Jika Pasanganmu Mengalami Gangguan Mental, Jangan Malu atau Mencari Siapa yang Salah

Jika Pasanganmu Mengalami Gangguan Mental, Jangan Malu atau Mencari Siapa yang Salah
ISTOCK

#World'sMentalHealthDay. 

Artikel ini ditulis oleh: Maharani Ardi Putri MSi.PsikologKepala Biro Humas & Ventura Universitas PancasilaDosen & Psikolog di Fakultas Psikologi UP, Jakarta

Sejak diresmikan pada tahun 1992 oleh World Federation for Mental Health, maka hari kesehatan mental/jiwa sedunia (World Mental Health Day) setiap tahun jatuh di tanggal 10 Oktober. Peringatan ini tentunya ditujukan sebagai upaya meningkatkan awareness  terhadap kesehatan mental, agar masyarakat selain menjaga kesehatan mental pribadi juga semakin peduli dengan orang yang mengalami gangguan mental/jiwa dan memberi dukungan sosial untuk sembuh/berfungsi dalam masyarakat.

WHO mendefinisikan mental health sebagai suatu keadaan dimana individu memahami kemampuan yang dimilikinya, dapat berhadapan dengan tekanan dalam hidup, memiliki kegiatan/pekerjaan yang produktif dan penuh makna serta dapat memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Pada bidang keilmuwan psikologi dan psikiatri, terdapat buku panduan untuk menegakkan diagnosis mengenai gangguan kesehatan mental yaitu DSM 5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), ICD 10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems) dan di Indonesia terdapat PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik. Gangguan Jiwa). Oleh karenanya untuk dapat mengatakan seseorang mengalami gangguan mental membutuhkan pemeriksaan dan observasi dengan metode tertentu, kita tidak bisa hanya mengganti perasaan sedih menjadi depresi atau suka selfie dengan narsistik, seperti yang sering ditulis pada media atau dikatakan masyarakat umum.

Stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan mental/jiwa, seringkali merugikan tidak hanya pada mereka yang mengalami tapi juga keluarganya. Banyak keluarga merasa malu pada keadaan ini sehingga mereka menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya dan justru menutup akses kesembuhan. Pada dasarnya gangguan mental/jiwa sama dengan gangguan/penyakit fisik, pasien yang mengalami butuh untuk diobati secara profesional dan mendapatkan perawatan yang tepat. Tidak semua gangguan mental membutuhkan obat, tetapi dalam kasus-kasus yang berat mereka perlu mengonsumsi obat terlebih dahulu sebelum mendapatkan terapi lanjutan. Intervensi yang dilakukan kepada orang dengan gangguan mental/jiwa biasanya berupa intervensi yang menyeluruh, tidak hanya secara medis, tetapi juga terapi psikologis dan psikoedukasi kepada keluarga/pendamping.

Psikoedukasi/pemberian pemahaman kepada pendamping atau keluarga menjadi sangat penting, karena seperti halnya mendampingi penderita dengan penyakit kronis (kanker/stroke/ginjal dll), maka mendampingi orang dengan gangguan jiwa juga membutuhkan waktu yang relatif lama dan karenanya dibutuhkan kesabaran dan kerjasama dari support system-nya.

Hal-hal yang perlu dilakukan pasangan/keluarga yang memiliki pasangan/anggota keluarga dengan gangguan mental:

  1. Carilah informasi sebanyak-banyaknya mengenai gangguan tersebut, dan carilah dari sumber yang akurat. Hal ini penting untuk membantumu memahami perjalanan gangguan, pengobatan yang dibutuhkan dan dimana mencarinya serta kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di masa mendatang. Informasi yang cukup dapat memberikan kesiapan pribadi/keluarga untuk menghadapi resiko-resiko yang dapat menyertai gangguan.  
  2. Jangan hanya terpaku dengan rasa malu atau saling menyalahkan karena hal ini tidak akan menolong kamu dalam masa pendampingan. Berdasarkan pengalaman dan observasi pada pasien kesehatan mental yang disembunyikan atau dijauhkan dari kehidupan sosial, justru akan semakin memperburuk perkembangan gejalanya.  
  3. Berilah pemahaman pada keluarga dekat lainnya atau kalau perlu masyarakat sekitar/lingkungan pertemanan mengenai kondisi pasangan/anggota keluarga kamu, sehingga mereka pun bisa memahami keadaannya. Apabila mereka merasa takut/tidak nyaman maka kamu tidak perlu cepat tersinggung (bagaimanapun ini adalah reaksi yang wajar dari orang-orang yang tidak mengalami). Tugas kamu adalah memberi edukasi dan membuat mereka paham. Apabila mereka memilih untuk tidak mau memahami dan memperlakukan pasangan/anggota keluarga kamu dengan kasar, maka kamu juga perlu menetapkan sikap terhadap mereka. Ingat: tidak ada orang yang ingin mengalami gangguan mental, sama seperti tidak ada orang yang ingin mengalami penyakit fisik kronis.  
  4. Kamu perlu membangun support system seperti misalnya keluarga/kenalan keluarga yang bisa dihubungi saat darurat, akses layanan kesehatan yang cepat, dokter/psikiater/psikolog/terapis yang bisa dengan segera dihubungi. Sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan kamu tidak lagi panik. Ketenangan adalah suatu hal yang penting dalam melakukan pendampingan, sehingga kita dapat berpikir dengan obyektif.  
  5. Dalam interaksi sehari-hari kamu juga perlu membangun hubungan yang hangat dengan pasangan/anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Apabila mereka bercerita, kamu perlu mendengarkan namun juga perlu menyaring mana informasi yang benar mana yang tidak. Dengan memperhatikan dan mendengarkan mereka, kamu akhirnya akan mengenali apakah gejala-gejala gangguan memburuk atau membaik (hal ini juga dapat menjadi tanda apakah obat diminum atau tidak atau mereka menjalan terapi rutin atau tidak). Apabila menangkap adanya indikasi gejala menjadi lebih buruk, maka kamu perlu melihat kembali kedisiplinan dalam mengkonsumsi obat/terapi dan melakukan kontrol kembali ke dokter/psikiater/psikolog.

Perlu juga diingat pada orang dengan gangguan mental, mereka pribadi sering merasa bahwa mereka tidak terganggu/sakit sehingga mereka kurang paham pentingnya minum obat secara rutin. Oleh karena itu mereka membutuhkan orang lain untuk mengingatkan. 

  1. Apabila dalam mendampingi kamu sendiri kemudian merasa memerlukan bantuan profesional, maka tidak perlu merasa malu. Ini adalah keadaan yang wajar yang sering dialami oleh pasangan/keluarga yang harus mendampingi pasangan/anggota keluarga yang mengalami gangguan mental/jiwa dalam waktu lama. Adakalanya mood kita dalam keadaan baik namun bisa juga mengalami penurunan. Pada saat mood kita turun, maka hal-hal yang umumnya dirasakan adalah: merasa tidak berguna, tidak berarti, hidup sia-sia/merasa rugi, menjadi orang yang paling menderita, merasa bersalah dan banyak perasaan negatif lainnya. Mencari bantuan ke psikolog/konselor tidak perlu menunggu gangguan yang berat, gangguan ringan seperti rasa cemas, juga perlu segera ditangani sebelum menjadi lebih berat.  
  2. Bagi para pasangan yang sehat, hubungan dengan orang yang mengalami gangguan mental/jiwa tetap bisa dipertahankan, namun tentunya dengan merubah pola interaksi yang ada. Pasangan yang sehat perlu lebih banyak mengambil inisiatif dan pada titik tertentu juga mengambil peran sebagai pengambil keputusan. Selama kamu memiliki keyakinan terhadap pasangan dan juga keluargamu, maka banyak hal yang bisa kamu lakukan untuk membuat keadaan lebih baik.