Bagaimana Menghadapi Jika Pasangan atau Teman Priamu Nyinyir di Media Sosial

Life
ISTOCK

Ingatkan mereka: tarik nafas, buang pelan-pelan.

Dulu, kita pikir hanya perempuan yang ingin dimengerti. Sekarang: coba lihat media sosial. Ternyata, tidak sedikit manusia dari seberang gender yang mengutarakan isi hati, curhat, atau malah ehm... nyinyir tak habis-habisnya. Dua hari dua malam. Bahkan lebih. Fenomena apakah ini?

“Emosi merupakan reaksi atas stimulus atau rangsang dari luar maupun dalam diri seseorang. Reaksi emosi sangat variatif: marah, sedih, senang, dan lain-lain, semuanya itu merupakan reaksi emosi," kata Rena Masri, M. Psi, Psikolog., seorang psikolog klinis dari Q Consulting dan pendiri Cinta Setara mengawali penjelasannya.

Selain itu, “reaksi emosi bisa sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya, walaupun stimulus atau keadaannya sama atau mirip. Hal ini karena reaksi bersifat sangat subjektif dan banyak hal yang melatarbelakangi munculnya reaksi emosi tersebut. Misalnya, perpisahan dengan sahabat, ada yang bereaksi sangat emosional (sering menangis, murung, banyak diam, dan lainnya). Tetapi ada juga orang lain yang saat berpisah dengan sahabat bereaksi dengan lebih tenang (terlihat sedih tapi tidak menangis, tetap tertawa jika ada hal yang lucu, dan lain-lain, misalnya),” kata Rena.

Lain dulu, lain sekarang. Lain avatar akun media sosial, lain pula karakter dan komentar seseorang di dunia maya. 

“Memang pada umumnya laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam hal sifat, perilaku, kebiasaan dan lain sebagainya. Begitu pula dalam penggunaan media sosial. Namun, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh karakter, kepribadian, kemampuan komunikasi dan lainnya. Jika seorang pria memiliki kemampuan komunikasi yang baik, biasanya akan terlihat berbeda cara berkomentar. Misalnya, dengan pria yang memiliki kemampuan komunikasi yang kurang berkembang. Atau bisa juga laki-laki sering memberikan komentar pada hal-hal atau gambar-gambar yang menarik pada laki-laki tersebut. Namun, jika tidak menarik, maka mereka tidak meninggalkan komentar apa pun. Atau mungkin seseorang memberikan komentar negatif justru karena ia sedang mencari perhatian. Jadi, ada banyak sekali faktor yang menyebabkan kenapa seorang laki-laki atau perempuan berkomentar di media sosial,” paparnya, panjang lebar.

Intinya, memberikan komentar, nyinyir-nyinyiran yang "awesome" atau "savage"—tidak pandang jenis kelamin. Bedanya, sekarang semuanya serba terbuka (meski beberapa berlindung di balik avatar dan nama akun yang panjang disertai kata dan simbol-simbol matematika yang 'eh'). Dulu para pria mungkin sama nyinyirnya, hanya lokasinya berpindah dari lapangan bola ke ruang maya. 

Nah, sekarang: bagaimana jika pasangan atau temanmu yang sering kali melakukan hal itu, aktif berkomentar, ikutan twitwar, dan setelah berjam-jam tidak menunjukkan tanda-tanda lelah (padahal tidak diberikan asupan minuman berenergi), apalagi mundur dari kancah peperangan? Rena menyarankan langkah-langkah ini:

  • Sebaiknya tanyakan dulu mengapa ia melakukan hal tersebut. "Karena mungkin ada latar belakang tertentu yang mengakibatkan seseorang melakukan sindiran, nyinyiran dan semacamnya di media sosial.

  • Tanyakan juga, bagaimana perasaannya setelah menyindir dan kira-kira bagaimana perasaan orang yang disindir.

  • Diskusikan tentang dampak positif dan negatif dari sindirannya tersebut.

  • Cari tahu jika memang ada hal khusus yang melatarbelakanginya. "Misalnya, dia menyindir dengan sangat tajam, karena sebenarnya dia iri dengan orang yang disindir. Bisa dikatakan, rasa iri itu perlu diselesaikan terlebih dahulu."

  • Jangan lupa ingatkan kembali dalam media sosial, apa pun yang kita posting dapat dibaca dan dilihat oleh masyarakat luas. Jadi harus lebih bijak dalam menggunakan media sosial.

Nah, nah, bagaimana jika kamu ikut-ikutan emosi? Bersama pasangan/ teman priamu, Rena mencontohkan beberapa cara untuk mengontrol emosi kita, tanpa harus saling menyindir di media sosial, misalnya:

  • Inhale. Exhale! (Tarik nafas, jangan lupa dibuang). 

  • Melakukan kegiatan positif yang kita sukai. Misalnya, baca buku, mendengarkan musik atau pun olahraga.

  • Jika sedih atau takut, boleh menangis (sesuai dengan hal yang membuat sedih atau takut).

  • Mengungkapkan apa yang dirasakan, bisa dengan menulis atau bercerita kepada orang lain yang kita percayai.

  • Jika emosi sudah sangat sulit dikendalikan lakukanlah konseling dengan ahli. 

Yeah, semua warga media sosial betapa sulitnya menahan godaan yang datangnya bertubi-tubi dari dunia tersebut. Namun, ingat: sekali muncul di media sosial, sifatnya kekal. Selamanya. Dan jangan lupakan juga, jempol dan jari-jari tanganmu itu sepenuhnya berada di bawah kekuasaanmu, tidak peduli seberapa hebat gaya gravitasi ponsel

Selanjutnya: baca tanda-tanda kamu terlalu banyak mengikuti blogger/ selebgram