Bergosip Punya Manfaat? Ini Dia Penjelasan Menurut Psikolog

Bergosip Punya Manfaat? Ini Dia Penjelasan Menurut Psikolog
ISTOCK

Buat kamu yang suka bergosip, dan bertanya apakah hal itu punya manfaat? Simak penjelasannya dari ahli psikolog berikut ini

Ah, bergosip—sungguh menyenangkan. Entah kenapa. Level menyenangkannya berada di antara makan mi instan dan diberikan kenaikan gaji. 

“Bergosip memang sudah menjadi hal yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, tapi bukan berarti hal tersebut harus dilakukan," ujar Marcelina Melisa, S. Psi, M. Psi, Psikolog., seorang psikologis klinis dari Tiga Generasi dan Brawijaya Clinic dan Mutiara Edu Sensory

Namun, terus terang susah untuk mengatakan 'tidak'. "Jika kita merupakan tipe orang yang tidak suka mencampuri urusan orang lain (dan biasanya tidak suka jika urusan pribadi juga dicampuri oleh orang lain), maka kita dapat menolak secara halus saat ada teman yang mengajak bergosip," kata Marcelina. Ia menambahkan, "jadi, gosip itu emang akarnya rasa ingin tahu seseorang dan itu wajar. Karena manusia diciptakan untuk melengkapi informasi yang belum lengkap dan belum diketahui. Tapi efeknya bisa positif atau negatif.”

Akarnya adalah rasa ingin tahu. Seandainya kita memiliki rasa ingin tahu setaraf Albert Enstein, itukah yang menyebabkan kita suka membicarakan orang lain? 

“Saat kita membicarakan hal yang baik mengenai seseorang, tentunya kita bermaksud untuk mengapresiasi, mengekspresikan rasa kagum, menjadikan peristiwa yang dilalui seseorang sebagai pelajaran atau pengalaman, atau ingin mencontoh orang tersebut. Namun, saat kita membicarakan hal yang negatif mengenai seseorang, biasanya kita membutuhkan sosok orang yang ‘lebih rendah’ dari kita untuk merasa lebih percaya diri,” ujarnya.

Oopss... entah kenapa agak tertohok mendengar penjelasan terakhir. Namun, benarkah tidak ada manfaat dari bergosip?

“Tentunya kita akan mendapatkan informasi terkini dan merasa dilibatkan dalam interaksi di lingkungan tempat kita berada," ungkap Marcelina, mencoba memberikan perspektif positif tentang bergosip. Namun, "sebaiknya kita juga membatasi sampai di mana keterlibatan kita dalam interaksi tersebut. Misalnya, mendengarkan apa yang diceritakan orang lain, tapi tidak menyebarkan berita yang kita belum tahu kebenarannya,” tegasnya.

Intinya, manfaatnya sangat minim, sementara dampak negatifnya sebesar dan sedahsyat amukan gunung berapi. Gosip, hoax, berita palsu bisa membahayakan hidup orang lain dan si penyebar. 

Menurut Marcelina, kamu dan saya harus berhenti bergosip ketika: 

  1. Sudah menjadi kebiasaan dan kita merasa ada hal yang hilang ketika tidak bergosip.

  2. Membuang banyak waktu dan menjadi kurang produktif dengan hal yang seharusnya dapat kita kerjakan. 

  3. Sering membicarakan hal yang negatif mengenai orang lain, tapi menjadi tidak sadar akan diiri kita yang juga masih memiliki banyak kekurangan.

  4. Mendapatkan masalah saat kita menyebarkan berita tentang orang lain, terutama berita yang tidak benar. 

Hmm, tapi realitanya susah sekali menghentikannya. Gosip itu adiktif. Jangan putus asa dulu, Marcelina memberikan beberapa cara agar kamu berhenti atau mengurangi bergosip, antara lain:

  • Tanamkan pemikiran bahwa bukanlah hal yang nyaman jika urusan pribadi kita dibahas oleh orang lain, terutama orang yang tidak terlalu mengenal diri kita. "Oleh karena itu, sebaiknya kita tidak melakukan hal yang membuat kita tidak nyaman pada orang lain."