Wajarkah: Sudah Memiliki Pasangan, tapi Masih Memikirkan Orang Lain?

Wajarkah: Sudah Memiliki Pasangan, tapi Masih Memikirkan Orang Lain?
ISTOCK

Siapakah orang lain itu?

Pernahkah kamu mengalami situasi ini: lagi makan malam dengan pasangan, dia sedang serius menceritakan sesuatu, tapi terdengar seperti bla bla bla... karena kamu sedang memikirkan 'seseorang'? Uupsss... Apakah ini normal?

“Memikirkan orang lain itu bisa mengandung banyak arti,” kata Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi, Psikolog., seorang psikolog klinik dewasa dari TigaGenerasi dan juga dosen psikologi Universitas Bina Nusantara, Jakarta. "Jika berarti kagum pada orang lain dan itu lawan jenis, masih hal yang wajar," lanjutnya. Menurutnya, kita bisa saja memikirkan orang-orang di sekitar kita dengan sifat atau prestasi yang ideal bagi kita, sehingga kita terkagum-kagum. Namun, lain lagi ceritanya jika, "yang kamu pikirkan adalah seseorang yang pernah ada di dalam hidupmu dahulu. It akan menjadi sedikit masalah.”

Mengerti ya, maksudnya, ya. Seseorang ini bisa berarti mantan, cinta pertama yang tidak pernah tersampaikan, gebetan yang masih membuatmu penasaran Senin dan Kamis. 

Pingkan menjelaskan bahwa dalam ilmu psikologi, ada teori tentang exposure, yakni semakin sering kita terpapar oleh suatu hal, maka makin besar kemungkinan kita memikirkan orang atau hal tersebut dan semakin besar kemungkinan kita menyukai orang atau hal tersebut. Akan tetapi, “beda halnya jika masih memikirkan mantan dan disertai rasa ingin kembali. Masih memikirkan mantan saat sudah punya pasangan bisa jadi pertanda bahwa seseorang belum betul-betul menerima bahwa hubungannya sudah berakhir, atau ia belum move on. Kemungkinan besar, kamu belum memaafkan diri kamu sendiri, karena putus dengan si mantan,” jelas Pingkan.

Semua yang pernah putus cinta, pasti pernah tahu sulitnya melanjutkan hidup. Tidak peduli seberapa bungkus tisu, seberapa sering mendengarkan lagu-lagu Adele dan Taylor Swift, atau menonton Bridget Jones' Diary berulang-berulang, proses itu memang... hah... (menghela nafas panjang). Adakah cara jitu agar tidak terlalu memikirkan seseorang?

“Dalam kasus memikirkan karena rasa kagum, maka yang bisa dilakukan adalah menerima bahwa kita memikirkan orang tersebut. Lalu kembali kepada kenyataan bahwa kita memiliki komitmen dengan pasangan kita [yang sekarang],” ujar Pingkan. Selanjutnya, “ada baiknya kita melihat lagi pasangan dan mencari hal-hal yang bisa dikagumi dari pasangan kita." Namun, hati-hati, karena jika kamu berusaha terlalu (yep, kata kuncinya di sini) melupakan orang tersebut, "malah akan membuatmu semakin sering memikirkannya." 

Nah, pertanyaan yang bikin deg-degan: bagaimana jika seseorang tersebut adalah mantan? "Yang harus kamu lakukan adalah mengevalusi diri mengenai apa makna di balik berakhirnya hubunganmu dengan si dia. Cobalah menggali, perubahan positif apa yang kamu dapatkan setelah putus darinya. Atau, kamu bisa menulis surat buat mantan, menjelaskan pikiran dan perasaanmu. Dan, disarankan untuk fokus ke pasangan saat ini, lihat kelebihannya, kenapa kita mau menjalin hubungan dengan pasangan kita saat ini,” jelas Pingkan.

Oh, katanya, katanya, setiap menjalin hubungan itu harus jujur satu sama lain—termasuk dalam hal ini? "Kalau sekedar pikiran semata, tidak harus dibicarakan dengan pasangan, bisa saja kita atasi sendiri. Kecuali, kalau pasangan bertanya, ada baiknya kita ceritakan semuanya,” jawabanya. Dan berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan mantan, “ada baiknya diselesaikan dahulu sendiri. Evaluasi, apa yang membuat kamu masih merasakan seperti. Kalau ternyata dari hasil evaluasi kamu merasa bahwa ada hal-hal yang kurang dari pasanganmu sekarang, tapi mendapati di mantan, inilah hal yang harus dikomunikasikan kepada pasangan," saran Pingkan. 

Ada yang bilang kejujuran itu terkadang menyakitkan, sehingga beberapa memilih untuk tidak mengatakannya atas nama 'kebaikan bersama'. Pasalnya saat sudah berkata jujur dengan pasangan kita, sangat mungkin dia tidak bisa menerima hal tersebut. Bagaimana cara kita mengantisipasi hal ini?

“Jika ingin jujur, maka usahakan mengutarakan dalam situasi yang netral dan diceritakan dengan santai. Hal ini akan memperkecil kemungkinan bertengkar,” anjurnya.