Tanda-Tanda Kamu Terlalu Banyak Mengikuti Blogger Selebgram

Work
ISTOCK

Overdosis. 

Adakah yang lagi tidak punya kerjaan dan ingin melakukan misi ini: menghitung ada berapa akun selebgram dan beauty blogger di dunia ini? Lalu, di akunmu sendiri, dari sekian banyak jumlah mereka, kira-kira berapa persen yang rajin kamu ikuti? Saking intensnya, kamu tahu segala hal tentangnya, mulai dari baju yang dibeli, lipstik yang baru dioleskan di bibirnya, sampai kamar hotel yang baru dikunjunginya bersama pasangannya. Dan yah namanya juga manusia, hasrat ingin merasakan dan memiliki hal yang sama bisa jadi terbersit dan menggebu-gebu. Bahkan, mungkin terlalu terobsesi.

“Apa yang ditampilkan selebgram di media sosial, termasuk Instagram, mengandung pesona yang menampilkan kesempurnaan seseorang, baik laki-laki dan perempuan,” kata Marcelina Melisa, S. Psi, M. Psi, Psikolog., seorang psikolog dari Tiga Generasi, Brawijaya Clinic dan Mutiara Edu Sensory.

Kamu dan saya, pengikut setia para selebgram itu, terpana dan terpesona. Pernah 'kan ya, mengalaminya? Jujur boleh, kok.

“Pesona ini sebenarnya merupakan gambaran yang menurut masyarakat dianggap bagus atau keren," katanya. D

Sementara pihak lain, yakni merek atau produk melihat hal in, "potensial sebagai strategi pemasaran produk mereka, sehingga bermanfaat sebagai ‘influencer’ atau orang yang mempengaruhi masyarakat untuk membeli produk tersebut. Di sisi lain, selebgram juga diberikan keuntungan dengan menjadi dikenal banyak orang dan memiliki penghasilan dari fenomena ini,” jelasnya. Jadi, kamu terkesan, pihak marketing melihat peluang bisnis dan selebgram mendapatkan keuntungan dan nafkah. 

Coba jawab dengan terus terang: apa alasanmu menjadifollowerselebgram? Ada banyak pasti latar belakangnya, misalnya karena ingin mencari inspirasi, atau sekadar mencari hiburan. Lalu, pertanyaan berikutnya (banyak tanya, ya): apa yang membuatmu terinspirasi, terpesona dan ingin mengikuti gaya hidup seperti yang tersiar di Instagram mereka? 

Menurut Marcelina, ada beberapa kemungkinan yang membuat kita bersemangat mengikuti gaya hidup seorang selebgram, antara lain:

  1. Kemungkinan karena menginginkan hidup yang kita anggap “sempurna” atau “ideal”. Hal ini sama seperti kita membeli produk dari merek tertentu di mana brand ambassador-nya adalah idola kita. "Selebgram yang tampil dengan image positif (misalnya, selalu terlihat bahagia dan hidup mewah) menjadikan kita juga menginginkan hal yang sama dengan yang mereka miliki, sehingga kita mengikuti gaya hidupnya, misalnya, tempat makan, baju yang dikenakan, acara yang diselenggarakan, dan lain sebagainya."

  2. Selebgram tersebut dianggap memiliki opini yang masuk akal karena dianggapahli dalam bidang tertentu. Sebut saja selebgram yang sering mengeluarkan ulasan tentang make-up atau produk perawatan wajah. Saking seringnya membicarakan tentang dandanan, produk terbaru dengan gaya bicara tertentu, "opini selebgram itu pun dijadikan acuan bagi kita untuk memilih produk dengan harapan ketika kita memakai produk tersebut, maka hasilnya akan sama dengan yang ditampilkan selebgram."

Balik ke dunia nyata, tidak jarang hasilnya berbanding terbalik. Namun, dikarenakan ada disclaimer "hasil bisa bervariasi, ini hanya pengalaman pribadi", jadi dilarang mengeluh. Konon katanya, yang penting pengalaman (experience), bukan hasil. Jadi, kamu tetap mengikuti cara makannya, pilihan destinasi liburannya sampai posenya saat berfoto. Ekstrimnya, sekilas kamu bahkan seperti menjadi "kembaran haramnya", semuanya sama, kecuali alamat rumah. 

“Selebgram tentunya bisa mempengaruhi kita, baik secara positif maupun negatif,” jawab Marcelina. Pengaruh positif yang kita dapatkan dari mengikuti selebgram, misalnya:

  • Mencontoh dan ikut berpartisipasi dari kegiatan positif yang dilakukan selebgram. Misalnya, menggunakan media sosial dengan tujuan beramal.

  • Memilih produk dari ketegori barang yang diinginkan dengan mempertimbangkan ulasan selebgram. Jadi, tidak asal beli. "Namun, sebaiknya kita mendengarkan beberapa review dan mengetahui selebgram mana yang memberikan opini jujur dan selebgram mana yang mengeluarkan opini karena dibayar oleh produk tertentu," Marcelina mengingatkan.

  • Menggunakan media sosial untuk hal yang positif. Misalnya, membantu orang yang sedang mencari anak yang hilang.

Di sisi sebelahnya, bisa juga memberikan pengaruh negatif. Yakni: 

  • Memiliki ekspektasi hidup yang kurang realistis.

  • Membeli barang yang tidak kita perlukan atau berada di luar kemampuan finansial kita hanya agar terlihat keren seperti selebgram tersebut.

  • Mengikuti perilaku selebgram yang negatif sehingga membuat diri kita sulit berkembang. Misalnya, memposting mengenai keluhan secara terus menerus di media sosial, sehingga menampilkan citra yang tidak terlalu baik untuk diri sendiri. Dengan kata lain, jika merasakan gejala-gejala tersebut, bisa dikatakan bahwa kamu sudah terlalu banyak, overdosis mengikuti selebgram. 

Oleh karena ini pedang bermata dua, ada baiknya meminimalisir aspek negatifnya tadi. Caranya adalah:

  1. Selalu mengingat bahwa apa yang ditampilkan oleh selebgram bukanlah hal yang nyata. "Setiap orang termasuk selebgram juga menjalani kehidupan pribadi yang penuh tantangan dan masalah sehari-hari. Hal ini akan menjadikan kita berpikir bahwa tidak ada yang memiliki hidup sempurna termasuk selebgram dan lebih menghargai hidup yang kita miliki."

  2. Tidak perlu memaksakan untuk membeli barang hanya karena selebgram memakainya. "Ketahuilah batasan kemampuan kita dan jangan sampai menghabiskan uang untuk hal yang tidak kita butuhkan, atau pada akhirnya membuat produk yang kita beli tidak terpakai."

  3. Ingatlah bahwa selebgram tersebut kemungkinan disponsori oleh produk, perlu membentuk citra tertentu tentang dirinya sehingga menggunakan serangkaian produk, atau memang harus memposting untuk menjaga eksistensinya di media sosial. "Jadi, tidak perlu mengikuti semua hal yang dilakukan oleh selebgram tersebut."

  4. Menjadi diri sendiri termasuk membeli apa yang kita butuhkan dan melakukan kegiatan positif yang sesuai dengan karakteristik diri kita sendiri. "Kita dapat menjadikan selebgram ini inspirasi atau motivasi, tapi tidak terlalu berlebihan dalam memandang selebgram tersebut.

Intinya, ingat selalu: media sosial dapat menjadi sarana positif atau negatif, tergantung pada diri kita yang menggunakannya. Jika kamu merasa sudah sesak nafas dan tidak mengenali diri sendiri, ada baiknya mencoba detoks media sosial. Satu kali seminggu menon-aktifkan Instagram atau akun media sosial lainnya tidak akan membuatmu menjadi "manusia paling ketinggalan jaman." Hal ini baik untuk kesehatan mental, dan membuatmu lebih fokus kepada orang-orang yang tepat berada di depanmu. 

Selebgram juga manusia, punya permasalahan. Ini buktinya.