Snow, Perkenalkan: Ini Namanya Huruf

Snow, Perkenalkan: Ini Namanya Huruf
WOOP.ID

Sebagai orang tua, pernahkah bertanya-tanya kapan sebaiknya kita memperkenalkan huruf kepada anak?

Bagi orang tua bertanya-tanya, “Kapan ya, anak dikenalkan dengan huruf?” adalah lumrah. Satu hal yang pasti, tentunya kita tidak mau memaksakan anak belajar jika memang belum waktunya.

Saya sendiri sempat bertanya-tanya mengenai hal tersebut. Melihat anak perempuan saya, Snow (berusia 2 tahun 4 bulan), yang suka berpura-pura membaca buku dengan menunjuk tulisan di buku sambil komat-kamit. Tebakan saya: sepertinya dia sudah mulai tertarik dengan huruf, kegiatan membaca dan ingin bisa melakukannya sendiri. Akhirnya, dengan berbekal informasi yang saya baca dari Baby Center, yang ditulis oleh Judith Hudson, seorang ahli psikologi dalam perkembangan anak. Di dalam bukunya, dia berteori bahwa biasanya anak sudah mulai dapat mengenal 4 sampai 5 huruf pada usia 2 dan 3 tahun. Berbekal informasi itu, saya dan suami, Mono, memutuskan untuk mulai memperkenalkan Snow kepada huruf.

Proyek perkenalan dimulai sejak bulan Juni: satu huruf per bulan. Caranya dengan mengajak Snow untuk duduk di pangkuan saya atau Mono, kemudian sambil memegang pensil bersama dengan Snow, kami menggambarkan bentuk satu huruf tertentu—kapital dan huruf kecil—di atas kertas A4. Rutinitasnya kira-kira seperti ini: memberitahu cara mengucapkan bunyi huruf, meminta Snow mencoba mempraktekkannya, lalu menempel kertas tersebut pada satu sisi lemari pakaian yang setiap hari akan terlihat oleh Snow. Setiap pagi sehabis mandi, saat sedang berpakaian, saya atau Mono akan menunjuk gambar huruf pada kertas tersebut dan menanyakan, "Ini huruf apa, Snow?" dan Snow pun akan menjawab.

Yang menarik, kami tahu metode memperkenalkan huruf pada anak ini dari teman Mono, Once Mekel. Yes, the singer himself! Saat Mono sedang bekerja dengan Once sebagai produser lagunya "Tak Sempurna", saya dan Snow sempat ikut mengunjungi studionya.  Pada kesempatan itu,Once bercerita dengan menggunakan cara tadi di atas, Manuel, anaknya, berhasil dapat menghafal huruf pada usia 3 tahun dan lancar membaca menjelang usia 4 tahun. Setelahnya, kami berpikir bahwa tidak ada ruginya menerapkan cara yang sama kepada Snow.

Setiap kali mengganti tempelan kertas dengan huruf baru, kami tetap menuliskan huruf yang sudah diajarkan di bulan sebelumnya, ukurannya lebih kecil dibandingkan letter of the month.

img

Sejauh ini, mengajarkan huruf A paling mudah, mungkin karena huruf pertama yang diajarkan sehingga lebih gampang diingat. Berikutnya, huruf B, C, lalu D, dan  tanpa ditanya, Snow suka berinisiatif sendiri menyebutkan huruf dari kertas yang tertempel. Namun, jika diuji dengan menunjuk huruf yang sudah pernah diajarkan tapi bukan pada kertas yang lemari, melainkan yang tertulis pada sebuah buku, Snow masih terlihat bingung. Yang masih kuat di ingatannya adalah huruf A, karena lagi-lagi itu huruf pertama yang kami ajarkan. Sampai saat sedang jalan-jalan pun, setiap lihat huruf A dia akan menunjuk sambil berkata, "Ini A, Mama! A!" Adalah sebuah aktivitas yang menyenangkan saat membantu Snow mengingat huruf-huruf itu lagi pada  waktu luang dan spontan (misalnya saat sedang di restoran). Sesederhana dengan menuliskan huruf-huruf tersebut pada tisu yang tersedia di meja, lalu menanyakannya kembali pada Snow.

Lucunya, saat saya mengetik artikeltentang perkenalan Snow dengan huruf ini, Snow sedang sibuk menunjuk huruf A dan B yang dilihatnya di monitor laptop saya!  Saya kemudian berhenti sejenak.  Lalu mengajaknya melihat lagi huruf-huruf yang tertulis pada kertas di lemari. Satu-persatu saya tunjuk hurufnya sambil menanyakan "Ini huruf apa?" Snow menjawab semua—A sampai D—dengan benar! Wow.

Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa memperkenalkan huruf kepada anak perlu konsistensi dan kesabaran. Selain itu, adalah sangat penting untuk memastikan anak sudah mulai tertarik pada huruf sebelum kita mulai mengajarkan mengenai huruf, agar dia lebih antusias. Selama usia anak masih di bawah 4 tahun, tidak perlu ngotot kalau anak terlihat belum tertarik belajar huruf atau belum hafal huruf. Lagipula, menurut Judith Hudson, belajar huruf lebih cepat tidak terbukti membuat anak juga lebih cepat bisa membaca. Yang penting adalah proses belajar: tetap terasa menyenangkan untuk mereka.

Bagaimana dengan orangtua lainnya? Pastinya setiap orangtua memiliki pengalaman menarik dalam memperkenalkan huruf pada anak atau dalam mengajarkan sesuatu. Jika ada, boleh ikut berbagi di sini. Akan menjadi masukan yang bermanfaat bagi saya dan para pembaca WOOP.