Dilema Jadi Perempuan

Dilema Jadi Perempuan
ISTOCK/MALCHEV

Jadi perempuan itu menyenangkan, tapi tidak selalu indah.

Tanpa disangka-sangka, sebenarnya ada hal-hal yang membuat hidup kita sebagai perempuan seringkali berujar, "nasib, oh nasib." Ini di antaranya, meski belum semuanya. 

Body-shamingPernah nggak, sih, diomongin sesuatu seperti, “Bukannya gimana, tapi kamu kelihatan gendut lho, kalau pakai bikini. Mending cari yang lebih tertutup, deh.” Nah, itu termasuk body shaming. Kita sebagai perempuan sebenarnya memiliki hak untuk memakai pakaian sesuai dengan keinginan selama tidak melanggar norma sosial, regardless of our body shape and size. Atau, kalau lagi pergi berdua bersama pasangan, terdengar bisik-bisik “Lakinya cakep ih, padahal ceweknya biasa aja. Cantik juga nggak.” Body-shaming, atau kebiasaan mengomentari dengan memberi pandangan negatif pada tubuh seseorang, memang praktek yang masih marak dilakukan, dan sebagian besar dilakukan oleh pada perempuan kepada perempuan. Apalagi di era media sosial! Itu sama sekali tak ada manfaat baiknya--and sometimes, has even nastier effects than outright bullying.So, stop body-shaming!

Double-standardSeringkali, masalah standar ganda ini luput dari perhatian kita. Padahal sebenarnya, masalah ini cukup serius dan hampir seluruh aplikasinya terpusat pada wanita, terutama dalam masalah sosial. Padahal, kejadiannya juga terjadi pada pria. Misalnya, pria digosipkan tidur dengan banyak wanita, dilihat sebagai sex god. Sementara, wanita yang melakukan hal yang sama dikatakan sebagai (maaf) pelacur. Atau, yang sekarang sering terjadi: wanita karir yang sukses dan kaya, pria cenderung kagum tapi enggan untuk mendekati. Ketika pada pria, dia justru digadang-gadang sebagai eligible bachelor yang sudah kaya, karirnya oke pula. Bagi masyarakat, rasanya kita perempuan harus jadi “Wonder Woman” yang tidak pernah mengeluh, jarang menangis, kuat hati dan kuat badan, tapi tetap cantik. Berat ya, tuntutannya…

Street harassment Ini juga masalah yang umum dialami oleh perempuan. Contohnya seperti cat-calling (bersiul, berseru dalam bentuk pujian iseng, atau memberikan gestur bersifat tidak sopan) di tempat umum. Saya sendiri pernah mengalami cat-calling ini  di situasi yang benar-benar improper, ketika sedang menjadi salah seorang bridesmaid yang mendampingi sepupu menuju altar. Sungguh pengalaman yang tidak menyenangkan, dan tentu membuat marah karena sangat melecehkan, baik saya maupun si pengantin. Atau, yang lebih parah lagi, jika sudah menuju hal-hal yang eksplisit. Aktris Hannah Al-Rashid pernah bercerita, bahwa dia dilecehkan secara seksual (dengan diremas payudaranya) di salah satu jalan kecil di Jakarta. Pelecehan terhadap perempuan bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan pada siapa saja. Pretty scary, isn’t it?

PMS (Pre-Menstrual Syndrome) Musuh utama perempuan (dan terkadang, pasangan kita) setiap bulannya! Di tanggal-tanggal menuju masa menstruasi, di situlah si PMS beraksi. Mulai dari nafsu makan yang bertambah, mood yang naik turun tak jelas, sampai kondisi badan yang sakit semua. Dan itu semua berulang secara rutin. Duh, kalian laki-laki harus pikir dua kali deh, jika ingin jadi perempuan!