Apakah Para Ayah Juga Mengalami Postpartum Depression?

Apakah Para Ayah Juga Mengalami Postpartum Depression?
ISTOCK

Atau hanya terjadi pada ibu?

Bisakah laki-laki mengalami postpartum depression? Hasil dari berbagai penelitian beberapa tahun belakangan ini memperlihatkan bahwa seseorang tidak perlu melahirkan untuk mengalami postpartum depression. Seperti yang lansir di New York Times,  dibandingkan dengan 12% ibu baru kondisi ini juga bisa terjadi pada tujuh sampai 10 persen ayah baru. Ayah yang mengalami ini akan cenderung memukul anak mereka dan kecil kemungkinan membacakan cerita kepada si anak. 

Baru-baru ini sebuah studi dari University of Southern California (U.S.C) menemukan kaitan antara depresi dan penurunan level testosteron pada diri para ayah baru—dan fakta inilah yang semakin memperkuat argumen bahwa postpartum depression tidak hanya terjadi pada perempuan saja. Studi ini juga menemukan meskipun level testosteron yang tinggi membantu para ayah dari depresi, hormon ini meningkatkan resiko depresi pada ibu-ibu baru.

"Kita tahu bahwa laki-laki mengalami postpartum depression, dan kita tahu bahwa testosteron menurun pada ayah baru, tapi kita tahu apa penyebabnya," kata Darby Saxbe, seorang profesor psikologi di U.S.C dan penulis dari penelitian tersebut, kepada New York Times. "Seringkali dikatakan bahwa hormon mendasari terjadinya postpartum depression pada beberapa ibu, tapi sangat sedikit yang yang memperhatikan para ayah. Kita sedang berusaha untuk memecahkan misteri ini." 

Ide bahwa tidak hanya ibu yang melahirkan yang mengalami postpartum depression bukanlah sesuatu yang baru. Penelitian lain memperlihatkan bahwa ayah dan ibu yang mengadopsi anak juga memperlihatkan gejala yang sama. 

Dalam lima tahun terakhir, beberapa studi memperlihatkan kaitan antara postpartum depression dan fluktuasi hormonal yang umum dialami perempuan setelah melahirkan. Hal inilah yang membuat beberapa ahli percaya bahwa diagnosis yang sama bisa terjadi pada para ayah. 

Namun, beberapa ahli kesehatan mental ragu apakah hal yang dialami oleh para ayah benar-benar bisa disebut postpartum depression.

"Tidak diragukan lagi bahwa waktu perinatal merupakan salah satu yang terberat untuk pria dan wanita," kata Dr. Samantha Meltzer-Brody, kepada New York Times. "Namun, proses melahirkan dan jungkir balik hormonal yang dialami wanita merupakan sesuatu hal yang sangat berbeda." Menurutnya, perbandingan depresi antara ayah dan ibu ibarat "apel dan orange." 

Will Courtenay, seorang psikolog dan penulis, mengatakan: "Yang menjadi perhatian saya adalah anggapan bahwa laki-laki tidak mengalami perubahan hormon seperti wanita. Tidak hanya testoren yang naik-turun pada para ayah baru, tapi juga hormon-hormon lain yang kita tahu memiliki asosiasi dengan proses kelahiran pada wanita, termasuk estradiol dan prolactin."

Seperti kita tahu, stigma sosial—"ah itu, cuma perasaan kamu saja," atau "ibu macam apa kamu"—yang dialami oleh perempuan yang menderita postpartum depression menjadi salah satu penyebab mereka enggan berterus terang. Hal yang sama juga dirasakan oleh laki-laki yang kemungkinan mengalami postpartum depression sehingga akhirnya tutup mulut dan menyembunyikan kondisi mereka. Atau mengutip kata Dr. Courteny bahwa ada mitos bahwa "laki-laki tidak mengalami depresi, dan jika mengalaminya, harusnya tidak diekspresikan."

Meski ada dua pihak dalam hal ini, kedua sisi setuju bahwa masih terlalu sedikit penelitian dan diskusi yang dilakukan atas peran pria dalam diskusi postpartum discussion