Mery Kasiman: 'Pemalu Memang, Tapi Sudah Ditodong, Yah Mau Nggak Mau Nekat'

Mery Kasiman: Pemalu Memang, Tapi Sudah Ditodong, Yah Mau Nggak Mau Nekat
WOOP.ID

Pianis dan komposer orkestra ini bercerita bagaimana "menyerah" dan mencoba tantangan baru di usia 35 tahun.

Namun bukan berarti umur tidak berpengaruh sama sekali. Setidaknya, menurut Mery baginya umur pada situasi ini merupakan nilai lebih. 

"Umur pasti ngaruh, yah. Maksudnya kalau dibandingkan dengan, anak-anak umur 19 tahun, haha... [tertawa dengan muka miris dan berkerut seakan menyadari perbedaan usia itu], pasti beda, yah. Cuma aku rasa nggak ada salahnya dicoba," tegasnya. 

Mery berkata jika saat berusia 19 tahun, dirinya ditawari membuat album, "aku mungkin nggak tahu harus buat apa. Aku mungkin telan semuanya. Kalau sekarang udah lebih jelas, ini gue suka, ini nggak. Jadinya mungkin sekarang lebih personal ya, karena udah lebih mature [terkekeh dengan nada miris, tiba-tiba menyadari arti kata mature = sudah tidak 19 tahun lagi], udah lebih tahu mana yang gue, mana yang nggak. Kalau yang dulu misalnya, waktu aku 19 tahun itu, semuanya mungkin masih ditelan. Karena belum tahu sound yang gue suka kayak apa, masih terlalu varied, banyak."

Seperti lagu Nike Ardilla? "Nggak setua itu kali!" katanya terbahak. "Potret!" kilahnya tiba-tiba sambil mengacung-acungkan jari dengan raut senang, seperti menemukan harta karun ala Lima Sekawan. "'Kan jaman aku SMA, Potret terkenal, ya. Jadi mungkin seperti musik Potret," katanya dengan suara bangga. 

Berbicara tentang Potret, apakah mereka tahu perihal EP ini? "Ada yang tahu, ada yang nggak. Sebenarnya nggak dirahasiakan sih," ujarnya cepat," "cuma kayaknya nggak apa ya, apa ya... kayak belum pengen bilang-bilang aja sih, gimana, yah? Maksudnya, ntar aja kali, menurut aku belum perlu aja, sih," katanya, lalu terbahak. 

Suami? Kali ini tawanya lebih kencang. "Belum, belum," katanya masih terbahak, dan menepuk tangannya di depan dada, seakan-akan menyadari bahwa dia melupakan sesuatu. Kenapa, sih? Mery terdiam, kening berkerut, dan dengan wajah geli menjawab: "Yah belum aja. Hahaha… ntar aja deh, kayaknya." 

Dari ekspresinya, Mery sangat santai. Keluarga, diyakininya akan baik-baik saja. "Pasti sih, pasti ada waktu dengan keluarga yang harus kita korbankan, cuma yah mungkin karena suami aku musisi juga, jadi dari awal kita selalu gantian gitu, sih. Dalam hal entah itu merawat, atau melakukan apa. Jadi misalnya kalau hari ini aku ada gig atau apa, kita bergantian. Aku nunggu dia pulang, baru aku pergi. Jadi memang kita kerjasama aja sih, sebenarnya. So far ok," katanya dengan nada tenang dan percaya diri. 

Dalam hal ini, Mery mungkin bisa yakin dan percaya diri, tapi bagaimana dengan penampilan perdananya nanti sebagai solois—penampil dan pemeran utama—di acara launchingWOOP (FYI, 3 November 2017). Pasalnya, meski sangat menyukai berada di atas panggung—salah satu alasannya mau membuat album sendiri karena ingin merasakan energi, adrenalin, penonton lebih sering—Mery sangat menyukai menjadi sideman karena tidak ada tuntutan berbicara banyak, layaknya vokalis. 

" Dari awal pun aku nggak bisa ngebayangin akan bisa kayak yang membawa suasana gitu... haha. Tapi aku juga banyak ngeliat, kayak misalnya Norah Jones, dia 'kan ngomong sedikit banget, 'kan?" katanya tertawa. "Jadi aku mungkin referensinya dia, 'nggak papa kok, sedikit ngomong.' Jadi kayaknya nggak musti yang hore-hore dan nggak bisa juga sih, mau dipaksain juga kayaknya nggak bakal bisa. Jadi, aku akan apa adanya, kalau misalnya kayak gitu, yah udah," ujarnya dengan nada miris. "Maksudnya mungkin akan lebih banyak bicara di musiknya, bukan musti ngomong atau menceriakan suasana lewat obrolan gitu 'kan? Itu pasti sulit banget, sih," akunya dengan nada rendah. 

Mungkin memang harus ada yang menodong lagi? "Haha, iya sih, mungkin aku ada bagian yang kayak yang (menghela nafas, berdecak), nggak pede gitu, sih," katanya berdecak, lalu menghela nafas. "Agak pemalu juga. Jadinya ditodong yah, mau nggak mau 'kan, ya? Nekat. Maksudnya, ini 'kan udah di depan mata juga, masa nggak mau juga, gitu lho?" ujarnya. 

Menurutnya pilihan dan kenekatan ini persis, senada dengan judul EP-nya ini, Live with Heart. Bahwa melakukan sesuatu yang disuka dan sesuai dengan hati itu penting. "Maksudnya kalau kita mau melakukan sesuatu yang kita nggak suka atau itu bertentangan dengan hati kita, kita nggak bisa, ya? Jadi menurut aku, yah kita harus selalu, semoga selalu bisa hidup seperti itu," paparnya. 

"Maksudnya begini," katanya ingin menjelaskan lebih jauh, dengan nada yang lebih serius. "Kalau kita punya dua pilihan nih, kalau kita tahu nih, kalau kita pilih ini nih, yah secara logik sih, okelah amanlah, misalnya, kayak aku gitu. Udah deh, mending kerja apa, kuliah komunikasi [Mery pernah mencoba kuliah jurusan Komunikasi, tapi memilih tidak menyelesaikannya dan berpindah ke musik "karena saat itu sepertinya masih struggling gitu karena belum terlalu dianggap sebagai sesuatu yang serius dan menghasilkan."), betul-betul kerja kantoran aja, karena mungkin lebih aman secara finansial atau yang lain, tapi secara hati nggak tentram, nggak damai sejahtera. Susah banget hidup kayak gitu 'kan?" ujarnya dengan raut sedih, dan tertawa getir. "Tapi aku nggak tahu sih, tapi pasti ada orang yang nggak punya pilihan, pasti dia ngejalanin apa yang dia nggak suka. Cuma menurut aku, aku termasuk orang yang beruntung masih bisa punya pilihan itu, untuk hidup sesuai dengan hati yang aku suka," katanya serius. 

Sebagai solois, di atas panggung nanti Mery tidak punya pilihan lain selain berinteraktif dengan penonton dan cuap-cuap sedikit. Iya, 'kan? "Iya sih, tapi 'kan masih main piano juga! Jadi masih bersembunyi di balik piano. Haha," jawabnya lugas. 

****