Mengucapkan Selamat Ulang Tahun Lewat MedsosApakah Ciri-Ciri Teman Pasangan yang Baik?

Mengucapkan Selamat Ulang Tahun Lewat MedsosApakah Ciri-Ciri Teman Pasangan yang Baik?
ISTOCK

Dan postingan = kepribadianmu.

Coba, siapa di sini yang tidak punya akun media sosial? Pastinya, Woop punya lebih dari satu! Produk dunia modern ini memang sangat membantu, tapi juga bisa membuat hubungan sosialmu terancam. Termasuk, hubungan cinta. Misalnya, seseorang akhirnya bisa tahu pasangannya selingkuh berkat media sosial (medsos). Gotcha! Lalu, siapa sangka bahwa menggoda iseng dengan mengirimkan emoji-emoji tertentu (wajah dengan kedipan mata, lambain tangan, dan terong—meski konteks harus diperhatikan) di Instagram bisa dianggap sebagai "micro-cheating" dan kejutan, hal ini sedang mengancam hubungan cinta banyak pasangan di seluruh dunia. Waspadalah!

Ini membuat kita bertanya-tanya apakah penting memiliki medsos

“Begini, seberapa penting itu sifatnya sangat subjektif, ya. Yang terpenting dalam suatu hubungan adalah menyadari bahwa hubungan pertemanan dan percintaan adalah soal hati, bukan sekedar citra atau lip service. Jadi, ketulusan yang kamu punya dalam berteman tidak tercermin dari berapa banyak follower atau friends di media sosial, tapi dari seberapa banyak pertemanan yang berkualitas,” kata Maharsi Anindyajati, M. Psi, Psikolog., seorang psikolog klinis dewasa dari Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, Jakarta.

Bukan kuantitas, tapi kualitas! Namun, selayaknya teknologi, media sosial juga adalah penolong terutama mereka yang mudah lupa. Lupa kalau hari ini hari ulang tahun teman atau pasangan. Apalagi jika orang-orang tersayang itu berada di kota yang berbeda. Dan... Facebook dengan baik dan murah hati mengingatkanmu—tepat waktu. *Terima kasih Facebook, berkatmu saya terkesan adalah teman/ pasangan yang baik. 

“Mengucapkan ‘selamat ulang tahun' dan 'good luck', misalnya, adalah hal yang baik. [itu artinya] kita turut berbahagia dengan kebahagiaan orang lain. Meski hal tersebut menunjukkan perhatian, tapi tentunya itu tidak cukup untuk mengategorikan seseorang teman baik. Demikian pula sebaliknya, ketika seseorang tidak mengucapkan bukan berarti dia bukan teman yang baik. Bisa jadi seseorang mengucapkan di media sosial karena semacam ‘kewajiban’ atau ingin terlihat baik, dan tidak tulus,” jawabnya.

Ah, media sosial—kamu memang memiliki banyak kekurangan dan kelebihan, sama seperti manusia.

“Media sosial pada dasarnya adalah sebuah media untuk menjalin relasi sosial, sehingga sama seperti media lain, dampak positif dan negatif tergantung dari perilaku penggunanya sendiri,” Maharsi mengingatkan. “Sisi baiknya adalah untuk menjalin silahturahmi, mengetahui kabar terkini teman yang jarang bertemu, mendapatkan informasi dari banyak sumber. Sedangkan, sisi buruknya adalah ketidakbijaksanaan individu dalam menggunakannya. Misalnya, mencari sumber tapi tidak diklarifikasi kebenarannya dan mudah terpancing atau mengekspresikan kekesalan kita terhadap seseorang di media sosial agar orang lain tahu kesalahannya. Hal semacam ini tentunya membuat hal baik yang seharusnya bisa didapatkan menjadi hilang,” sambungnya.

Media sosial dan emosi sepertinya memang saling tarik-menarik. Entah kenapa, kolom putih dan kosong itu seakan memiliki gaya gravitasi lebih tinggi ketika kita sedang marah atau sakit hati dengan seseorang, entah itu teman atau pasangan. Dan dengan lincah mengetikkan sesuatu. Penyesalan, seperti biasa, selalu datang terlambat—screen capture dan 'menjadi viral' selalu datang lebih cepat, paling tidak di era media sosial. Bagaimana agar tetap waras saat dihadapkan dengan godaan seperti itu?

“Iya, untuk menjaga agar hubungan pertemanan dan percintaan tetap kuat caranya adalah dengan berbicara yang baik-baik di media sosial. Jika ada yang tidak berkenan, bicarakanlah langsung dengan orangnya. Kamu pun akan terlihat tidak bijaksana dan tidak matang jika mengumbar segala sesuatunya setiap saat di media sosial," Maharsi mengungkapkan. "Jangan hanya sekadar ingin terlihat sebagai teman paling baik atau pacar paling setia saja. Hati-hati dengan kecenderungan narsistik,” ungkapnya. Namun, “jika sudah terjadi kesalahpahaman di media sosial, jangan menceritakan masalah di media sosial. Jangan juga menjadikan permasalahan kamu sebagai konsumsi publik. Ketika kamu menghujat seseorang di media sosial atau mengungkapkan aib orang, justru kamu yang sedang mempermalukan diri kamu sendiri, kamu yang akan terlihat tidak dewasa. Ingat bahwa perilaku yang kamu lakukan itu mencerminkan kepribadianmu, lho,” tegasnya.

Intinya, sih: pengendalian diri. Jauhkan diri dari media sosial saat sedang emosi. Segarkan hati dan pikiran, salah satu caranya adalah dengan memakai produk-produk ini.