Sosok legendaris ini berbicara tentang bulu tangkis, jabatan barunya di PBSI, dan kenapa dia sering melakukan split.
Phiuh, buanyaak ya, tanggung jawabnya. Apakah paycheck-nya sesuai, tanya saya dengan iseng.
"Haha...," terdengar suara tawa lepas dari ujung telepon. Lalu, helaan nafas. "Yah, hidup saya di situ ya, jadi saya tidak melihat ke situ. Apa yang sudah diberikan bulu tangkis kepada saya, saya juga ingin mengembalikannya lagi ke bulu tangkis. Kecintaan dan dedikasilah yang membuat saya menerima tugas ini. Intinya, buat saya jika prestasi bulu tangkis Indonesia bisa bagus, itu sudah lebih dari cukup karena itu berarti sudah bisa mengembalikan lagi apa yang sudah bulu tangkis berikan kepada saya."
Apakah tertekan dengan begitu banyak tugas seperti itu?
"Stress terus. Hahaha…" Menjawab dengan nada sedikit miris tapi senang, Susi menjelaskan ada begitu banyak permasalahan yang harus dibenahi, tapi, "karena tentunya memang kita punya keinginan dan dedikasi untuk memajukan bulu tangkis, yah jadi dinikmati saja. Tetap kuat, tetap tegar, tetap semangat, dan tetap kerja keras, karena ini memang pekerjaan tim. Dan sejauh ini timnya sangat solid," katanya dengan nada bangga. Menimbang semua faktor ini, Susi optimis bahwa bulu tangkis nasional akan bagus kembali, "hanya memang butuh proses dan kerja keras."
Berbicara bulu tangkis dengan Susi memang tidak habisnya. Dirinya sendiri mengaku masih bermain badminton, paling tidak seminggu dua kali; selain cinta, juga untuk menjaga kesehatan.
Apa bedanya main bulu tangkis seperempat abad yang lalu dengan sekarang? "Pastinya fisik, stamina, metabolisme kita juga udah beda ya, tenaga, kecepatan, kelenturan, pasti banyaklah, umur nggak bisa bohong, ya. Kalau biasanya saat umur 20an, recovery kita tuh, nggak ada capeknya, ya. Udah habis-habisan, besoknya udah fit lagi. Sekarang kita latihan, besoknya musti pijat," jawabnya disusul dengan suara tawa lepas. Untungnya, keluarganya memiliki usaha pijat. "Yah itu, karena kita tahu itu sebuah kebutuhan, ada peluang bisnis, kenapa kita gunakan, ya? Hahaha."
Ini membuat saya mengingat satu detail yang hampir selalu ada di setiap laganya: Susi selalu melakukan split. "Atraksi" ini membuat pertandingan semakin dramatis, tapi entah kenapa saya selalu merasa ngilu setiap kali dia melakukannya. "Hahaha, itu bukan karena mau dramatis, sih. Itu karena gini. Sebagai seorang atlet, tinggi badan saya pas-pasan, hanya 170. Kalau dari luar 'kan, atletnya rata-rata di atas 170. Otomatis untuk menutupi kekurangan itu, saya harus ekstra lincah, ekstra lentur, dan ekstra cepat. Jadi, kalau nggak keburu, apa yang harus saya lakukan? Yah loncat, kalau nggak, split untuk ngambil bola. Begitu. Jadi bukan sengaja, tapi mungkin orang melihat, yah ada seninya juga, ada atraksinya juga, yang justru membuatnya seru," akunya lalu terkekeh lagi.
Apakah masih bisa melakukannya? Lagi-lagi suara tawa lepas terdengar dari ujung telepon—dan waktu sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam. "Ada sisa-sisa, tapi nggak seperti dulu, ya, karena dulu 'kan kita latihan. Dan situasinya yah, karena mau nggak mau, karena keterbatasan fisik saya sebagai seorang olahragawan. Hahaha..."
Dengan segala prestasi tersebut, saya mengajukan pertanyaan terakhir: apa kabar semua medali dan piala yang didapatkannya?
"Adoooh," katanya sambil tergelak. Saya membayangkannya sedang menggaruk-garuk kepala. "Udah banyak yang rusak!" katanya masih sambil tertawa. "Yah ada sih, medali-medali yang disimpan, tapi udah banyak yang agak rusak karena mungkin pertama, kualitas dari piala-piala itu sendiri 'kan nggak terlalu bagus. Kedua juga, pada saat penyimpanan, karena angin atau apa, jadi sudah banyak berkarat, rusak, dan patah. Yah, daripada menuh-menuhin lemari, udah dibuangin aja. Jadi yang disimpan, yah yang masih bagus-bagus aja," jelasnya.
Medali emas dari Barcelona? "Kalau itu sih, masih ada ya, harus disimpan dengan baik karena bersejarah. Tapi, kalau ada kolektor yang mau beli dengan harga yang oke, boleh juga sih! Hahaha," ujarnya terbahak.
Mungkin, jika sebelum melelangnya Susi melakukan split andalannya itu, saya yakin kolektor berani mengoleksinya dengan nilai luar biaaasa.