Takut Jadi Jomblo Seumur Hidup? Wajar KokApalagi Jika Karir Sudah Mapan

Takut Jadi Jomblo Seumur Hidup? Wajar KokApalagi Jika Karir Sudah Mapan
ISTOCK

Bagaimana cara mengatasinya dan tidak menjadikan status sebagai penghambat kebahagiaan.

“Dengan melihat tahapan hidup, kita menjadi tahu bahwa kebutuhan akan self-esteem dapat tercapai setelah kebutuhan akan kasih sayang (love and belongingness) dipenuhi. Oleh karena itu, banyak orang yang merasa belum percaya diri bila tidak memiliki pasangan, meskipun sudah memiliki kemapanan karir maupun finansial yang dapat dikategorikan sebagai kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Apalagi di Indonesia, memiliki pasangan juga merupakan salah satu hal yang membuat orang dapat diterima oleh lingkungannya.

"Dengan kata lain, ada yang orang yang merasa takut jomblo karena berpikir kebutuhan kasih sayangnya tidak akan terpenuhi," terangnya. Padahal, “sumber dari kebutuhan tersebut bukan hanya dari pasangan, tetapi juga dari lingkungan keluarga maupun pertemanan yang memberikan efek suportif dan positif. Masalah kemudian akan timbul jika orang tidak mendapatkan kasih sayang dan penerimaan yang cukup dari lingkungannya, sehingga ia akan terus berupaya untuk mencari pasangan justru demi mendapatkan penerimaan di masyarakat, bukan karena merasa ‘butuh’. Miskonsepsi tersebut yang akhirnya banyak menggiring orang untuk mencari pasangan hanya sebagai status belaka,” lanjutnya.

Lalu, bagaimana cara mengatasinya?

“Dalam mencari pasangan idealnya perlu dilakukan secara terencana mengingat tujuan akhir yang diinginkan adalah memenuhi kebutuhan akan kasih sayang (love and belongingness) secara menyeluruh sehingga kita siap melangkah untuk memenuhi kebutuhan berikutnya,” jawabnya.

Namun, “rasa takut yang terus menerus muncul sebagai akibat dari pemenuhan kebutuhan yang tidak tepat dapat mengganggu keberfungsian sehari-hari dan kesejahteraan psikologis. Bentuknya bisa beragam, mulai dari penurunan konsentrasi ketika bekerja, kehilangan minat sosial, hingga menjadi sensitif maupun reaktif ketika membahas persoalan mengenai pasangan. Kalau sudah begini biasanya kehidupan personal menjadi tidak menyenangkan. Untuk itu, kamu harus tetap fokus mengatasi persoalan. Berhenti mengembangkan rasa takut yang dimiliki dan masih banyak hal positif yang bisa dipikirkan. Selain itu, tekuni minat atau hobi yang sempat tertunda atau belum tercapai hingga bisa menjalin relasi baru dan menguatkan relasi yang sudah ada. Tidak bisa dipungkiri bahwa dukungan sosial juga banyak membantu dalam proses ketenangan dan kematangan psikologis yang dimiliki,” tuturnya, panjang lebar.

Jika semuanya sudah dijalani, dan ingin membuka hati? 

“Sebaiknya, sebelum membuka hati pada orang lain, kita pun perlu menyiapkan diri untuk dapat menerima diri sendiri. Kenali potensi, tujuan, dan keinginan yang utama dalam diri. Ini menjadi salah satu cara untuk menyiapkan hati sepenuhnya sebelum menentukan untuk memiliki pasangan. [Karena jadi nanti memiliki pasangan] kita harus siap untuk mengorbankan dan mengalihkan prioritas, waktu, tenaga, perasaan dan pikiran untuk pasangan kita. Sebagai tambahan, cara lain untuk membuka hati adalah dengan memperluas kemungkinan mendapat relasi positif, dapat juga dilakukan dengan cara mengikuti komunitas baru maupun berkenalan secara aktif dalam perkumpulan-perkumpulan sesuai dengan minat yang dimiliki,” ungkap Adi.

Intinya: kenali dirimu, bersikaplah positif, perbanyak teman—dan jangan takut jadi jomblo!