Ternyata, Jerawat Bisa Meningkatkan Resiko Depresi

Ternyata, Jerawat Bisa Meningkatkan Resiko Depresi
ISTOCK

ara ilmuwan akhirnya menyimpulkan bahwa pasien yang memiliki jerawat memiliki kemungkinan 18,5% mengalami depresi serius

Jangan pernah menggampangkan jika temanmu berkeluh-kesah tentang jerawatnya. Pasalnya, sebuah penelitian menyimpulkan bahwa orang  yang memiliki jerawat memiliki resiko tinggi mengalami depresi.

Dalam studi yang diterbitkan di British Journal of Dermatology, para peneliti menggunakan sebuah data dari 134.427 laki-laki dan perempuan berjerawat dan 1.731.608 tanpa jerawat dan mengikuti mereka selama 15 tahun. Usia responden bervariasi, mulai dari tujuh sampai 50 tahun, dengan mayoritas berumur kurang dari 19 tahun ketika pada masa awal penelitian.

Seperti yang dilaporkan oleh New York Times, setelah mempelajari responden selama belasan tahun tersebut, para ilmuwan akhirnya menyimpulkan bahwa pasien yang memiliki jerawat memiliki kemungkinan 18,5% mengalami depresi serius; sementara yang tidak berjerawat sebanyak 12%. Menariknya, mereka yang berjerawat biasanya perempuan, lebih muda, bukan perokok, berasal dari status ekonomi yang lebih tinggi, kecil kemungkinan pengonsumsi alkohol, dan tidak menderita obesitas. 

Dan setelah mempertimbangkan banyak faktor, para peneliti ini menemukan bahwa resiko meningkatnya depresi cenderung konstan hanya pada lima tahun pertama setelah didiagnosa. Titik resiko depresi terentan terjadi pada tahun pertama, yakni meningkat menjadi 63% pada orang yang berjerawat dibandingkan yang tidak. Akan tetapi, sayangnya para peneliti belum bisa menyimpulkan alasan yang jelas atas kondisi ini. 

Hasil penelitian ini mengejutkan para ilmuwan. "Sepertinya masalah jerawat ini lebih dalam dari lapisan kulit," kata Isabelle A. Vallerand, penulis utama penelitian tersebut dan epidemolog dari University of Calgary

Jadi, lain kali temanmu berkeluh-kesah tentang jerawat-jerawat yang nongkrong 24 jam di wajahnya, dengarkan dengan baik.