Dia Bercanda, Tapi Kok Kayaknya Maksudnya Serius, Bagaimana Membedakannya?

Cara Membedakan Apakah Dia Bercanda atau Serius?
ISTOCK

Sepertinya dia bercanda, tapi entah kenapa firasatmu mengatakan ada keseriusan di balik batu.

Akhirnya, kamu gelisah dan digerogoti pertanyaan 'apakah dia serius atau memang melucu?' 

“Humor sering digunakan sebagai salah satu strategi dalam menjalin komunikasi dengan orang lain. Melalui humor, kita berupaya melepas ketegangan dan mencairkan suasana saat berinteraksi langsung dengan orang. Namun, terkadang kita juga menggunakan humor sebagai selingan ketika membahas suatu topik berat agar menjadi lebih ringan,” kata Irene Raflesia, S. Psi, M. Psi., seorang psikolog klinis dewasa dari Klinik Pelangi, Cibubur.

Humor menjadi senjata ampuh menarik perhatian seseorang. Humor juga yang sering dipakai untuk menyindir seseorang, misalnya pasangan. 

“Seiring berjalannya hubungan, kita mungkin pernah mendengar teman yang melontarkan candaan yang ambigu. Bisa jadi ucapannya terkesan serius namun teman kita membawakan dengan nada bercanda. Bisa juga dia bermaksud untuk melontarkan lelucon, tapi kita kurang nyaman mendengarkannya. Nah! Ini situasi yang kerap membingungkan dan membuat kita sulit menanggapi lelucon ini. Kita kemudian menjadi bertanya-tanya, apakah lelucon ini murni hanya humor saja atau memiliki maksud lain,” sambungnya.

Ada pepatah mengatakan: terdapat unsur kebenaran dalam setiap lelucon. Seberapa validkah pernyataan ini?

Irene mengutip dari Freud, humor atau candaan adalah cara kita mengekspresikan pikiran, motivasi, perasaan baik yang disadari maupun tidak disadari. “Ini bisa saja menjadi salah satu dasar kita melontarkan lelucon, walau tidak berarti semua lelucon pasti ada niat buruk. Bagaimana pun kebutuhan kita untuk diterima orang lain besar dan tak semua orang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pendapat tanpa menyinggung hati orang lain. Kita tak jarang merasa khawatir pendapat kita disalahartikan sehingga kita cenderung mencari cara lain untuk menyampaikan masukan. Ini pula yang terkadang membuat orang menggunakan lelucon atau candaan untuk menyampaikan maksud hatinya.”

Lelucon terucapkan, berharap lucu, pendengar ketawa—dan pada saat yang bersamaan juga berharap kamu mengerti apa yang dia maksudkan. Ah, bahasa humor memang terkadang membingungkan. 

Terlepas dari itu, yang perlu kita ingat, tidak semua hal bisa dianggap lelucon. Sekalipun yang berbicara itu adalah seorang komedian (yang dianggap lucu oleh banyak orang).

Irene berpendapat, “ketika kita menjadi target lelucon, tentu kita akan mempertanyakan apakah lelucon ini serius atau tidak. Lelucon akan menjadi sesuatu yang lucu dan dapat dinikmati bersama jika lelucon tidak memiliki niat untuk menyakiti, menyinggung, atau menjatuhkan orang lain. Ketika sebuah lelucon sudah memiliki intensi tersebut, maka itu sudah bukan lagi bisa dianggap lelucon dan kita perlu menanggapi ini secara serius. Kita mungkin perlu mempertimbangkan untuk melakukan klarifikasi apabila kita merasa tersindir oleh lelucon itu.”

Jika kamu berada di situasi 'mulut tertawa, tapi kening berkerut, dan hati mencelos ini, bertanya-tanya apakah itu memang 'just kidding'—Woop turut bersimpati, dan Irene memberikan beberapa tips menghadapinya. 

Perhatikan apakah hal ini terjadi secara berulang atau hanya sesekali saja.

Tujuan lelucon dilontarkan mungkin saja murni karena dianggap lucu tanpa kata maksud lain di baliknya. "Namun, jika hal ini terjadi secara berulang, mungkin ada baiknya kita introspeksi diri, siapa tahu teman memang memiliki agenda lain di balik leluconnya itu."

Menimbang seberapa penting/seberapa besar manfaat untuk membahas isu ini lebih lanjut.

Jika hal ini tidak terlalu penting atau tidak bermanfaat, ada baiknya kita mengganggap ini sebatas lelucon saja.

Pertimbangan karakter lawan bicara sebelum kita membahas lelucon itu.

Sebelum memutuskan untuk menanyakan, kita perlu menimbang karakter, reaksi lawan bicara (antara cuek atau defensif), dan juga otoritas lawan bicara. "Otoritas di sini lebih erat kaitannya dengan posisi apakah yang menyampaikan adalah atasan di kantor atau teman yang usianya jauh lebih tua. Tentunya kita harus mempersiapkan diri untuk menanggung konsekuensi tindakan kita," tegasnya. 

Jauhkan diri dari asumsi dan memberikan tuduhan.

Di kebanyakan waktu, orang bercanda tanpa betul-betul memikirkan apa yang diucapkan. "Ketika memutuskan untuk melakukan klarifikasi, pastikan kita menggunakan asas praduga tak bersalah dan menghindari kata-kata yang terkesan memberikan tuduhan."

Jelaskan mengapa kita menanggapi leluconnya dengan serius.

"Menjelaskan apa yang kita rasakan terkait dengan lelucon jauh lebih efektif untuk membuat teman lebih berhati-hati ketika melontarkan candaannya."

Diskusikan apa yang menjadi dasar dari lelucon tersebut.

Dengan terlibat dalam diskusi, kita dapat membebaskan diri dari kesalahpahaman. "Jika kita merasa lelucon itu melewati batas, kita dapat menjelaskan sudut pandangnya agar teman memahami dan terhindar dari kemungkinan mengulangi kondisi yang sama."

Selanjutnya: Jadi, sudah tahu 'kan apa yang harus kamu lakukan ketika merasa lelucon itu bukan lelucon biasa? Nah, jika sekarang yang membuatmu bingung adalah cara memakai retinol, begini langkah-langkahnya