Menelaah Ujaran Kebencian: Mengapa? Dan Jika Teman dan Pasangan Melakukannya, Harus Bagaimana?

Menelaah Ujaran Kebencian: Mengapa? Dan Jika Teman dan Pasangan Melakukannya, Harus Bagaimana?
ISTOCK

Apa yang dicari saat melakukan hate speech?

Menjadi seseorang yang dipandang sebagai pelopor atau salah satu pencetus suatu pemberitaan, adalah hal yang menyenangkan jika mendapat suatu respon yang memperkuat eksistensi dirinya di dunia media sosial. Maksud awalnya bisa saja, hanya sekedar ingin membagikan sebuah berita yang layak untuk dibagikan karena konten yang bermanfaat atau juga ingin menunjukkan cerminan dirinya sebagai warga net yang aktif dan serba mengetahui sesuatu yang update. Nah, di saat-saat seperti inilah, seringkali berita hoax pun tersebar. Tidak menutup kemungkinan berita yang mengandung ujaran kebencian pun tersebar dengan sangat mudah.

Penulis dapat melihat fenomena ini sebagai peluang baginya menyebarluaskan ide-idenya yang berbeda kepada khalayak ramai. Apalagi, berita yang ia buat merupakan hal baru dan belum pernah ada yang membahas atau bahkan berani membahasnya.

Apakah ini bisa disebut sebuah kecanduan?

Kecanduan adalah ketika seseorang mengkonsumsi atau melakukan sesuatu yang memberikan efek menyenangkan bagi dirinya.

Jika kegiatan menulis dan memposting sesuatu yang menyakitkan ini memberikan kesenangan karena keinginannya untuk mendapat perhatian telah tercapai, maka ia akan melakukannya lagi. Bahkan akan meningkatkan kuantitas tulisan yang belum tentu terjamin kualitasnya.

Ia menjadi lupa akan dampaknya terhadap orang banyak akibat perbuatannya, karena ia berpikir dengan memposting lagi ia akan mendapatkan keuntungan lainnya. Ia akan terjaga dan terus mengawasi pergerakan respon dari warga net terhadap tulisannya. Dengan begitu ia akan menyiapkan bahan untuk pembelaan dirinya ketika terjadi ajang perdebatan.

Situasi tersebut dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menantang dan memicu adrenalin, terutama melatih keberanian dan strategi untuk perlindungan diri hingga rencana penulisan selanjutnya.

Perlu dilihat juga, dasar dari keinginannya untuk memposting untuk apa, memuaskan dahaga akan “perhatian”, atau sekedar ingin mencurahkan isi hati dan pemikirannya (katarsis). Yang haus akan perhatian, akan terus mencoba memposting apapun untuk mendapat perhatian, apapun nanti bentuknya.

Beberapa yang sering melakukan hal ini, sepertinya memiliki  "kehidupan pribadi dan sosial yang normal", punya teman, pekerjaan, istri, anak, keluarga. Terkadang membuat bingung karena sepertinya "kok bisa mereka masih memiliki waktu untuk memposting hal-hal seperti itu?"

Sebenarnya tergantung pada kehidupan pribadi masing masing. Terutama terkait bagaimana ia mengelola waktu, keuangan dan interaksi dengan keluarga ataupun dengan kolega.

Jika belum berkeluarga, ia memiliki waktu personal untuk dirinya sendiri—bahkan sepanjang waktu untuk dirinya sendiri di media sosial. Terutama jika ia merupakan individu yang memiliki kesulitan untuk menjalin hubungan dengan orang lain secara mendalam. Media sosial merupakan sahabat terbaiknya untuk berkeluh kesah, dengan bebas dan terbuka. Belum tentu ia akan mengungkapkan maksud pemikirannya secara bebas jika di depan orang secara langsung. Ia akan menjaga perkataan dan sikapnya. Bahkan ada juga yang untuk menatap mata dengan orang lain secara langsung pun belum tentu berani.

Apabila ia sudah berkeluarga, namun nampak memiliki waktu banyak untuk melakukan kegiatan aktif disosial media, perlu diihat juga, barangkali memang memposting sesuatu di media sosial merupakan pekerjaan baginya. Salah satu kegemarannya menulis, menjadi pekerjaan karena melihat peluang bagus dari kegiatannya ini.

Bisa juga, pihak keluarga sama sekali tidak mengetahui apa yang dilakukan orang ini jika berkaitan dengan media sosial, karena bisa saja ia menggunakan nama samaran untuk menyembunyikan identitas aslinya.

Individu yang dengan berani memposting sesuatu yang menyakitkan dengan nama asli, juga dapat diketahui secara terang-terangan oleh keluarganya. Namun, keluarganya tidak dapat melakukan apa-apa karena bisa saja tidak terlalu paham akan dampak selanjutnya yang diakibatkan oleh postingannya.

Kehidupan pribadi yang normal seperti orang orang pada umumnya, dapat dikatakan juga individu ini mampu melihat norma yang sesuai dengan lingkungan di masyarakat sekitar.