Cerita 2 Suami Media Influencer: Di Balik Foto-Foto Instagram di Akun Istri

Work
Cerita 2 Suami Media Influencer: Di Balik Foto-Foto Instagram di Akun Istri - 0

#instagramshusband. Kemungkinan kamu kenal dua pasangan ini, entah dari media sosial atau cerita teman.

Kemungkinan besar pula, lebih sering membaca postingan sang istri di media sosial tentang kehidupan berkeluarga dan pribadi. Tentang anak yang baru lahir, susu yang di-endorse, lipstik yang dikirim oleh klien, atau susahnya menyeimbangkan antara karir dan kehidupan berkeluarga. Namun kali ini Woop ingin bertanya kepada: para suami—individu yang adalah salah satu sosok di balik hampir setiap foto yang diposting di akun media sosial mereka. Bagaimana perasaan mereka saat menjadi bagian dari foto-foto tersebut, serta pendapat mereka tentang profesi istri sebagai social media influncer. 

TANYA LARASATI DAN PANDU WINATA

"Hah, kok segini besar," celetuk Pandu Winata, membelalakkan mata ke telapak tangannya. Terbahak seraya menggeleng-gelengkan kepala, "wah, ini mah nggak becanda!" katanya lagi sambil tertawa dan melirik istrinya, Tanya Larasati. Yang dilirik, tersenyum-senyum simpul, dengan ekspresi seakan-akan: 'lihat 'kan? Aku bilang juga apa?'

Itu adalah respon Pandu ketika pertama kali melihat dengan serius pendapatan istrinya, sebagai pengusaha dari bisnis pribadinya, Pop Your Heart plus aktivitasnya sebagai social influencer di bawah akun Instagram @tanyalarasati. "Maksudnya dengan bisnisnya itu, ditambah dengan influencing, dia dua bulan bisa kayak penghasilan saya setahun!" jelasnya tanpa bisa menahan tawa. Padahal, waktu itu pun Pandu sedang menjabat sebuah posisi penting di sebuah bank nasional. Dan per November tahun lalu, Pandu memutuskan untuk pensiun dini dari dunia perbankan, memulai usaha sendiri ("desain dan bangun rumah, semacam kontraktor," jelas Pandu), tapi yang paling utama adalah menjadi "penasihat keuangan dan pengawas bisnis keuangan Pop Your Heart juga," ujarnya. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu alasan Pandu untuk memilih "lebih" melibatkan diri dengan karir Tanya adalah karena dampak dan hasilnya yang serius tadi, tapi sinyal kuningnya adalah tingkat pengenalan putra pertamanya, Sadajiwa Panduwinata (2 tahun) dengan dirinya. Cerita klasik para orangtua yang bekerja: anak kurang mengenali orangtua karena memiliki waktu produktif dan bangun yang berbeda. 

"Tetap kenal, sih," ujar Tanya. "Kenal, sih," sambung Pandu. "Tapi waktunya itu banyak terbuang karena saat saya berangkat kantor, dia belum bangun. Saat saya pulang, dia mau tidur, mood-nya nggak ketemu," keluhnya dengan serius. Menganggap kondisi tersebut sebuah hal serius dan membutuhkan tindakan ASAP,  Tanya dan Pandu sadar harus melakukan sesuatu. Pasalnya, "pengalaman saya dengan almarhum Papa saya begitu, kita jarang ketemu. Makanya, saya nggak mau melakukan hal yang sama dengan Sada. Makanya yah udahlah, mundur saja," tutur Pandu. 

Subjek yang sedang menjadi topik pembicaraan, Sadawijaya, duduk di antara ayah dan ibunya, di sebuah restoran di pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Sambil mengunyah kentang goreng dan bermain dengan sebuah gadget dengan ekspresi serius. "Sekarang anak saya sudah lebih mau sama saya, daripada ibunya! Cieee, bangga! Hahaha" katanya, tidak menutup-nutupi rasa bangganya. "Ternyata memilih menjadi pengusaha, bukan karyawan, membuat waktu saya untuk dia dan keluarga jauh lebih banyak."

"Dan aku sebenarnya juga seperti itu, aku ditinggal ayahku dari kecil, seumur Sada ini, dua tahun," ujar Tanya sambil memainkan stroller di sampingnya di mana anak kedua mereka, Svara Senja Panduwinata (4 bulan), sedang berbaring. "Ibaratnya aku nggak tahu sosok seorang bapak itu seperti apa, sih. Even perasaan digendong sama bapak aja, aku nggak tahu. Bagaimana berhadapan dengan seorang ayah, cara berbicara, aku aja nggak tahu. No idea," tuturnya lirih. "Karena sama sekali nggak ingat sedikit pun. Masih kecil. Jadi, sekarang, now I know gimana seorang bapak yang menyayangi anaknya, seperti apa, bagaimana bapak berkomunikasi dengan anaknya. 'Oh, ternyata seorang bapak itu begitu yah saat memarahi anaknya.'"

Merenung sebentar, "jadi, apa ya, hmm... menurut aku ini memang adalah masanya anak membutuhkan banyak waktu dengan bapaknya. Mereka masih sangat kecil, belum sekolah, butuh banget kasih sayang, butuh dikasih tahu. Bisa dibilang sih, dengan Pandu merelakan jabatannya, dan sekarang dia menjadi Instagram’s Husband, yah... menurut aku sih, itu sangat membanggakan karena dia bisa membuat keputusan seperti itu," tutur Tanya dengan serius. 

Sebagai informasi, Instagram's Husband adalah sebuah istilah yang terkenal tahun lalu berkat sebuah video satir di media sosial yang memprofilkan para laki-laki yang mengambil foto istri atau pacar mereka untuk Instagram. Intinya, sebenarnya istilah ini mengacu kepada siapa pun yang menjepret foto-foto untuk akun Instagram orang lain, sehingga orang tersebut tidak perlu repot berjibaku dengan selfie sticks atau hanya memiliki satu pose: close-up selfies. Bayangkan, betapa mengerikan jika ratusan (bahkan ribuan) foto di Instagrammu hanya memperlihatkan hidung, mata, dan pori-pori kulit. 

"Saya sih, nggak masalah sama istilah itu," aku Pandu sambil menyantap pesanannya, English Breakfast. "Banyak orang tahunya bahwa saya manajernya Anya, justru nggaklah," tepisnya. "Justru saya megang Anya ini karena hobi, karena saya hobi ngomong—saya memang doyan ngomong," tambahnya cepat sambil tersenyum lebar. "Jadi ini menurut saya ini lebih ke hobi, bukan ke karir. Plus, dengan begini saya tahu istri saya kemana, ngapain, jadwalnya tahu. Kalau karir, saya lebih ke pekerjaan yang sekarang," tegasnya, menerangkan tentang profesi barunya sebagai kontraktor rumah. 

Dan bagusnya: Pandu pernah menimba ilmu di sekolah fotografi, sementara Tanya suka fotografi, sehingga tidak ada masalah tentang estetika seputar pengambilan foto. Namun, tetap saja: "kita tuh, palingan adu argumen karena saya maunya fotonya begini, sementara dia maunya begitu," ujar Pandu, lalu melirik Tanya. "Namun, life is process yah, apa yang saya lihat dengan dia lihat pasti beda."

Tidak hanya soal foto, mereka berdua ini juga sering adu argumen soal deal. "Dia nanya, kenapa nggak deal sekian?' Lalu saya terangkan, 'kalau dengan deal sekian, kamu bisa dapat sekian.'" Tambahnya dengan santai dan ringan, "yah memang kadang-kadang suka berantemlah, nggak usah di pekerjaan, di rumah tangga juga itu pasti banyak banget. Perbedaan pendapat gitu. Biasalah," katanya sambil menipiskan tangan. 

Di media sosial, para influencer biasanya berpose bahagia, tersenyum dengan keluarganya, atau seksi dengan pasangannya. Pada awalnya, Pandu mengakui bahwa agak "risih difoto," ujarnya sambil menyengir. Namun, karena Tanya termasuk dalam kategori social influencer dalam hal parenting, "mau nggak mau aku sadar akan sering kena, nih. Hahaha." Berdeham sebentar, "Dan sekarang sih, aku udah lebih biasa. Dulu, kalau misalnya diminta 'ayo foto', aku 'aduh malas banget,'" sambil menutup wajah dengan kedua tangan. "Kalau sekarang sih, ayolah!" tuturnya, sumringah.

Salah satu yang sering dilakukan oleh para selebgram, influencer dan mereka yang berprofesi aktif di media sosial: bercerita, mulai dari yang general sampai yang bersifat personal. "Kalau dia memposting sesuatu, aku beberapa kali sih, bilang, 'kenapa sih, 'kan aku malu?'" kenangnya. "Soalnya, waktu itu aku masih kerja di bank, dan banyak banget yang follow dia di kantor. Bahkan sampai bosku tahu hal-hal yang privacy, dan aku kayak  'aduh, gue nggak bisa bohong nih', hahaha," cerocosnya seraya terbahak. "Iya, misalkan, waktu itu aku harus ambil cuti karena harus ikut ke Bali, dan bos aku nggak tahu, aku belum bilang dia. Tapi dia sudah ngeliat Instagram, dan Anya posting kalau kita lagi di Bali—goooong," katanya sambil ternganga, kehilangan kata. "Jadi, yah sudahlah, hahaha," katanya pasrah dengan nada geli. 

"Dia akan bilang, ‘kenapa sih, 'kan nggak semua harus lo share, 'kan?’" Tanya menanggapi. Terkekeh geli, Tanya yang mulai aktif di Instagram sejak 2013 lalu menjelaskan bahwa selama ini apa yang dibagikannya di media sosial adalah murni karena ingin berbagi. "Gimana yah, supaya orang lain tahu aja, kalau misalnya ada gue juga lho, yang seperti itu, yang mengalami kesusahan yang sama seperti mereka. Pengen sharing ilmu, sharing kesusahan bekerja sambil ngurus anak," tuturnya. "Bukan yang aneh-aneh, atau yang menjelekkan satu sama lain sih," sambung Pandu. "Karena itu sama saja pembunuhan karakter sendiri," ujarnya, tegas. 

"Sekarang kita sudah sama-sama tahu, mana yang harus di-publish, diposting, atau nggak," tambah Tanya.

Memiliki follower lebih dari 80 ribu di Instagram, membuat Tanya menjadi salah satu influencer parenting yang terkenal di dunia digital—dan dikenal di dunia non-digital. "Sebenarnya sih, pas awal-awal agak risih," aku Pandu dengan nada santai. "Apalagi waktu saya masih di bank, hari Sabtu dan Minggu itu terlalu berharga jadi mendingan kalau bisa sama sekali nggak megang handphone. Cuma kadang-kadang, pas lagi pergi, event, atau lagi seru-seruan sama keluarga, terus tiba-tiba ada yang bilang: 'kak Tanya, boleh foto, dong?'—awal-awal agak terganggu," ungkapnya. "Kalau sekarang sih, dengan posisi sekarang jauh lebih menyenangkan. Apalagi kerjaan kita berdua dibawa fun! Jadi, misalkan pun dikategorikan sebagai Instagram’s Husband sih, I dont mind—saya nggak masalah, sih," tegasnya. 

Dari sekian banyak hal yang dibagikan keluarga yang seringkali memasang tagar #ceritapandawa ini, Pandu dan Tanya sepakat bahwa ada beberapa pose yang dianggap selamanya akan menjadi ranah pribadi. "Mungkin kalau bagi influencer lain, ini bukan masalah, tapi bagi saya," katanya penuh penekanan, "foto anak kecil saat mandi, saya nggak mau. Soalnya, kejahatan terhadap anak kecil marak banget akhir-akhir ini dan saya sangat tidak suka kalau ada orang yang memasang foto Sada sebagai foto profil-nya tanpa seijin saya, kita berdua," paparnya. "Boleh saja, asal minta ijin dan tujuannya jelas," tegasnya. 

Lalu, apakah Pandu sendiri tidak tertarik menjadi influencer? 

Tanya tertawa, "ada lho, yang pernah nanyain rate card, Pandu," bocornya.

"Nggaklah," jawab Pandu dengan tegas. "Saya di balik layar sajalah, biarin Anya aja. " tekannya lagi. Berdeham kecil beberapa kali, "saya bangga sama dia. Bangga banget," katanya dan tiba-tiba melirik Tanya, lalu berkata "cieee.... kok muka kamu merah, sih?" dengan jahil. "Baru pertama kali ya, dengar ini?" ujarnya lagi-lagi menggoda istrinya. "Karena apa? Soalnya waktu di bank misalnya, pas lagi meeting di kantor pusat, karyawan di tempat lain kenal sama istrinya. Senang dan bangga dan saya tahu kalau dia berada di jalur yang tepat," tegasnya. Tanya, yang menjadi subjek pembicaraan, menundukkan kepala, ekspresinya seperti mengatakan, 'ah, pura-pura nggak dengar, ah.' 

SABAI DIETER MORSCHECK DAN RINGGO AGUS RAHMAN 

Terus terang, saya agak terkejut saat bertemu Sabai Dieter Morscheck di sebuah kafe di pusat perbelanjaan di Jakarta. Penyebab utama: tidak ada satu titik makeup pun di wajahnya. Bicara tentang tren #makeupnomakeup, Sabai adalah perwujudan originalnya. Sempat khawatir bahwa dia tidak mendapatkan memo bahwa wawancara ini akan disertai dengan pengambilan foto. Namun ternyata, "dia ini santai banget, lihat, lihat," kata Ringgo Agus Rahman sambil menyentuh wajah istrinya, "nggak pake makeup. Ini tuh, terjadi setiap hari," tegas Ringgo. 

"Yah begini ini, jadi mau mandi atau nggak, yah begini aja. Kalau bukan endorsement makeup, nggak makeup. Biasanya cuma kaosan di rumah, rambut diuntel-untel," tambah Sabai dengan cuek. 

"Gue memang dari dulu pengen dapat istri santai, cuek aja." imbuh Ringgo dengan nada bersyukur karena mendapatkan pasangan idealnya. 

"Yah itu, maksud gue, kadang-kadang inilah yang pengen kita bilang sama klien, ‘hi, client, lo 'kan masuk ke IG kita, lo lihat 'kan kita kayak apa. Alangkah baiknya disesuaikan,'" ujarnya Ringgo dengan nada manis. Dengan serius dia menambahkan, "karena ini 'kan bukan sesuatu yang bisa di-template. Setiap orang berbeda," tuturnya. Dan sejauh? "Untungnya mereka oke-oke aja," jawabnya. 

"Tapi tetap ada kok yang bilang, ‘rambutnya boleh nggak lebih rapi,'" cerita Sabai dengan santai. "Eh, itu maksudnya aku, ya?" tanya Ringgo kepada istrinya. "Kita berdua," jawab Sabai dengan ringan. Keduanya terbahak. "Yah, akhirnya foto lagi, sih. Nggak papa, sih,'" tukas Ringgo, pasrah. 

Menurut Ringgo dan Sabai, menjadi social media influencer seperti sekarang ini bukanlah sesuatu yang direncanakan. Tidak sengaja. "Nggak pernah tuh, dari awal dia bilang, 'aku mau jadi influencer’!'" tutur Ringgo dengan intonasi ala pemimpin demo. "Bahkan dari awal dia bilang, 'gue nggak mau ngapa-ngapain. Cuma mau jadi ibu rumah tangga,'" terang Ringgo disambut anggukan antuasias dari Sabai. "Yah, karena dia maunya begitu..."

"Aku maunya suami yang kerja," potong Sabai dengan cepat, menyengir lebar. "Yah, nggak papa," respon Ringgo. "Menurut gue apa pun yang lo mau, apa pun yang membuat lo nyaman, akan gue support," tuturnya sambil melirik Sabai. 

Cerita punya cerita, Ringgo mengaku bahwa saat masih kecil keluarganya tidak memiliki foto album. Sesuatu yang bisa dilihat dan disentuh saat ingin mengenang masa lalu. Belajar dari pengalaman tersebut, Ringgo memutuskan untuk menggunakan Instagram sebagai 'album foto digital keluarga'. "Sesuatu yang gue dan anak gue bisa lihat nanti saat mereka sudah gede," terangnya. 

Sabai pun lalu sering memposting foto-foto tersebut, foto-foto keluarga dengan dandanan ala kadarnya, bahkan seringkali hanya memakai celana dalam. "Malas gila kalau harus ambil celana dalam untuk postingan doang," kata Ringgo. "Sisiran cuma buat postingan, ya elaaah," ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau ada klien ke rumah juga, gue sering koloran juga, sih. Tapi karena di rumah ya, jadi gue bisa lebih bebas," katanya. "Dan aku pake BH," celutuk Sabai. "Setelah mereka pergi, wuaah," katanya sambil memperagakan gerakan melepas bra, lalu memasang wajah seperti narapinada yang keluar dari penjara. 

Juga foto-foto bersama anak pertama mereka, Bjorka (2 tahun 4 bulan). Foto-foto liburan. "Kebanyakan duit hasil kerjaan, atau kita pakai buat liburan. Tidak seglamour yang orang pikir, kita selalu naik kelas ekonomi kok! Cari gratisan dan beli tiket pas lagi ada travel fair! Nginep di Air B&B, dan makan di restoran satu kali. Selebihnya, masak sendiri atau makan roti di pinggir jalan," terang Ringgo. Dan foto-foto sehari-hari dengan tagar favorit #terserahBjorka (untuk Sabai) dan #tiraniistri (untuk Ringgo). Lalu? "Tanpa disangka saat dia masukin ke Instagram, kok tiba-tiba ada yang berminat, ya? Hasilnya lumayan, ya?" ujar Ringgo dengan suara takjub. "Dan dia bisa melakukannya dari rumah, nggak ninggalin Bjorka juga! Gue happy," ungkap Ringgo sambil mengangkat kedua tangannya, sumringah. 

"Malah, sekarang cita-cita gue adalah dia yang kerja," kata Ringgo sambil melirik istrinya. "Gue nggak mau ngapa-ngapain. Gue yang di rumah," tegasnya. "Setiap kali istri gue dapat transferan, gue langsung sayang gitu lho, dengan istri gue," ujarnya melirik istir dan mengacak rambutnya. "Gue nggak tahu tuh, timbulnya gimana. Gue nggak pernah dari pacaran ngomong sayang sama dia, karena geli abis! Kayak sayang, kangen, ih...." tuturnya dengan ekspresi merinding, seperti melihat kecoa di nasi goreng. "Dengar orang lain, ngomong ‘I love you’ ke pasangannya, what the...! Malas gila," katanya dengan geli. 

Jika ada yang bilang bahwa sayang karena duit? 

"Nggak papa, caci maki saja," jawab Ringgo pasrah sambil menatap istrinya yang sedang terbahak. "Nggak papa deh, gue dibilang nggak bermartabat, nggak papa. Gue bisa handle itu. Haha," ujarnya menirukan tawa Hulk (seandainya Hulk pernah tertawa). "Yeeaaay!" tambahnya, sambil mengangkat tangan, super duper antusias. 

Dengan serius, "kalau dapat transferan itu, tiba-tiba kata ‘sayang’ itu gampang terucap gitu, lho," ujarnya. Terucap di bibir, tapi kemungkinan besar hal ini tidak akan terbaca dalam berupa tagar seperti #iloveyou atau #icantlivewithyou, atau #mrrahmanandmrsrahman di akun Instagram keduanya. "A***ng!" katanya sambil menipis tangan seperti sedang kejatuhan ulat bulu. "Geli," ujarnya sambil menggigil. "Tapi orang sih, beda-beda ya," akunya.

"Gue bahagia dan bangga!" lanjutnya, "Gila ya ternyata istri gue yang tadinya gue berpikir nggak akan bekerja, tapi begitu dia bekerja, ternyata pekerjaannya dia enak dan nyaman bagi kita berdua," ujarnya serius. 

Pernahkah dicaci maki?

"Nggak, sih," jawab Ringgo. "Nggak pernah," ulangnya dengan serius. "Tapi katanyaaa," dengan penuh penekanan, "kalau istri lo yang bekerja tapi lo nggak ngapa-ngapain, lo bisa dicaci maki. Bisa diomongin. Nggak papa," katanya sambil mengibaskan kedua tangannya di depan dengan dengan kencang. Cita-cita memang adalah: gue santai, dia yang repot! Hahaha," katanya, kembali tertawa ala Hulk. "Tapi," lanjutnya, "nggak papa, nggak masalah bagi gue. Kalau pun dibilang nggak bermartabat, bodoh amat," katanya sambil memejamkan mata persis seperti orang yang habis makan dan kenyang dengan puas. 

Melihat Ringgo yang sangat bersemangat, Sabai tertawa lebar. 

Rela hanya dia yang bekerja?

"Rela," jawab Ringgo dengan semangat. "Nggak papa kok, di keluarga ini, kepala keluarganya memang dia," ujarnya sambil menunjuk istrinya dengan ekspresi bangga. "Ingat ya, catat," tambahnya sambil mendekatkan diri ke arah mesin perekam wawancara ini. 

"Kalau istrinya bekerja, dia happy," imbuh Sabai terkekeh. 

Mendadak melo dan serius, Ringgo berujar: "karena dulu gelar kepala keluarga itu yang membuat gue nikahnya lama. Mikirnya panjang karena tanggung jawabnya berat; akhirnya itu yang bikin gue nggak nikah-nikah. Tapi pas ternyata nikah, ‘ah nggak ah, gampang-gampang aja’. Hahaha!" 

Sebuah kejujuran lagi: "Gue pemalas!" celetuk Ringgo dengan nada tinggi, tanpa malu-malu. "Gue pemalas," ulangnya. "Pemalas parah," dengan nada miris. Menggelengkan kepala, lalu tertawa histeris. 

"Asli, asli," Sabai mengiyakan sambil menganggukkan kepala. "Karena aku pun nggak punya cita-cita bekerja," akunya dengan santai. "Aku juga pemalas," klaimnya melirik suaminya dengan pandangan 'tahu-sama-tahu'. "Makanya tadinya," katanya menekankan, "aku pengen nikah, hamil, punya anak, dan ok ah, aku nggak mau kerja. Aku mau ngurus anak aja—biar suami yang kerja. Tadinya gue mikir gitu. Tapi ternyata begini ceritanya—yah, nggak papa, selama kita masih menikmati dan masih bisa selalu dengan Bjorka," ujarnya. 

Keduanya serentak melirik Bjorka yang sedang menikmati es krim di seberang meja dengan pengasuhnya. 

"Pokoknya selama dia masih melakukan yang dia suka, nggak papa," tekan Ringgo. Dan jika Bjorka ikut terlibat dalam postingan itu pun, Ringgo dan Sabai tidak keberatan. Asal, "tidak merepotkan mereka berdua," imbuh Ringgo. 

Beberapa waktu yang lalu, Sabai dan Bjorka harus syuting singkat (delapan jam) untuk sebuah produk, Ringgo merasa agak merasa bersalah. "Karena gue merasa ‘ini 'kan, seharusnya tugas gue sebagai kepala keluarga,'" tuturnya dengan nada miris. "Makanya, gue harus memastikan bahwa mereka berdua itu baik-baik saja. Tanpa keluhan. Tetap senang menjalaninya. Dari yang kemarin yang gue lihat sih, dia senang-senang aja, dia nggak papa."

Sabai satu suara, "aku juga deg-degan sih, sebenarnya, karena bawa anak gitu. Syuting, kalau sendiri sih, nggak papa," tutur perempuan yang pernah berakting di beberapa film dan sinetron. Kalau sendiri sih, nggak papa. Untungnya, lingkungannya dan semuanya mendukung banget," tukasnya dengan lega. 

"Pokoknya, prinsipnya jangan sampai anak gue ‘kerja’, tapi harus sambil main,'" tambah Ringgo.

Apakah keduanya memberitahukan perihal syuting kepada Bjorka sebelum hari-H? 

"Nggak," jawab Ringgo. "Karena anak itu sampai sekarang masih menjadi anak yang nggak nyambung," ujarnya dengan nada datar. "Ngomong apa, nyambungnya dikit. Untuk konteks yang lebih luas, dia kurang paham. Hahaha," ujarnya terbahak.