Apa yang Harus Dilakukan Saat Kamu Dibully di Kantor

Apa yang Harus Dilakukan Saat Kamu Dibully di Kantor
ISTOCK

S-O-L-U-S-I-J-I-T-U.

Menurutmu, seperti apa neraka itu? Beberapa orang mungkin akan menjawab: "seperti suasana di kantornya." Ini terutama berlaku bagi orang yang selalu mengalami tekanan fisik dan mental alias bully alis perundungan di kantor—setiap hari. 

Sebuah penelitian di tahun 2007 menemukan bahwa 37% pekerja—mewakili 54 juta orang—dilaporkan mengalami perundungan di tempat kerja. Beberapa penelitian bahkan menyimpulkan bahwa masalah ini lebih besar dibandingkan pelecehan seksual. 

Aryanne Oade, seorang psikologis dan penulis buku Free Yourself from Workplace Bullying: Become Bully-Proof and Regain Control of Your Life, mendefinisikan perundungan di tempat kerja sebagai kondisi seseorang yang mengalami tiga hal: diserang sering/berkali-kali yang menyakitkan secara emosional dan profesional, ada unsur kesengajaan untuk merusak reputasi/ percaya diri/ harga diri dan hasil kerja, serta kebebasan pribadi. 

Seseorang yang pernah atau sedang berada dalam situasi tersebut, tahu persis rasanya seperti apa. Setiap masuk kantor, deg-degan dan malas karena entah kenapa si pelaku perundungan sepertinya bisa mencium keberadaannya dan langsung beraksi begitu melihat ujung kaki korbannya. 

Ronald E Reggio, Ph.D, seorang psikolog dan penulis buku Leadership Studies, membeberkan bahwa biasanya para perundung memiliki taktik tersendiri untuk membuat hidup korbannya tidak tenang. Di antaranya:

  • Mengancam. Ini biasanya berhubungan karir atau gaji, misalnya,  "Nanti saya pecat kamu."
  • Didiamkan. Si perundung dan gengnya akan membuatmu merasa tersisihkan—bahkan mungkin sama sekali mengacuhkan dan menganggapmu tidak eksis. Saat kamu masuk ke sebuah ruangan, mereka tiba-tiba berhenti—atau tetap berguncing sambil melirikmu dengan pandangan aneh dan sinis.
  • Menyebarkan rumor dan gosip. Meskipun gosip yang disebarkan oleh perundung sama sekali tidak benar, dampaknya bisa sangat merusak reputasi orang tersebut—dan inilah yang tujuan mereka. 
  • Sabotase. Ini tindakan mungkin yang terdengar sangat kejam, tapi si perundung bisa saja sampai merusak atau mensabotase pekerjaan seseorang. 

Sebut saja kamu mengalami hal ini sejak pertama kali memperkenalkan diri di hadapan penghuni kantor. Sekali, dua kali, kamu menganggapnya sebagai periode "ospek" tidak resmi—untuk saling mengenal dan menguji mental. Namun, sudah berbulan-bulan dan saat menceritakannya kepada teman dekat, dia menyarankanmu untuk menghindarinya. Begitu mencium aromanya dari jarak satu kilometer buru-buru memutar balik. Akan tetapi Oade menyatakan bahwa solusi ini seringkali malah membuat situasi makin parah, karena "ini tidak memperlihatkan resistensi kepada si perundung dan biasanya didorong oleh rasa takut," ujarnya. Bagi orang yang memang cenderung bersemboyan, "damai, sis" dan menghindari konfrontasi, Oade mengatakan ini sesuatu yang normal "tapi ini akan membuat si perundung lebih gampang menyerangnya di masa datang." 

Hidupmu makin sengsara di kantor, terkadang menangis di toilet. Pasangan menyarankan untuk langsung saja melabrak si perundung saat dia berulah. "Perang, perang deh," kata pasanganmu dengan kesal. Horor. Panas dingin. Tidak mungkin—tidak cukup keberanian untuk melakukannya! Namun Oade berpendapat bahwa metode ini patut dicoba. Susah memang dan akan membuat jantung seperti mau lepas, tapi ini berguna agar si perundung tahu bahwa kamulah satu-satunya orang memegang kendali dalam hidupmu—bukan dia. "Begitu si target mendemonstrasikan bahwa mereka yang memegang kendali tentang apa yang mereka katakan atau lakukan, bahkan dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun, dinamika perundungan ini akan berubah dan lebih menguntungkan mereka [korban], terkadang bisa mengatasi kejadian tersebut, bahkan menghentikan perundungan itu selamanya," jelas Oade. 

Jika kamu memilih mengkonfrontasi si perundung, Oade memiliki tips yang sebaiknya dikuasai: Berdiri tegak, luruskan bahu dan bicara dengan nada jelas dan tegas. Perundung biasanya pintar mencium rasa takut dan gugup dan pintar mengeksploitasinya—jadi usahakan untuk terlihat percaya diri meskipun di dalam hati kamu mau pingsan!

Jika isu ini tidak bisa diselesaikan secara informal, bicaralah dengan HRD; akan membantu jika kamu mengumpulkan data-data, menuliskan semua kejadian dengan detail sebagai barang bukti.