Why 'I Hate Monday'?

Why I Hate Monday?
ISTOCK/ONDINE32

Saatnya mulai berbahagia ketika hari Senin tiba.

Minggu sore, setelah Jumat dan Sabtu yang heboh, orang-orang akan mulai berujar, “Oh, besok hari Senin! Kenapa harus ada hari Senin! Gosh, I hate Monday!” Seandainya hari Senin bertukar nama dengan Jumat, kita bakal mendengar, “I hate Friday,” dan diganti dengan “I love Monday!” Namun, sebenarnya kenapa sih, hari Senin reputasinya begitu mengenaskan?

Sejarahnya

Penyakit hari Senin atau Monday Disease dulu umumnya menimpa para pekerja penyortir wol (bulu domba). Para pekerja ini ternyata mengidap alergi terhadap bulu domba, dan setiap kembali bekerja setelah libur, kebanyakan dari mereka akan mendapatkan serangan asma. Kondisi ini menjadi tekanan tersendiri yang dihadapi oleh pekerja-pekerja tersebut, sehingga muncul rasa benci pada hari Senin. Saat ini, sentimen ‘I Hate Monday!’ masih banyak ditemui di kalangan pekerja. Sebuah studi Georgetown University menyebutkan jika gejala-gejala stress banyak ditemukan pada pekerja kantoran yang memulai pekerjaan di jam 08-09.00 pagi. Studi itu pun menerangkan bahwa di jam rentan pada hari Senin itulah terjadi banyak kasus serangan jantung pada saat bekerja. 

Tentu saja, jenis pemicu stress yang dialami tidak lagi sama dengan pekerja wol pada jaman dulu. Beraneka ragam perasaan negatif--ketidakpuasaan terhadap pekerjaan, merasa tidak berbahagia--atau merasa terbebani setelah akhir pekan yang santai, bisa memicu rasa tertekan, frustasi, konflik, krisis dalam diri dan mengakibatkan antipati terhadap hari Senin.

Mengapa oh Mengapa?

Karena sebagian besar pertanyaan dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan, masalah satu ini juga memiliki penalaran ilmiah.

Pola Pikir Sosial:

Kita cenderung untuk membandingkan akhir pekan dengan Senin. Akhir pekan, dimulai dari hari Jumat, sering digambarkan sebagai “hari bersenang-senang” sementara Senin yang merupakan awal hari kerja, cenderung kurang menarik. Senin tampaknya dinilai sebagai hari terburuk dalam seminggu sementara Jumat muncul sebagai hari terbaik karena selalu dibayang-bayangi dengan janji-janji kesenangan di akhir pekan.

Perspektif:

Masalah dengan hari Senin relatif berasal dari psikologis dibandingkan  fisik. Simpelnya, analisis psikologi berangkat dari sebuah penalaran dasar bahwa jika kamu menyukai apa yang kamu lakukan dan bersemangat tentang hal itu, tentu akan cenderung merasa excited dibanding stress ketika hari Senin datang. Di sisi lain, kita juga bisa melihat Monday blues ini muncul sebagai peringatan untuk mereka yang tidak puas dengan pekerjaannya saat ini, atau mereka yang tidak merasa dihargai di lingkungan kerja.

Pola Tidur:

Kita biasanya tidak mendapatkan cukup tidur selama seminggu hari kerja. Oleh karena itu, ada kecenderungan menutupi waktu yang kurang pada waktu tidur selama akhir pekan dengan menambahkan jam tidur. Karena kebanyakan dari kita akan menganggap ini menjadi isyarat santai untuk tubuh, jam tubuh kita tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan di jam tidur hanya dalam waktu dua hari. Oleh karena itu ketika kita kembali ke rutinitas "jam tidur kurang" pada hari Senin, kita cenderung untuk bangun dengan kondisi lelah dan tidak antusias.

Jadi, Kesimpulannya?

Pada akhirnya itu semua bermuara pada satu hal: pemikiran kamu sendiri. Banyak orang mungkin cenderung untuk menunda-nunda pekerjaan pada hari Jumat dan karenanya ketika kembali bekerja pada hari Senin, ada keinginan untuk menyerah pada tekanan deadline. Ubah mindset tentang hal-hal seperti ini; alih-alih tanamkan di dalam pikiran bahwa hari Senin sebagai awal dari kesempatan-kesempatan baru yang mungkin muncul di minggu itu.

Surround yourself with positive thoughts, and no more ‘I hate Mondays!”