Ini Bisa Jadi Penyebab Media Sosial Sangat Adiktif

Ini Bisa Jadi Penyebab Media Sosial Sangat Adiktif
ISTOCK

Kata kuncinya: regular dan logo. 

Siapa yang pernah melakukan ini: awalnya berniat untuk mengecek mobile banking, tapi malah berakhir di sumur hitam tak berdasar bernama Facebook? Yes, we have all been there (including you). Tidak ada yang benar-benar “suci” dalam hal ini dan ini sama sekali bukan akhir dunia. Namun, sebenarnya apa yang membuat kita bertingkah laku seperti ini?

Sebuah penelitian terbaru sepertinya bisa memberikan sedikit pencerahan di balik kebiasaan yang terjadi pada banyak orang ini. Untuk para pengguna media sosial regular, bentuk visual seperti logo Facebook diasosiasikan dengan respon-respon “hedonik” yang membuat aplikasi sejenis ini menjadi sulit untuk diabaikan begitu saja.

Studi ini, yang diterbitkan di jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Society Networking, sebenarnya tidak memperhatikan perilaku orang di situs-situs media sosial—hanya memperlihatkan sebuah relasi, bukan sebab-akibat, antara tanda/ logo media sosial dan reaksi emosional. Namun penemuannya bisa membantu menjelaskan mengapa banyak orang lebih tertarik dengan situs-situs seperti Facebook daripada situs lainnya.

Untuk menginvestigasi pertanyaan ini, para peneliti di Belanda dan Michigan State University bertanya kepada para peserta untuk menilai beberapa imej, baik yang enak dilihat maupun yang tidak, setelah diperlihatkan logo Facebook atau imej netral lainnya (misalnya gambar stapler). Para peneliti berharap bahwa orang-orang yang sering menggunakan media sosial akan bereaksi lebih positif terhadap gambar-gambar yang dilihat setelah logo Facebook dibandingkan dengan mereka yang lebih pasif di media sosial—dan harapan itu terkabul.

Mereka juga mengukur “rasa lapar” para peserta terhadap Facebook, dengan bertanya seberapa besar keinginan mereka menggunakan situs tersebut dan apakah mereka berencana untuk langsung membukanya setelah eksperimen ini berakhir. Tidak mengejutkan, orang yang lebih aktif di media sosial memiliki rasa lapar yang lebih besar, dan level respon positif mereka terhadap logo Facebook sepertinya berhubungan dengan beberapa perasaan (tapi tidak semuanya) yang dialami peserta.   

“Semakin sering menggunakan Facebook, respon hedonik terhadap logo-logo tersebut akan semakin terbangun,” kataAllison Eden, Ph.D, seorang asisten profesor komunikasi di Michigan State. “Kita log in ke Facebook, dan merasa senang, deg-degan karena akan mengecek status terbaru teman, dan hal tersebut menghasilkan sebuah asosiasi positif. Dan semakin sering kita melakukan, semakin kuat asosiasinya.”

Namun, jika tidak terlalu sering mengeceknya, tarikannya tidak akan sekuat itu—sebaliknya apabila sudah terbiasa, akan terasa seperti sebuah kecanduan.

Dalam sebuah siaran pers dari penerbit jurnal tersebut, Brenda K. Widerhold, Ph.D (editor-in-chief), bahkan menyamakan hal ini dengan craving kita terhadap coklat atau nikotin.

Eden sendiri mengatakan dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi relasi antara logo Facebook dengan respon hedonik, dan untuk menentukan apakah respon-respon tersebut benar-benar mempengaruhi tingkah laku media sosial. Namun berdasarkan penelitiannya dan studi yang lain, dia memiliki saran sederhana untuk mereka yang ingin menghabiskan lebih sedikit waktu hilir-mudik di media sosial. 

“Salah satu caranya adalah dengan menyembunyikan app link dari handphone,” katanya. Cobalah untuk memasukkannya ke dalam subfolder, bukan home screen