Mery Kasiman: 'Pemalu Memang, Tapi Sudah Ditodong, Yah Mau Nggak Mau Nekat'

Mery Kasiman: Pemalu Memang, Tapi Sudah Ditodong, Yah Mau Nggak Mau Nekat
WOOP.ID

Pianis dan komposer orkestra ini bercerita bagaimana "menyerah" dan mencoba tantangan baru di usia 35 tahun.

"Jadi, itu 'kan karena kita ngajar sekelas berdua, waktu itu muridnya nggak ada yang datang. Yah, kita terlanjur datang, yah mau nggak mau 'kan, di situ," kenang Mery tentang hari bersejarah tersebut. Sebelum hari itu, Mery sempat memberitahukan kepada Mono bahwa dirinya menciptakan dan membuat musik banyak lagu, tapi "nggak pernah diapa-apain," katanya. "Nah, karena Mono 'kan udah banyak produce, terus di rumahnya juga bisa ngerekam, dia udah mintain 'kan dari kapan untuk bikin demonya, tapi aku nggak sempat," cerita Mery, lalu terkekeh.

Meski mungkin terdengar agak menyedihkan bahwa hari itu tidak ada murid yang datang, tapi, "dia [Mono] memanfaatkan waktu dan langsung 'ayo sekarang,'" katanya menirukan suara pria tegas dan seperti tidak mau mendengar alasan atau kata 'tidak.' "Haha. Dia langsung minta aku duduk di depan piano dan dia langsung rekam. Jadi, yah itu akhirnya... ok, ya udah," ujarnya dengan nada pasrah, lalu terbahak. "Berawal dari itu akhirnya trus ke produksi."

Mery mengaku bahwa selama ini ada keinginan untuk memiliki album, "tapi dulu tuh pengen banget, pengen punya album, album yang komposisi aku yang di-big band itu. Dan sampai sekarang masih pengen, tapi nggak ada salahnya kita memulai dengan yang lebih simpel, gitu. Yang lebih possible, gitu." 

Memiliki sebuah album, menjadi solois, menurut Mery bukanlah sebuah karir baru. "Ini sebenarnya hobi," katanya terkekeh. "Ini fun, dan aku bisa deliver musik yang lebih simpel, dan mungkin bisa lebih dinikmati dibandingkan musik-musik yang dulu, yang terlalu segmented. Ini harusnya lebih bisa dinikmati banyak orang? Lebih gampang," katanya dengan penuh penekanan. 

Empat bulan kemudian sebuah EP dihasilkan. Dua lagu di dalamnya berasal dari koleksi lama, dan dua lagi karya baru. Oh, ada satu lagi produser yang ikut membantunya dalam pembuatan EP ini, Petra Sihombing (baru-baru ini memproduseri album ketiga Vidi Aldiano dan album kedua Neurotic). Sedikit iseng saya bertanya bagaimana rasanya diproduseri oleh seseorang lahir pada tahun 90an (Petra lahir tahun 1992). Ibaratnya, ketika Mery sudah menjadi guru les atau private di sela-sela kuliahnya, mungkin Petra masih yah... bernyanyi dengan tangisan. 

"Haha," responnya terbahak. Lalu terdiam sejenak, keningnya mengernyit, seperti sedang mencoba membayangkan produsernya dalam popok. Lalu menjawab: "Menyenangkan sih, sebenarnya karena ada orang yang dengarin lagu-lagu ini dan berproses bareng. Trus jadinya kita bikin ini, bikin itu, itu proses kreatif, 'kan? Itu menyenangkan banget, maksudnya ada masukan, ada feedback, jadinya berasanya jadi hidup," katanya. Lalu tertawa lagi. Entah apa yang ada di imajinasinya kali ini. 

Apakah dia pernah merasa bahwa dua nama tersebut sotoy? Soalnya, jika dihitung-hitung Mery sudah menjadi guru musik hampir dua puluh tahun (mulai memberikan les private sejak awal tahun 2000). Ditambah latar belakang dan sepak terjangnya selama ini; lihat saja profilnya di situs sekolah tersebut.

"Haha," jawabnya terbahak lagi. "Kalau ngerasa begitu sih, nggak pernah ya, karena mereka berdua ini ok banget secara musicality. Mereka ini 'kan anak muda banget kan, jadi mereka di scene-nya sekarang. Which is aku udah nggak, jadinya aku nggak ada perasaan itu, sih. Justru malah keren banget, nih. Karena modern, terus baru, jadi fresh," jelasnya dengan nada tulus. 

Saat ditanya apa genre-nya, Mery menjawab: "Nggak tahu ya, haha… Hmm, mungkin ini hasil dari apa yang aku suka, dari apa yang aku pelajari selama ini, yang itu jadi seleraku aja, sih. Kalau genre, mau dibilang jazz, juga nggak jazz banget. Mau dibilang pop juga, nggak pop banget. Lagu klasik juga nggak, rock juga nggak. Jadi kayaknya, campuran sih, jadi apa ya, contemporary." 

Kalau menjadi back sound makan malam romantis, kira-kira cocokkah?

"Tergantung sih, haha… siapa yang makan malam! Kalau mau dipakai, dipakai aja. Efek sampingnya ditanggung sendiri," jawabnya lalu tertawa. 

***

Seperti yang dikatakan Mery, tahun ini (tepatnya 29 November) usianya akan genap 35. Dan usia itu tersebut EP pertamanya akan dirilis. Meski sebagian orang berargumen bahwa 'usia hanyalah angka,' di dunia hiburan seperti ini usia menjadi faktor penentu. Di Tinseltown aka Hollywood, perdebatan tentang seksisme dan ageism tidak habisnya; nama-nama besar seperti Jane Fonda dan Jennifer Aniston mengkritisi paradigma yang menganggap ketika perempuan menyentuh usia 30an, sama seperti terkena sebuah penyakit berbahaya. 

"Menurut aku jadi musisi nggak ada batasan umurnya ya, nggak ada pensiun. Semoga masih bisa tetap main, masih tetap bisa bikin karya, bikin komposisi, masih pengen terus. Jadi menurut aku nggak ada batasan umur harus berapa, targetnya apa, menurut aku umur itu nggak, membatasi sih," ujarnya dengan nada serius. 

Menurutnya jika kesempatan itu datang—meski harus ditodong dulu—coba saja. "Karena aku juga nggak punya ekspektasi yang bakaaal gimana gitu," katanya. "Jadi, ini kayak gimana ya... [memiringkan kepala, berpikir sejenak]... kayak kontribusi aja sih, sebenarnya. Jadi kayak pengen, biar ada warna ini di musik sekarang," katanya diplomatis.