Si Kecil & Sayur

Si Kecil & Sayur
ISTOCK/GPOINTSTUDIO

Cara menyiasati supaya anak bisa “berteman” akrab dengan sayur.

Sejarah mencatat bahwa sayur dan anak bukan best friend. Tak jarang melihat orang tua yang jumpalitan, koprol, rolling, handstand dan mempraktekakan cara ajaib lainnya demi menggolkan satu sendok makan ke dalam mulut anak. Di hari baik, berhasil; esoknya hanya Tuhan yang tahu.

Pahami Dulu

Coba tanya orang tua kita kenapa dulu, maksa banget menyuruh kita makan sayur? Jika jawabannya, “Yah, karena harus makan sayur,” nah itu agak rancu. Namun jika responnya adalah, “Karena sayur bagus untuk tumbuh-kembang badan dan otak,” itu baru benar. Berdasarkan obrolan WOOP dengan John Baglioni, seorang konsultan nutrisi dari Vio Nutrition, sayur mengandung banyak vitamin, mineral dan nutrisi yang membantu pertumbuhan secara maksimal. Menurutnya lagi, ternyata ada korelasi antara prestasi anak di sekolah dengan sayur. “Masuk akal kan, jika yang dimakan hanya junk food, yang anak dapat hanya kalori, tidak ada yang lain,” ujarnya. Selain itu serat yang terkandung di dalam sayur bagus untuk pencernaan dan mencegah anak menderita konstipasi. Saya jadi ingat cerita teman yang anaknya sangat “posesif” atas poop-nya karena mengeluarkannya membuat mereka kesakitan. Daftar bagus sayur nggak ada habisnya; satu lagi: makan sayur lebih banyak bisa mencegah child obesity.

The Green Monster

  • Lalu jika daftar baik sayuran banyak banget, kenapa susah sekali membuat anak makan sayur? Mengapa harus ada drama berlinangan airmata dan keringat dulu sebelum satu sendok berhasil masuk ke dalam perut anak? Ohya, bagi kalian yang nggak pernah mengalami hal ini, count yourselves so blessed and get down on your knees right this moment! Ada beberapa kemungkinan kenapa sayur dan anak susah “akrab”nya.
  • Sayur diperkenalkan setelah buah. "Buah-buahan membuat lidah anak berkenalan dengan rasa manis dan ketika diberikan rasa lain, seperti sayur yang memang agak blunt, si anak menolak dan mencari yang manis atau asin,” ujar John.
  • Orang tua kurang memberikan contoh. Bukan hanya anak kecil yang memuntahkan sayur, orang dewasa pun bisa panas dingin saat melihat sayur. Sayangnya, untuk hal ini orang tua harus terlebih dulu set an example. “If you are parents who don't like vegetable, you might have kids who don't like them either,” kata John. Menurutnya, orang tua harus mulai mencari tahu kenapa dirinya nggak suka sayur dan mulai mencoba makan sayur. After all, veggies are also good for adults.
  • Penampilan sayur yang memang kurang menarik. Hijau memang warna “andalan” sayur, tapi kan ada wortel (orange), peppers (merah, kuning, hijau), cauliflowers (pucat alias putih). Poor veggies, it is not their fault to be green most of the time!

Tips and Tricks for the Finicky

  • Problema sayur dan anak  memang pelik. John menyarankan untuk tidak memilih rute: menyelipkan sayuran di antara makanan lain atau memberikan ultimatum “harus makan sayur kalau nggak….” Because parents, that is deceptive! Ada cara lain yang bisa ditempuh.
  • Persistent. Ini modal utama setiap orang tua sebelum memulai proyek “makan sayur”. Percaya deh, kamu butuh banget ini dalam dosis tinggi.
  • Teladan. Logikanya orang tua memang harus makan sayur dulu, baru bisa “bersikeras” anak harus makan sayur. Or talk to the wall.
  • Mulai ASAP. Begitu dokter bilang bahwa anak sudah bisa mencoba makanan solid, coba sayur terlebih dahulu. Karena kalau mereka sudah mencoba si manis buah-buahan, you are in a-Houston-we-got-problem-situation.
  • Libatkan anak. Jika punya kebun sendiri, libatkan anak saat menanam sayur-sayuran. Saat pergi berbelanja, minta anak untuk membantu memilih sayuran. Saat di rumah dan punya waktu untuk masak, ajak anak berpartisipasi.
  • For carrot’s sake, make it more appealing. Atur makanan di atas piring semenarik mungkin, tambahkan wortel atau peppers agar warna di atas piring tidak melulu hijau. Atau campur sayuran ke dalam daging.
  • Ngobrol. Saat di meja makan, sesekali menerangkan betapa pentingnya brokoli atau sayur lain, itu penting.
  • Bottom line: find your way. Apa yang mereka suka atau nggak suka; apa yang bisa berhasil atau nggak.
  • Every improvement is an improvement. Nggak peduli betapa kecilnya—hari ini cuma satu sendok, besoknya dua sendok—that’s improvement.
  • Variety vs amount. Lebih penting mana? Porsi penting karena jika hanya makan satu potong brokoli, itu bagus tapi masih kurang. “Balance is important. In addition, for young kids, they do not need big amount. . So I would say, variety is always important because you do not want to get stuck on one food. If I have to pick, I would say variety,” kata John.