Nadine Chandrawinata: 'Kalo Memang Tidak Bisa dan Tidak Bahagia, Ya Jangan Dipaksa'

Nadine Chandrawinata: Kalo Memang Tidak Bisa dan Tidak Bahagia, Ya Jangan Dipaksa
WOOP.ID

Putri Indonesia 2005 ini berbicara tentang sampah, lingkungan, dan yah... cinta.  

“Hidup itu kayak VCD,” kata Nadine Chandrawinata. Filosofi yang dianut dan diucapkannya dengan tegas ketika akhirnya kami bertemu di sebuah sore mendung dan basah. Bukan hal gampang meminta waktunya, karena pola kehidupan traveler yang dijalaninya beberapa tahun belakangan membuatnya sering absen di Jakarta; Selandia Baru dan Yogyakarta merupakan dua tempat yang baru saja dikunjunginya.

Sambil memesan segelas ice cappuccino, Nadine bercerita: “Aku mulai traveling dari tahun 2005. Jalan hanya sebagai penikmat aja, dan pada saat itu Putri Indonesia, jadi masih on duty.” Selama proses melompat dari satu kota ke kota lain tersebut, dirinya melihat satu masalah besar di Indonesia, “Sampah berserakan di semua tempat,” jelasnya. Namun dengan cepat dia menambahkan, “Aku hanya ingin mengedukasi, dan memberikan masukan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sampah dengan baik. Caranya ya, dengan adanya sebuah gerakan.”

Menurutnya permasalahan sampah memang masih menjadi momok terbesar di berbagai negara besar, salah satunya negara ini. Indonesia sendiri berada di urutan kedua (hanya dikalahkan oleh Cina) sebagai pegara penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Berbagai jenis sampah bisa ditemukan, di darat maupun di laut. “Dari hobi diving, aku sering ketemu sampah yang nyangkut di antara terumbu karang. Trus, saat abis selesai menyelam, aku juga sering nemu sampah di permukaan air. Jadi kayak ngerasa berenang di air sampah,” ucapnya dengan nada miris.

Dengan banyaknya persoalan lingkungan yang ada di Indonesia, Nadine akhirnya memutuskan untuk memulai sebuah gerakan yang diberi nama Sea Soldier. Artinya sangat harafiah: tentara laut, sudah berumur dua tahun, sampai saat ini tercatat 400 orang menjadi pendukungnya. "Kemarin kan, sempat heboh sama selfietuh, di sosial media. Aku menggunakan itu sebagai salah satu cara biar orang-orang ikut, tapi aku gak memaksa, ya. Dengan memberikan hashtagsea soldier, aku ingin spread the messageaja. Nanti yang sudah mengikuti gerakan ini, akan diberikan gelang bernomer, sebagai bukti kalau kalian serius mau mengubah kebiasaan yang tidak ramah lingkungan. Tapi kalian harus registrasi terlebih dahulu. Selain itu, kita juga punya gelang yang gak bernomer, maksudnya untuk orang-orang yang mau punya gelang ini, tapi mungkin tidak terlalu serius mengikuti aksi ini. Nantinya apabila tiga kali tidak menjalani aksi, gelangnya akan kita tarik,” jelasnya dengan sangat serius.

Ohya, satu yang perlu ditekankan ya, Sea Soldier bukan hanya berfokus pada laut saja. Jadi gini, apa yang terjadi di darat pada akhirnya akan berakhir di laut juga. Jika darat sebagai hulu, maka laut menjadi hilir dari segala masalah lingkungan, lho. Kita di sini hanya untuk 'meracuni' orang-orang sekitar untuk melakukan perubahan. Dan setiap daerah berbeda aksinya. Seperti di Gresik, di sana mengangkat isu tentang lumba-lumba, serta di Bandung, kita membahas tentang kebersihan,” bebernya panjang lebar.

Membahas persoalan lingkungan hidup dengannya tidak akan pernah ada habisnya. Terlebih, dengan ekspresi wajah serius dan bersemangat seperti itu. Namun, saya penasaran tentang kebiasaan ramah lingkungan apa yang dilakukannya sehari-hari. “Aku mencoba menata diriku, dalam satu hari aku hanya boleh memakai tiga benda yang berbahan plastik. Mencoba menantang diri sendiri aja, sih, dari situ lama-lama bisa menjadi kebiasaan. Tapi memang, kebiasaan yang sudah dibentuk dan diubah lagi pasti gak enak banget. Mungkin itu sih, yang paling susah. Yang menarik, kebiasaan ini timbul saat aku lagi ke Banda Neira. Aku di sana ketemu teman, namanya Mitha, kebetulan dia lagi hamil saat itu. Dan, dia menantang dirinya sendiri untuk berkomitmen mengubah kebiasaan buruk menjadi lebih ramah lingkungan,” ceritanya dengan nada mengebu-gebu.

Selain 400 ratus orang di Sea Soldier, ada dua orang lain yang 'diracuninya' untuk mengadopsi gaya hidup: adiknya, si kembar, Marcel dan Mischa Chandrawinata. Awalnya? Tidak mudah. “Marcel, Mischa tuh, awalnya ngeyel banget. Susah deh, pokoknya. Ya, dulu aku juga gitu sih, pas pertama kali diajak Nugie. Kayak gini deh, misalnya, kita udah tinggal serumah sama pacar kita, trus tiba-tiba putus, pasti galau, kan? Bukan galau yang gimana-gimana, tapi galaukarena udah gak ada dia lagi, itu 'kan kebiasaan? Marcel, Mischa pun begitu, susah banget. Aku gak mau ngejudge orang harus ikut sama aku. Biarkan mereka memilih, karena hidup itu kan memilih dan berkomitmen. Tapi lama-kelamaan mereka jadi kebiasaan juga,” ujarnya seraya tertawa.

Baru-baru ini, Nadine ditunjuk sebagai Tourims Advocate oleh Tourism New Zealand, karena kecintaannya terhadap traveling dan lingkungan. “Aku juga bingung pertamanya, kenapa bisa terpilih. Akhirnya aku tanya, ternyata mereka memilih aku karena aku seorang solo traveling, aku perempuan, dan juga peduli akan lingkungan. Tapi ini bukan sebagai duta atau ambassador ya, hanya sebagai tourims advocate.”

Sebagai perempuan yang gemar traveling ke berbagai negara, Nadine mengungkapkan bahwa Indonesia masih menjadi negara favoritnya untuk dijelajahi. “Indonesia tuh, gak kalah. Aku gak mau membanding-bandingan ya, tapi setiap negara mempunyai strategi sendiri. Yang aku pelajari kemarin, aku bisa banyak belajar tentang budaya, tentang perbedaan, tentang saling menghargai, dan bisa memberikan kenyamanan dan keamanan bagi turis, itu menurutku penting banget,” jelasnya.

Dengan traveling dan diving menjadi bagian penting dari hidupnya sekarang, tidak bisa dipungkiri Nadine yang terproyeksikan periode Putri Indonesia dan sekarang, sepertinya dua orang yang berbeda. Well, paling tidak dalam hal penampilan, lebih casual; lihat saja sejumput cepolan di atas kepalanya serta white tee, long black vest, plus blue jeans yang dipakainya hari itu, dan pastinya kulit yang lebih kecokelatan. “Ya, dulu saat Putri Indonesia 'kan memang diharuskan berpenampilan rapi, berdandan. Karena itu 'kan kebutuhannya, banyak ketemu orang penting juga 'kan. Penampilan aku yang asli ya, yang kayak gini, casual. Tapi aku juga bisa menyesuaikan acara juga, kalau harus rapi ya, aku rapi. Gak mungkin kan, saat aku traveling aku dandan full makeup,trus pake dress gitu. Jadi diri sendiri aja, gak usah ngikutin orang lain. Karena yang kayak gitu, gak akan lama. Cepet ketahuan belangnya kok,” katanya, sambil tertawa.

Setelah cerita panjang lebar, saya memberanikan diri untuk menanyakan tentang hal yang lebih personal kepadanya dan mungkin menjadi pertanyaan banyak orang, yaitu pernikahan. Apalagi, dengan pemberitaan belakangan ini, ditambah salah satu adiknya Marcel yang akan segera menikah. Dengan mimik muka yang agak serius, Nadine berkata: “Pikiran untuk menikah pasti ada. Aku tidak mau memaksakan diriku sendiri untuk jadi orang lain. Kalo memang tidak bisa dan tidak bahagia, ya jangan dipaksa. Karena kita tidak tau, kita akan seperti apa ke depannya. Jadi, hargai aja apa yang kita punya, selama itu bisa buat kita bahagia, udah itu jalanin. Karena hidup itu cuma satu, kita bahagia. Hidup itu kayak VCD, kita lahir, born, c-nya change, dan d-nya die. Intinya, kamu bahagia, kamu bersyukur dengan apa yang kamu punya sekarang. Satu lagi, jangan lihat tetangga. Ya, memang rumput tetangga akan selalu hijau. Yang penting, kembangin diri dan tetap harus mempunyai target,” jelasnya. 

Tidak terasa sudah 1,5 jam kami bercakap-cakap, sebagai penutup dan kesimpulan dari pembicaraan tersebut, saya bertanya jika ada tiga kata yang bisa menggambarkan seorang Nadine Chandrawinata, kira-kira kata-kata apa yang dipilihnya. Dengan wajah berkerut dan sedikit berpikir keras,  Nadine akhirnya menjawab: “Easy going, hidup sederhana, sama loveable.

Kalo ditanya alasannya apa, yang pertama, easy going, aku tuh bisa hidup dimanapun, even itu lagi di gunung, ya. Bisa dibilang aku seorang survivor yang tahan bantinglah. Aku pun bisa lho, berteman dengan musuhku sendiri, hahaha. Trus, kalo hidup sederhana ya, aku bisa pake apapun itu. Aku juga bisa makan pake kecap doang. Hidupku tuh, gak ada kata gak bisa, dan gak ada yang boleh bilang kamu harus. Yang pasti dari diri kita ‘aku mau ini’. Harus menerima, tapi tetap masuk akal. Kalogak masuk akal berarti bodoh, hahaha. Yang ketiga, loveable, apa, ya? Oh mungkin, aku senang sharing kasih sayang, gitu. Aku suka berbagi, senang bercerita, senang ketemu orang baru juga. Jadi ya, hidup ini kalo gak ada love itu kosong. Love di sini bukan berarti pacar atau pasangan hidup ya, love dalam arti kita sayangi barang kita, teman-teman kita, kita sayangi anything. Menurutku, apapun yang kita sentuh dengan love itu berarti keikhlasan dan ketulusan, itu semua akan menjadi indah, akan muncul rasa bersyukur,” tandasnyaseraya tersenyum.