Dia Selingkuh dan Tetap Melanjutkan Hubungan?

Love
ISTOCK

Lima langkah ini harus dilakukan dengan kepala dingin. Membutuhkan perhitungan yang sangat matang.

Dibutuhkan lebih dari 10 pasang jari tangan untuk menghitung berapa kali pasanganmu berbohong. Bukannya perhitungan, tapi begitulah kenyataannya. Hebatnya lagi, kamu (hampir) selalu memaafkannya. Percaya bahwa dia akan berubah—suatu saat. Ah, cinta. 

Irene Raflesia, M. Psi., seorang psikolog klinis dari Klinik Pelangi, Cibubur, mengatakan: “Ketika membina hubungan romantis, kita tak jarang berharap hubungan ini dapat bertahan lama dan selalu bahagia hingga maut memisahkan. Sudah tentu kepercayaan menjadi landasan utama yang penting bagi kesuksesan relasi interpersonal. Kepercayaan ini memberikan rasa aman bagi diri kita untuk membuka diri dan bergantung satu sama lain.”

Kepercayaan, salah satu resep kelanggengan hubungan. Katanya. “Masalahnya, kepercayaan ini bisa saja sulit didapatkan dan sangat rentan untuk hancur seketika dikhianati oleh pasangan. Kepercayaan ini kerap diuji ketika pasangan menempatkan keinginan dan kebutuhan pribadinya di atas kepentingan jalinan hubungan," terang Irene. Menurutnya, ada banyak hal yang membuat kepercayaanmu mulai goyah, mulai dari kebiasaan berbohong, perselingkuhan, tidak setia, bahkan menyimpan atau memberikan informasi ambigu pun, "dapat membuat kita meragukan kepercayaan terhadap pasangan kita. Akibatnya, harapan untuk berbahagia selalu dapat saja runtuh seketika." 

Selalu saja runtuh, tapi kemudian kita satukan lagi dengan lem super hebat dengan klaim: dijamin merekatkan apa pun, dan tahan lama. 

“Di balik runtuhnya kepercayaan kita terhadap pasangan, terdapat banyak pertimbangan yang membuat orang memutuskan untuk mempertahankan hubungan tersebut. Kompleksitas masalah, keinginan untuk mempertahankan hubungan, pendapat atau dukungan orang terdekat, bahkan nilai dan keyakinan yang kita anut pun turut mempengaruhi keputusan. Bagi sebagian orang, terkadang kondisi tersebut justru malah memperkuat kelangsungan hubungan mereka ke depannya," tutur Irene. 

Kepercayaan dikuatkan, tapi belum tentu hubungan bisa langsung harmonis secepat reaksi melekatnya lem. Apa yang bisa dilakukan?

Menurut Irene, saat kedua belah pihak ingin melanjutkan hubungan, fokus utama terletak pada kesediaan pihak yang disakiti untuk memberi maaf kepada pasangannya. “Walau maaf ini penting bagi proses rekonsiliasi, ini saja tidak cukup untuk dapat melangkah lebih jauh dalam hubungan. Faktor utamanya sangat bergantung pada bagaimana kepercayaan itu dapat dipupuk kembali oleh pihak yang tersakiti,” ujarnya.

Seperti yang dijelaskan oleh Irene, inilah langkah-langkah yang bisa kita tempuh: 

  1. Menjabarkan bagaimana tindakan pasangan melukai kita,

  2. Mengklarifikasi hal apa saja yang terjadi,

  3. Mengakui/menerima pengakuan serta permintaan maaf dari pasangan,

  4. Menjelaskan alasan terjadinya kebohongan/pengkhianatan oleh pasangan,

  5. Membuat rencana perubahan dan mematuhi rencana tersebut.

“Kelima langkah di atas perlu dilakukan dengan kepala yang dingin dan upayakan untuk mengekspresikan maksud dengan cara yang menumbuhkan perhatian, bukan dengan defensif," Irene mengingatkan. "Membalas tindakan pasangan melalui konfrontasi dan bersikap defensif tidak akan membantu mewujudkan harapan untuk rujuk kembali. Dalam menjalani kelima langkah tersebut, kedua belah pihak perlu kesabaran mengingat butuh banyak waktu yang diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan. Ketika memutuskan untuk mengajukan/menerima permintaan maaf, kita pun perlu bersabar dan memastikan untuk tidak lagi mengungkit-ungkit perasaan negatif yang pernah dialami sebelumnya,” tuturnya, panjang.

Memori manusia mungkin tidak selama gajah, tapi tetap saja bisa mengingat kejadian tersebut hingga puluhan tahun yang akan datang. 

“Belum lagi saat kita sudah mengambil keputusan, kita tidak dapat memastikan reaksi orang lain atas tindakan yang kita ambil," kata Irene merujuk kepada teman, keluarga, atau siapa pun yang menjadi tempat curhat kita selama ini tentang naik-turunnya hubunganmu. "Bila sejalan dengan sarannya, orang mungkin mendesak kita segera mengambil tindakan meski kita mungkin belum merasa siap. Di lain sisi, bila tindakan yang kita ambil tidak sejalan dengan sarannya, orang mungkin bereaksi tertentu dan berusaha memaksakan sarannya untuk kita pertimbangkan kembali,” katanya.

Ia melanjutkan, “tidak ada kepastian apakah saran dari orang lain sudah pasti ampuh begitu juga dengan keputusan yang kita ambil sendiri. Hal yang terpenting adalah menyadari betul apa yang konsekuensi yang mungkin muncul akibat tindakan yang akan kita ambil. Jika kita memutuskan untuk melanjutkan hubungan, kenalilah bahwa proses ini memerlukan waktu untuk bisa kembali seperti sedia kala. Kamu pun dapat meminta bantuan psikolog atau konselor keluarga dalam meninjau keputusanmu apabila diperlukan.”

Setelah dikhianati, dibohongi, diselingkuhi, pertimbangan ekstra komprehensif dibutuhkan. Apalagi jika, "hubungan itu adalah hubungan yang membutuhkan komitmen jangka panjang seperti pernikahan. Bagaimana pun kita sama-sama manusia yang tak luput dari kesalahan dan tentu bisa saja mengambil tindakan tanpa penilaian yang matang. Jika memang hubungan sudah betul-betul tidak dapat diselamatkan, berpisah mungkin menjadi jalan tempuh yang lebih baik. Prioritas tetap ada pada kenyamanan fisik dan mental dalam situasi tersebut. Menoleh ke belakang tanpa menyesali tindakan yang diambil akan menjadi pertanda bahwa kita sudah mengambil tindakan yang benar,” tegasnya. 

Sekali lagi: ini bukan proses yang mudah. Namun, seperti banyak hal mengenai lika-liku hubungan cinta, tetap jadikan kenyamanan mental dan fisik sebagai prioritas sebagai salah satu pertimbangan untuk tetap melanjutkan atau memutuskan hubungan. Bahkan, menurut penelitian butuh puluhan tahun hingga pasangan benar-benar bahagia. Studi ini membuktikannya.