Pilih Mana: Satu Sahabat atau Puluhan Teman?

Love
ISTOCK

Mana yang lebih penting?

Menurut salah satu penelitian dalam jurnal Personal Relationships, ternyata memiliki banyak teman itu penting untuk kesehatan dan juga kebahagiaan. Selain itu, persahabatan yang sampai usia tua bisa menyejahterakan kehidupan.

Namun, mereka yang sudah menuju 30an, tahu persis bahwa semakin bertambah umur, semakin sedikit teman. Jumlahnya tergerus. Siapa sangka, jika ternyata berlangsung "audisi" pertemanan dari usia 20an—dan kamu adalah juri utamanya! Pemenangnya: silakan pikirkan nama-nama yang pertama kali muncul di benakmu saat butuh dukungan moral—dan utang. 

Pertanyaannya: apakah lebih penting punya banyak teman, atau satu (dua, deh) sudah cukup? 

“Sebenarnya, keduanya penting,” kata Rena Masri, M. Psi, Psikolog., seorang psikolog klinis dewasa dari Q Consulting dan juga pendiri Cinta Setara.

Serius? (Pertanyaan macam apa ini?)

“Iya, karena keduanya memiliki dampak yang positif bagi diri kita. Dengan memiliki banyak teman tentu saja kemampuan sosialisasi kita menjadi lebih terasah. Dengan memiliki sahabat dekat juga memberikan efek positif tersendiri bagi kita. Akan sangat baik jika kita mampu berteman dengan banyak orang, tapi tetap memiliki sahabat dekat,” sambungnya.

Lebih lanjut Rena menjelaskan beberapa manfaat yang bisa kita rasakan saat memiliki teman banyak dan hanya satu sahabat:

  • bisa mengembangkan kemampuan bersosialisasi,

  • bisa mengajarkan kita mengenai berbedaan sifat dan karakter manusia,

  • dapat banyak belajar dari kehidupan orang lain,

  • melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang,

  • untuk orang yang memang senang bersosialisasi tentu banyak teman akan membuat mereka lebih bahagia,

  • memiliki banyak tempat untuk berbagai cerita atau curhat,

  • saling tolong menolong,

  • bisa melakukan banyak kegiatan bersama,

  • mengurangi stres,

  • memungkinkan untuk membuka kesempatan kerja atau usaha bersama,

  • saat kita memiliki satu/dua sahabat saja, bisa benar-benar menceritakan masalah yang sedang dihadapi tanpa ada rasa takut cerita tersebut akan tersebut,

  • bisa menjadi diri kita apa adanya,

  • lebih minim konflik dan persaingan,

  • mampu menerima kelebihan dan kekurangan diri kita saat kita hanya memiliki satu sabahat. 

Apakah temanmu sebanyak bullet points di atas? 

Namun, mari realistis bahwa baik kepada semua orang itu perlu, tapi tidak semua orang bisa dijadikan teman baik. Terutama mereka yang yah... sepertinya tidak satu gelombang. Seberapa gigih pun kita berusaha mencocokkan frekuensi, suara yang selalu tertangkap adalah nging... nging... nging. 

Menurut Rena, seorang bisa disebut teman yang baik adalah, "pastinya yang bisa menerima kelebihan dan kekurangan kita. Terlebih lagi, bisa mengarahkan kita menjadi lebih baik, tidak mengajak untuk berbuat hal-hal yang negatif, tidak posesif, tidak hanya datang saat senang saja, tapi mampu hadir dan membantu di saat kita mengalami kesulitan juga." Dan ini terdengar sedikit susah ditelan, tapi temanmu itu juga sebaiknya "mampu menyampaikan kebenaran walaupun pahit demi kemajuan kita. Tidak membicarakan kita di belakang, dan bisa memberikan ruang kepada kita untuk tetap bergaul dengan orang lain."

Sebut saja kamu sudah memiliki teman seperti itu (terima kasih, ya Tuhan!)—selamat. Dan seperti halnya cinta, hubungan pertemanan baik ini pun butuh strategi perawatan. Caranya dengan:

  1. Menjaga rahasia teman.

  2. Terpenting: tidak posesif!

  3. Kembangkan sikap toleransi.

  4. Jangan membicarakan teman kita kepada orang lain.

  5. Jika terjadi konflik, segera atasi, jangan pernah menunda-nunda untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

  6. Pelihara kepercayaan satu sama lain.

  7. Tetap menghargai dan menghormati privasi masing-masing. 

Selanjutnya: Tidak mengintip ponsel pasanganmu tanpa ijin adalah salah bentuk respek atas privasinya. Sulit menahan hasrat dan tangan meraih ponselnya? Mungkin kamu perlu merenungkan informasi ini.