Tanya Psikolog: Bagaimana Menyikapi Masalah Anak di Sekolah?

Tanya Psikolog: Bagaimana Menyikapi Masalah Anak di Sekolah?
ISTOCK

Mengapa orangtua seringkali bersikap agresif? Menerima kritik itu tidak mudah—apalagi jika si buah hati yang menjadi objeknya.

Anak yang dimata kita sangat lucu, cantik/ganteng, menggemaskan, pintar, cerdik, pandai, tidak sombong, eh... tiba-tiba dikoreksi oleh pihak sekolah. Katanya, katanya... bla bla bla. Rasanya, ingin meledaaak! Tidak heran sering terdengar peristiwa orangtua mengamuk (menjambak, histeris, memukul, mencakar si guru) saat mendengarkan problematika si kecil tersayang di sekolah. 

Sebagai orang dewasa—dan orang yang dituakan, bagaimana sebaiknya kita bersikap. Woop bertanya kepada Lily Anggraini, S.Psi, M.Psi, seorang Psikolog Pendidikan.

Menyikapi Masalah Anak di Sekolah

Biasanya apa yang menyebabkan orangtua dipanggil oleh pihak sekolah?

"Pemanggilan oleh guru biasanya di bagi dua, yaitu pemanggilan oleh wali kelas dan pemanggilan oleh tim BK, yakni psikolog sekolah bersama dengan guru BK; jika masalah sudah berulang dan menahun maka kepala sekolah juga turun tangan untuk memanggil orangtua," papar Lily. 

Menurutnya, pemanggilan siswa oleh wali kelas biasanya terkait dengan hal-hal yang tidak begitu mendesak, misalnya upaya silaturahmi, absensi siswa, maupun perkembangan nilai pelajaran. Di lain sisi pemanggilan orangtua oleh tim BK biasanya bersifat lebih mendesak dan terkait masalah yang lebih besar, seperti masalah keamanan, gangguan terhadap kesejahteraan orang lain, atau pelanggaran aturan yang berat.

Dan orangtua harus tahu bahwa proses pemanggilan ini bukan 'iseng' atau karena guru kurang kerjaan, karena "sebelum memutuskan untuk memanggil orangtua, biasanya wali kelas berupaya menyelesaikan masalah secara langsung dengan siswa.

Jika masalah tidak dapat diselesaikan, maka wali kelas mengkonsulkan pada tim BK, mengenai perlu atau tidaknya pemanggilan orangtua."

Apakah sesuatu yang wajar jika orangtua sulit menerima kritikan terhadap anaknya?

Lily menjelaskan bahwa tidak ada jawaban singkat untuk hal ini. Pasalnya, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan.

Pertama, bagaimana cara penyampaian kritik dari pihak sekolah terhadap orangtua, apakah teguran atau kritik di sini bersifat memojokkan sehingga memicu aksi agresif atau defensive.

Kedua, apakah meski caranya sudah tepat namun orangtua sensitif dan tersinggung dengan fakta yang disampaikan oleh pihak sekolah. 

Menurutnya, jika cara kritik sudah benar tapi orangtua masih tidak terima, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya defense mechanism, yaitu proses mental yang terjadi secara tidak disadari sebagai upaya untuk melindungi ego diri dari kenyataan atau situasi yang tidak menyenangkan atau dirasa mengancam.

"Defense mechanism dalam perilaku menolak kritisi terhadap anak dapat digolongkan sebagai defense mechanism denial dimana orangtua menolak untuk mempersepsi seluruh informasi dan hanya meyakini apa yang ia anggap benar.

Hal ini dilakukan untuk melindungi dirinya dari kenyataan bahwa anaknya tidaklah seideal yang diketahui dan diharapkan.

Defense mechanism ini merupakan jenis yang tidak tepat untuk dilakukan oleh orang dewasa karena umumnya ini digunakan oleh individu yang masih berada di masa anak-anak. Hal ini membuat cara menghadapi permasalahan menjadi kurang adaptif dan tidak tepat," saran Lily.

Selain itu, yang perlu diperhatikan lagi: kemungkinan adanya perbedaan nilai antar orangtua dan sekolah juga mempengaruhi ketidakterimaan orangtua terhadap kondisi anaknya.

Misalnya, orangtua merasa cara ia mengasuh dan perilaku anak telah sesuai dengan prinsip yang ia miliki, namun sesungguhnya prinsip tersebut tidak sesuai dengan aturan yang umumnya berlaku di masyarakat.