok ganteng yang menjadi supir Uber-nya tadi pagi, apakah kamu ingin membalasnya dengan cerita cowok yang lebih ganteng, lebih kaya, lebih terkenal yang baru saja kamu temui?
  • Yang paling gampang dikenali: apakah kamu mengajukan pertanyaan saat dia mencurahkan isi hatinya? Kalau responmu adalah, “Oh, kedengarannya nggak enak banget, ya. Tapi dengar dong, apa yang terjadi sama gue hari ini di kantor”—itu artinya bisa jadi kamu adalah seorang chatterboxid juga.