Tanya Psikolog: Bagaimana Menyikapi Masalah Anak di Sekolah?

Tanya Psikolog: Bagaimana Menyikapi Masalah Anak di Sekolah?
ISTOCK

Mengapa orangtua seringkali bersikap agresif? Menerima kritik itu tidak mudah—apalagi jika si buah hati yang menjadi objeknya.

"Ketika  teguran yang diberikan sudah clear dan memang terbukti dilakukan oleh anak, maka orangtua perlu menindak lanjuti teguran tersebut secara serius.

Kedatangan orangtua ke sekolah tidak semata-mata untuk berdiskusi mengani masalah, penyebab dan solusinya saja, namun diperlukan juga komitmen orangtua untuk dapat menerapkan solusi secara konsisten terhadap anak.

Hal ini terkait dengan keselarasan antara konsekuensi yang diberi dari lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal, sehingga anak mendapatkan pendidikan karakter yang sejalan dan tidak bertolak belakang," papar Lily.

Orangtua yang serius menyikapi dan memberikan konsekuensi tertentu pada anak, akan memberikan pembelajaran mengenai tanggung jawab dalam menghadapi masalah serta dapat membuat anak melakukan introspeksi, sehingga ia akan menghindari perilaku tersebut di kemudian hari.

Dan penting sekali, saat memberikan konsekuensi orangtua harus menjelaskan bahwa hukuman maupun tugas-tugas yang diberi untuknya (baik dari pihak sekolah maupun pihak orangtua) timbul dari perilakunya yang tidak dapat diterima.

Jangan lupa untuk menerapkan aturan terhadap pelaksanaan konsekuensi tersebut, misalnya tentang bagaimana tata cara, kapan dimulainya, berapa lama dalam sehari/ seminggu serta kapan berakhirnya.

Konsekuensi yang diberikan oleh orangtua dapat berupa pembatasan akses anak terhadap fasilitas di rumah seperti gadget, ponsel, tv, potongan terhadap uang saku, tugas-tugas membersihkan rumah, dsb.

Jika orangtua memilih untuk mengabaikan teguran tersebut?

Pastinya, menurut Lily ada dampak yang akan terjadi—tidak hanya untuk anak, tapi juga orangtua. Di antaranya: 

  • Anak tidak belajar dan memahami nilai sosial yang berlaku di masyarakat. Kalaupun anak memperoleh pengetahuan mengenai nilai dan aturan dari sekolah, ia tidak terdorong untuk menginternalisasi nilai-nilai tersebut sebagai pedomannya berperilaku di kemudian hari. Tindakan anak dalam mencapai sesuatu akan cenderung bersifat eksternal, artinya harus ada pihak luar yang menggerakkan ia untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, bukan murni atas proses penilaian dan pertimbangan dari dirinya.  
  • Anak tidak belajar untuk bertanggung jawab dan menghadapi masalah. Hal ini diakibatkan adanya proses pengambil-alihan tanggung jawab dari anak oleh orangtua ketika orangtua melakukan tindakan agresif yang bertujuan untuk membela anak. Hal ini juga dapat membuat anak belajar untuk menyalahkan orang lain ketika ia menghadapi masalah di kemudian hari.  
  • Orangtua yang tidak melakukan tindak lanjut atas teguran pihak sekolah akan menciptakan proses pendidikan yang tidak selaras atau konsisten. Hal ini dapat membuat anak hanya mengikuti aturan di sekolah namun tidak ketika masuk lingkungan rumah, atau justru akan memanipulasi lingkungan rumah untuk melindunginya saat ia menghadapi suatu masalah.
  • Orangtua melewatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi anak dengan optimal sesuai dengan karakteristik pribadinya.

Dari sisi pihak sekolah, bagaimana sebaiknya mereka menyampaikan sebuah teguran guna meminimalisir sikap agresif yang mungkin terjadi?

"Hal yang pertama perlu dilakukan adalah adanya pendekatan yang baik terhadap orangtua. Guru perlu mencairkan suasana agar orangtua tidak dalam kondisi tegang saat menerima informasi," saran Lily. Sebelum menyampaikan kritik dan teguran, ada baiknya memperhatikan hal-hal berikut:

  • Sampaikan tujuan pemanggilan adalah untuk mengoptimalkan potensi anak dan pemanggilan orangtua oleh sekolah tidak berarti anak mengalami masalah yang berat.  
  • Tujuan pertemuan adalah untuk lebih memahami anak, sehingga mengetahui apa yang menyebabkan anak melakukan tindakan tertentu di sekolah dan berdiskusi mengenai apa yang harus dilakukan di sekolah maupun di  rumah.

Lily menyarankan agar penyampain teguran atau kritik sebaiknya dilakukan secara spesifik, kapan waktu terjadi tindakannya, perilakunya seperti apa, dan apa akibatnya. Contohnya:

"Ibu, saya ingin menyampaikan bahwa kemarin saat jam istirahat, anak ibu X, berkelahi bersama temannya dan mengakibatkan seorang siswa di kelas sebelah terluka.

Dari keterangan yang didapatkan, ternyata perkelahian disebabkan oleh ejekan yang dilontarkan oleh anak ibu. Rekan anak ibu juga mendorong siswa yang terluka tersebut sehingga memicu perkelahian.”

Teguran atau kritik yang disampaikan bersifat faktual, tidak ada judgment, jelas waktu dan tindakan yang dilakukan serta akibat dari tindakan tersebut.

Kritik yang seperti ini akan lebih mudah diterima dibandingkan dengan kritik yang bersifat judgmental dimana siswa diberi label dan tidak jelas apa tindakan serta akibatnya.

Contoh cara penyampaian yang negatif dan tidak membangun:

“Ibu saya ingin menyampaikan bahwa anak ibu itu sering sekali berbuat onar, mem-bully teman, mengatakan hal-hal yang menyakitkan hati, dan menyebabkan perkelahian. Kejadiannya sudah sering dan sepertinya memang anak ibu sulit diatur, bandel sekali.”

Kalimat di atas, menurut Lily adalah sebuah cara yang kurang tepat, "sebab judgment yang diberikan dapat memicu defense mechanism dari orangtua yang tidak terima anaknya dikatakan negatif dan ingin tampak baik dalam mengasuh anaknya." 

Lebih lanjut, defense mechanism ini dapat berupa denial atau penolakan akan informasi yang disampaikan. Denial ini dapat berbentuk verbal maupun tindakan agresif dari orangtua. Ketika anak diberi label bahwa secara pribadi ia adalah anak yang A, B atau C maka situasi akan nampak sulit diselesaikan, karena fokusnya adalah kepribadian anak.

Orangtua maupun guru akan lebih pasrah dan merasa perubahan pada anak akan sulit dilakukan sebab hal ini menyangkut kepribadian yang menetap. Hal ini berbeda jika yang disampaikan adalah perilaku atau tindakan—jika ini yang disampaikan maka akan ada kemungkinan anak berubah perilakunya.

"Jangan lupa juga untuk memberikan kesempatan kepada orangtua untuk berpendapat dan menyampaikan pemikirannya. Sehingga terjadi komunikasi dua arah dan semua hal menjadi jelas dan tidak ada yang ditutupi, demi kebaikan anak dan keutuhan pemahaman kondisi anak," tegas Lily.

Selanjutnya: Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2019, Woop ingin berbagi informasi pentingnya peran keluarga dalam pertumbuhan anak.