Sering Tersenyum di Tempat Kerja Bikin Kesehatan Terganggu

Sering Tersenyum di Tempat Kerja Bikin Kesehatan Terganggu
iStock

Apa kamu sering ‘tersenyum’ di tempat kerja? Hati-hati berdampak pada kesehatan.

Banyak karyawan yang terpaksa harus memperlihatkan ‘senyum palsu’ demi menyenangkan hati seseorang atau pelanggan. Jika kamu salah satunya maka bisa berdampak buruk terhadap kesehatan lho.

Menurut sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Occupational Health Psychology, orang yang memalsukan senyum mereka di tempat kerja cenderung sering minum alkohol setelah jam kantor. Para peneliti dari University of Buffalo dan Penn State menganalisis data lebih dari 1.500 profesional yang bekerja untuk publik, termasuk guru, perawat, dan customer service.

img

Peserta ditanyai pertanyaan terkait dengan kebiasaan ‘minum’ mereka, bagaimana otonomi yang dirasakan saat bekerja dan seberapa impulsifnya. Para pekerja juga ditanyai seberapa sering mereka memalsukan senyum atau menekan emosi yang sebenarnya atau yang disebut para peneliti sebagai 'akting'.

Selain minum, orang yang suka memalsukan senyum di tempat kerja juga ‘mengalihkan’ perasaan buruk mereka terhadap makanan tidak sehat. Hal-hal ini tentu berpengaruh buruk terhadap kesehatan.

Lalu apa efek buruk dari sering ‘akting tersenyum’?

Studi ini menyimpulkan bahwa karyawan yang memalsukan senyum mereka dan berurusan dengan publik (termasuk pelanggan dan klien) di tempat kerja cenderung minum lebih banyak alkohol daripada pegawai lain. Peneliti percaya ketika pekerja menahan atau menekan emosi selama jam kerja, ada uang yang terlibat dalam menunjukkan perasaan positif mereka.

Akhirnya mereka melakukan banyak kontrol diri di tempat kerja. Kemudian perasaan mereka mungkin terkuras di akhir hari yang membuat karyawan tidak bisa mengendalikan diri untuk mengatur gaya hidupnya seperti mengonsumsi minuman beralkohol serta asupan tidak sehat.

Penelitian ini juga menyimpulkan, akting tersenyum kemungkinan tidak berdampak pada kehidupan pribadi seseorang karena ketika karyawan percaya pekerjaan itu menawarkan uang atau relasional, bukan perasaan. Sebagai contoh, seorang perawat mungkin mendapatkan manfaat dari ‘senyum terpaksa’ pada pasiennya sehingga bisa membangun relasi positif.

Meski demikian, seseorang yang berpura-pura tersenyum untuk pelanggan—mungkin tidak akan pernah dia temui lagi dalam hidup—merasa tidak terlalu memuaskan. Akhir dari studi, peneliti percaya menggunakan wawasan dari riset ini dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat bagi para profesional di seluruh dunia. 

Salah satu solusinya adalah memberikan otonomi yang lebih luas kepada para profesional sehingga mereka dapat bertanggung jawab atas perasaan dan pekerjaan mereka sendiri.

Selanjutnya: rencana mudik? Yuk susun anggarannya sekarang. Begini caranya...