Tanda-tanda Pasanganmu Tidak Bahagia

Love
ISTOCK

Ekspektasimu satu penyebabnya.

Tidak tahu denganmu, tapi saat ini Woop sedang penasaran dengan dua hal: satu, siapa yang menggigit Beyonce (#bitegate) dan dua, bagaimana mengetahui jika pasangan kita sedang tidak bahagia. Sama seperti Beyonce yang memilih tutup mulut, pasangan kita juga terkadang memendam saat sedang berada di level terendah romantisme. Apakah bisa dilihat dari ehm... ekspresinya yang seperti ingin menggigit sesuatu? 

“Dalam sebuah hubungan romantis, tentu tidak hanya kebahagiaan yang kita rasakan, terkadang, kita juga akan merasakan pahitnya hubungan yang membuat kita tidak bahagia,” kata Hellen Citra Dewi, M. Psi., Psikolog., seorang Psikolog Klinis Dewasa dan Program Officer dari Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), Depok.

Lalu, apa yang membuat pasangan tidak bahagia dalam suatu hubungan? “Ada banyak faktor yang bisa terjadi. Bisa seperti permasalahan pribadi seseorang yang mempengaruhi hubungannya dengan pasangan (personal) atau yang kedua, memang masalah yang muncul dengan pasangan itu sendiri,” jelasnya.

Menurut Hellen, ada beberapa hal yang bisa membuat seseorang tidak bahagia dalam hubungan cintanya. 

  1. Faktor pertama, masalah bersumber dari dirinya sendiri. Misalnya si A, pasangan kita mengalami stres berat dalam pekerjaan atau permasalahan keluarga (di luar hubungan romantis). Permasalahan di luar hubungan romantis ini bisa saja mempengaruhi mood, emosi, sikap dan perilaku yang tentunya saja berdampak pada hubungannya. Si A menjadi tidak bergairah dalam segala hal. Akibatnya, kita sebagai pasangan juga bisa saja ikut merasakan ketidakbahagiaan. "Ingat, emosi negatif bisa menular lho! Hal ini disebabkan karena perasaan bosan, kecewa, sedih atau marah dengan kondisi A yang tidak seperti dulu lagi. Atau bisa jadi karena perasaan tidak mampu atau perasaan gagal si B untuk memberikan dukungan kepada si A. Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena tidak adanya dukungan, kesabaran dan pengertian satu sama lain," jelas Hellen.

  2. Masalah yang muncul dari hubungan itu sendiri. Dalam hubungan romatis, pertengkaran yang terjadi terus menerus tanpa ada solusi dapat membuat pasangan tidak bahagia. Isu pertengkaran misalnya saja kesalahan yang terus diungkit, ekspektasi berlebihan atau karakter pasangan yang tidak kita sukai. "Berkaitan dengan ekspektasi berlebihan ini membuat kita punya konsep hubungan ideal yang terlalu tinggi. Emosi negatif muncul, perasaan sedih, kecewa, marah, dan perasaan gagal menjadikan hubungan itu sebagai beban. Bayangkan saja jika kita harus bertengkar dan menarik urat leher untuk berdebat setiap hari," tukas Hellen. Lalu, konflik tersebut semakin parah karena ada masalah komunikasi yang sudah berlangsung lama dan belum dipecahkan, entah itu komunikasi yang cenderung agresif atau komunikasi pasif yang terkadang berisi kebohongan seperti kata-kata ‘aku ngga apa-apa’. "Perkataan tidak jujur yang diungkapkan dengan kata-kata ‘aku ngga apa-apa’, lama kelamaan akan menjadi bom waktu yang siap meledak bagi sebuah hubungan," tegasnya. 

  3. Sikap pasangan yang penuh curiga dan selalu menuntut, bisa membuat seseorang tertekan. Pasangan yang egosentris ini membuat kebahagiaan bukan milik bersama, tetapi hanya untuk dia seorang.

  4. Adanya kekerasan dalam hubungan. Baik itu fisik, verbal, psikologis, bahkan seksual. "Kekerasan fisik seperti memukul. Kekerasan verbal, seperti menghina pasangan akan membuat sakit hati. Dan, kekerasan psikologis, seperti sikap menelantarkan dan tidak hangat dengan pasangan."

  5. Kejenuhan. "Dan ini wajar dialami," imbuh Hellen. Dia mengutip seorang psikolog senior bernama Adriana Ginanjar yang dalam bukunya “Sebelum Janji Terucap”, hubungan percintaan pada awalnya akan menghasilkan hormon dopamine dan norepinefri dalam jumlah besar. Hormon ini akan membuat rasa senang dan bahagia ("ya, bisa disebut dengan kasmaran"). Selain itu, memicu munculnya hormon seksual, yaitu hormon esterogen pada wanita dan hormon teststeron pada pria ini akan mempengaruhi tingkah laku. "Akan tetapi, hormon-hormon ini tidak selamanya ada, paling lama sembilan bulan. Setelah perasaan membara akan meredup juga. Nah, jika tidak ada usaha untuk membuat hubungan 'membara', maka akan muncul rasa bosan," jelas Hellen. 

  6. Kurangnya dukungan keluarga. Bagi masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi asas kekeluargaan, doa dan restu dari keluarga dan orang terdekat sangat signifikan. Jika hal ini tidak dimiliki, pada beberapa kasus tentu bisa mempengaruhi hubungan yang sedang berjalan.

Dia senyum hari ini, besok masam. Dia ketawa minggu lalu, seminggu ini seperti sakit gigi. Kalau dilihat dengan seksama, dia memang sepertinya ingin menggigit sesuatu. Apakah ini ciri-ciri tidak bahagia?

“Ketidakbahagian tentu dapat mempengaruhi emosi, mood, pikiran dan bahkan perilaku kita,” ujarnya. “Ciri-cirinya, misalnya akan membuat kita merasa sedih terus menerus, marah, kecewa, dan berbagai emosi negatif lainnya. Lebih jauh, kita bisa saja merasa depresi menjalani hubungan ini. Perasaan ini membuat visi, misi dalam hubungan menjadi kabur,” sambungnya.

Menakutkan. “Disadari atau tidak, kondisi seperti ini akan memunculkan perasaan benci atau tidak nyaman lagi bersamanya, biasanya persentasinya lebih besar dibandingkan dengan rasa sayang. Akan banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul di dalam kepala: ‘mungkin kalau aku nggak sama dia, aku bisa jauh lebih bahagia...’ atau ‘bagaimana caranya keluar dari hubungan ini ya...’ Dari hal itu, kita mulai berpikir bahwa kita tidak membutuhkannya lagi. Yang paling ekstrem, kita malas untuk bertemu dengan pasangan kita. Kita tidak lagi memiliki gairah untuk berdekatan, apalagi bermesraan dengan dia. Perilaku yang muncul juga bisa tampil dalam komunikasi yang tidak lagi efektif dan penuh permusuhan. Kita tidak lagi tulus mendengarkan dan hanya fokus pada kepentingan pribadi kita sendiri,” jelas Hellen.

Berarti kalau sudah merasakan ciri-ciri itu semua, bisa dikatakan hubungannya sudah tidak sehat, ya? Adakah efeknya?

“Tentu saja ada efek yang ditimbulkan. Yaitu ketidakbahagiaan!” tegasnya. “Hubungan romantis menjadi tidak memiliki gairah dan tujuan lagi. Visi, misi dan harapan bersama yang pernah dibangun mulai redup dan kita pun akan kembali fokus kepada diri sendiri,” lanjutnya.

Hellen mengemukakan bahwa menurut Sternberg dalam Sternberg’s Triangular Theory of Love ada tiga komponen penting dalam cinta, yaitu komitmen, passion, dan intimasi. Ketidakbahagiaan dan dampak yang dirasakan bisa menyebabkan komitmen, passion, dan intimasi berguguran. “Intimasi yang ditampilkan melalui komunikasi dan perasaan bahagia bersama pasangan akan hilang. Kita tidak lagi merasa dekat secara emosi. Passion yang termanifestasi melalui kebutuhan untuk dekat yang didorong ketertarikan fisik dan seksual akan memudar dan komitmen untuk mencintai selamanya pun akan pupus,” tutur Hellen.

Ah, hubungan memang rumit. Namun, berita baiknya: kebanyakan permasalahan di dunia ini biasanya ada jalan keluarnya. 

“Solusinya adalah memperbaiki diri masing-masing, bersama,” jawab Hellen. “Sehingga tidak perlu berjuang sendiri. Yang perlu diingat setiap orang memiliki makna dan arti dari kebahagiaan itu masing-masing. Kita tidak bisa memaksakan versi kebahagiaan kita untuk semua orang atau menjadikan kebahagiaan orang lain sebagai standar kebahagiaan yang harus kita capai.”

Lebih konkrit, berikut langkah-langkah yang bisa kamu lakukan

  • Refleksi Diri

Seperti peribahasa: gajah di pelupuk mata tak terlihat, semut di seberang lautan kelihatan. Ya, selain menyadari kesalahan orang lain, kita harus berefleksi apakah kita juga memiliki kesalahan. Sejauh mana kita berkontribusi terhadap konflik yang terjadi, apa saja usaha yang sudah dilakukan, atau apakah kita pernah berusaha memperbaikinya.

  • Komunikasi

Ini penting! Hubungan romantis melibatkan dua orang, dimana sebagai manusia diberikan anugerah untuk berkomunikasi dan berempati. "Maka bicarakanlah masalah yang dirasakan secara jelas dan jujur (tidak berlebihan dan dikurangi). Carilah suasana nyaman, bicaralah secara perlahan dan tenang, tanpa dikuasai emosi negatif," saran Hellen.

  • Menghabiskan Waktu Berdua

Menghabiskan waktu dengan pasangan merupakan kegiatan yang positif yang bisa membuat keduan pihak merasa senang. Misalnya, olahraga, traveling, dan melakukan hobi.

  • Datang ke Psikolog

Jika memerlukan bantuan, maka kamu dan pasangan bisa saja mencari konselor perkawinan atau psikolog untuk menjadi mediator atas permasalahan kalian.

  • Jangan Jadikan Kebahagiaan Orang Lain sebagai Patokan

Kadang rumput tetangga memang selalu hijau, tapi bukan berarti mereka tidak bisa mati. "Sama seperti ini, jangan pernah menyamakan atau menjadikan kebahagian orang lain dengan kebahagiaanmu. Misalnya, menjadikan selebgram sebagai 'relationship goal'. Ketika realitas dan konsep ideal memiliki gap yang besar, hal ini akan menjadi bebanmu. So, ciptakan kebahagiaanmu sendiri!" Hellen mengingatkan.

Satu lagi, “kebahagian bukanlah sesuatu yang diberikan oleh orang lain. Kebahagiaan juga bukan tugas pasanganmu untuk kamu. Kebahagiaan adalah tugas kamu sebagai manusia. Jika kamu ingin bahagia, maka carilah sumber kebahagiaan pada banyak hal, tidak hanya bahagia saat kamu bersama pasangan atau saat pasangan sesuai harapan, tapi berbahagialah saat kamu bersama hobi, pekerjaan, teman, keluarga dan tentunya, dengan diri kamu sendiri,” tutupnya.

Jadi, jika hari ini pasanganmu masih seperti ingin menggigit sesuatu: tanyakan dengan penuh perhatian—jangan diam.