Pasanganmu Tiba-Tiba Ingin 'Break'Haruskah Dikabulkan?

Pasanganmu Tiba-Tiba Ingin BreakHaruskah Dikabulkan?
ISTOCK

Ada cinta, (mungkin) ada break.

Ibarat pelatih basket, tiba-tiba pasanganmu meminta "istirahat dulu ya," a.k.a. B-R-E-A-K, dari hubungan kalian berdua. Saat diinterogasi, si dia bilang, "masih cinta kok," dengan semangat dan pandangan penuh arti. Setelah dipikir-pikir, mungkin memang ada baiknya—maksudnya mungkin memang setiap hubungan membutuhkannya? 

“Tidak semua pasangan membutuhkan break atau istirahat dalam hubungannya,” kata Sri Juwita Kusumawardhani., M.Psi., Psikolog., seorang psikolog klinis dewasa, dari LPTUI dan TigaGenerasi yang juga Pendiri dari Cinta Setara,. “Pasangan tertentu membutuhkan break saat salah satu pihak/kedua belah pihak membutuhkan waktu untuk dapat berpikir lebih jernih, menenangkan diri, dan untuk memperoleh alternatif perspektif. Alasan yang diberikan juga beragam, misalnya: pasangan sedang memiliki masalah yang berkaitan dengan keluarga/pekerjaan sehingga butuh fokus lebih besar untuk menyelesaikan hal tersebut terlebih dahulu, atau salah satu pihak ketahuan berselingkuh dan pihak lainnya butuh menimbang apakah hubungan ini layak diteruskan atau tidak,” lanjutnya. 

Menurutnya, break terkadang perlu dilakukan untuk menciptakan ruang di mana seseorang dapat menyadari apakah mereka bisa lebih bahagia, lebih produktif, dan lebih baik saat bersama pasangannya. “Oleh karena itu, salah jika mengartikan break sama dengan putus hubungan, meskipun memang ada kemungkinan juga ke arah sana,” ujarnya. 

Jadi, break tidak sama dengan putus total. Bukan putus yang tertunda. 

Bukan berarti juga break tanda tak cinta, karena alasannya tidak melulu karena perasaan. "Misalnya: pasangan sedang memiliki masalah yang berkaitan dengan keluarga/pekerjaan sehingga butuh fokus lebih besar untuk menyelesaikan hal tersebut terlebih dahulu," Wita memberikan contoh. "Atau," lanjutnya, "salah satu pihak ketahuan berselingkuh dan pihak lainnya butuh menimbang apakah hubungan ini layak diteruskan atau tidak." 

Butuh waktu menyelesaikan masalah lain, menimbang A sampai Z ketika ada konflik atau perselingkuhan. Namun, kira-kira ada patokankah durasi 'normal' break?

“Untuk masalah waktu perlu didiskusikan bersama pasangan. Karena kebutuhan setiap pasangan akan berbeda-beda,” jawabnya. “Ada yang merasa hanya perlu break seminggu atau dua minggu, tapi ada juga yang mungkin butuh waktu hingga satu sampai tiga bulan. Yang pasti kedua belah pihak perlu menyetujui kesepakatan ini, jadi tidak merugikan salah satu pihak. Jika break dirasa perlu dilakukan secara berkala, kamu perlu menyadari apa masalah di dalam hubungan tersebut. Mungkin memang hubungan tersebut lebih banyak cost-nya dan tidak layak untuk dipertahankan.”

Intinya: musyarawah untuk mufakat. 

Oke, sebut saja kamu dan dia akhirnya setuju untuk ambil nafas sebentar dari hubungan tersebut. Berjalan solo untuk sementara waktu. Sebaiknya ada panduan agar tidak tersesat. 

“Setiap pasangan perlu set aturan, seperti saat break apakah masih diperbolehkan untuk menghubungi via telepon; jika boleh, bagaimana pengaturan waktunya. Apakah diperbolehkan untuk mengencani orang lain atau tidak, karena ada beberapa pasangan yang merasa butuh hal ini untuk menyadari bahwa tidak salah pilih nantinya. Tentunya individu yang merasa ingin mengencani orang lain perlu memahami betul alasannya apa, karena jika memang alasannya adalah sudah tidak ingin bersama pasangan saat ini, akan lebih baik putus secara resmi dibanding break,” papar Wita.

Nah, di sini perasaan bermain: jika sebenarnya sudah tidak punya perasaan lagi, dan ingin mencoba dengan orang lain, bukan sebaiknya mengakhiri hubungan baik-baik. 

Sering menjadi bahan pemikiran: kegiatan apa yang dilakukan selama menjalani break dari pasangan. Intensitas bertemu pasti menurun, frekuensi nonton dan berdiskusi mungkin hanya beberapa kali dalam seminggu. Ada kemungkinan, terbit pemikiran buruk, 'jangan-jangan'. Sebaiknya, pada masa itu apa yang harus dilakukan agar lebih produktif dan efektif?

“Yang pasti harus fokus intropeksi diri dan evaluasi perasaan kita terhadap pasangan dan (plus) hubungan yang sedang dijalani. Mencari alternatif solusi jika memang ada masalah yang sedang dihadapi bersama pasangan. Individu pun dapat menghabiskan waktu bersama teman-teman atau keluarga, melakukan hobi, namun jangan sampai melupakan pertimbangan yang perlu dilakukan mengenai hubungan,” ujarnya. Hidup seperti biasa saja. 

Dan akhirnya, durasi break yang disepakati mendekati masa kadaluwarsa! Yeay—eits tunggu dulu, bukannya semakin yakin, tapi semakin bingung! Apa indikasi jika hubungan tersebut memiliki masa depan atau sebaiknya... sampai jumpa, sayonara, selamat tinggal?

“Apakah hubungan yang kamu jalani memberikan dampak positif atau malah negatifnya yang lebih banyak? Pertahankan jika memang hubungan tersebut membuat kita lebih sering bahagia dan produktif dalam menjalani kehidupan sehari-hari,” saran Wita. 

Jadi, sudah tahu 'kan jika pasanganmu meminta break? Intinya: jangan panik.