Minim Siswa Wanita, Ketimpangan Gender Masih Terjadi di Perguruan Tinggi Jepang

Ketimpangan Gender Masih Terjadi di Perguruan Tinggi Jepang
Mahasiswa Perempuan Jepang

Diskriminasi gender nyatanya masih terjadi di negara maju seperti Jepang, karena hanya sedikit perempuan yang pergi berkuliah.

Satomi Hayashi merupakan perempuan yang gemar belajar dan unggul dalam bidang akademis. Maka dari itu, wajar jika dirinya mengikuti jejak sang ayah untuk masuk ke Universitas Tokyo, perguruan tinggi paling bergengsi di Jepang.

Namun sayangnya saat ia resmi diterima, teman-temannya mengatakan bahwa masuk ke Todai (sebutan populer Universitas Tokyo), bisa merusak prospek pernikahannya nanti.

Stereotip penuh patriarki itu, menyebutkan bahwa laki-laki akan merasa terintimidasi oleh perempuan yang memegang ijazah dari Todai. Beruntungnya, peringatan tersebut tak menghentikan Hayashi untuk melanjutkan pendidikannya.

Mahasiswa Perempuan Jepang (ilustrasi)
Mahasiswa Perempuan Jepang (ilustrasi)

Namun dibalik itu, Hayashi masih terus bertanya-tanya apakah perempuan lain masih mengkhawatirkan rumor tersebut. Karena saat tiga tahun lalu tiba di Todai, hanya ada satu dari lima mahasiswa perempuan yang masuk ke sana.

Baca juga: Penelitian: Perempuan Gunakan Pakaian Terbuka untuk Naikkan Kelas Sosial

Hal itu sebenarnya tak mengherankan, karena kelangkaan perempuan di Todai adalah produk dari ketidaksetaraan gender yang mendalam di Jepang. Di mana perempuan masih tidak diharapkan untuk mencapai pendidikan tinggi sebanyak laki-laki.

Demi mengatasi ketimpangan tersebut, Perdana Menteri Shinzo Abe telah mempromosikan agenda pemberdayaan perempuan. Shinzo sempat membanggakan tingkat partisipasi angkatan kerja Jepang di antara para wanita yang mampu melebihi target.

Mahasiswa perempuan (ilustrasi)
Mahasiswa perempuan (ilustrasi)

Meski begitu, statistik yang disebutkan Shinzo tak begitu berarti, karena faktanya hanya sedikit perempuan yang berhasil mencapai kedudukan eksekutif di perusahaan atau pemerintahan.

Selama hampir dua dekade, pendaftaran perempuan di Universitas Tokyo mencapai angka 20%, angka penuh ketimpangan yang meluas ke banyak perguruan tinggi ternama di Jepang. Di antara tujuh lembaga nasional, hanya ada seperempat dari total sarjana yang merupakan perempuan.

Jika melihat fenomena tersebut, Jepang seharusnya mulai menerapkan aturan yang bisa membantu para perempuan mendapatkan pendidikan dan karir yang layak, seperti halnya para laki-laki. Bagaimana menurutmu?

Selanjutnya: Ketimpangan gender dan diskriminasi masih dirasakan oleh para perempuan di dunia kedokteran. Apa yang menyebabkan itu terjadi?