Tanya Psikolog: Apa itu Baby blues dan Apa Gejalanya?

Love
ISTOCK

Baby Blues sangat perlu kita bicarakan untuk menjaga kesehatan sang ibu dan anak, karena ini terjadi pada semua ibu.

WOOP.ID - Menurut sebuah penelitian, hampir 80% ibu mengalami baby blues. Sementara, lebih dari 50% menderita postpartum depression. Dan apabila tidak ditanggapi dengan serius, hampir 20% dari para ibu tersebut akan menderita postpartum depression (PPD). Bukannya menakut-nakuti—atau terlalu terpaku dengan statistik, yang pasti adalah: kita perlu membicarakan hal ini. Namun, jujur saja, kita perempuan dan ibu sering kali takut dan malu angkat bicara tentang ini, termasuk kepada pasangan. 

Apa itu Postpartum Depression(PPD)?

"Penderita PPD paham ada yang salah dengan dirinya. Namun karena gangguan mood yang dialami, biasanya akan lebih intens muncul perasaan-perasaan negatif yang cenderung menyalahkan diri sendiri, tidak berharga, sedih dan tidak berdaya," jelas Deasy M. Amrin, S.Psi, Psikolog, kepada Woop melalui email.

Pasalnya, "bagaimana pun, bayangan umum yang ditayangkan di benak kita tentang pengalaman melahirkan adalah tentang kebahagiaan, menerima hadirnya seorang bayi," lanjutnya. Itu, plus "semua tayangan iklan terkait perempuan melahirkan pasti menampilkan penggambaran yang menyenangkan dan positif. Lingkungan pun selalu menyambut kelahiran dengan kegembiraan."

Baca: Inliah Dampak Buruk dari Orang Tua yang Mengalami Depresi

Akhirnya, "ini biasanya yang akan memunculkan perasaan sangat tidak nyaman, karena yang dirasakan oleh penderita PPD justru sebaliknya. Tidak ada perasaan atau keinginan untuk dekat dan mengurus bayi, bingung, sedih, kehilangan tenaga, dan sebagainya, yang semakin menguatkan rasa bersalah dan malu, menghambat untuk berterus terang kepada orang lain.

Selain perasaan-perasaan tersebut, depresi juga menurunkan kemampuan untuk fokus, konsentrasi dan berpikir. Biasanya penderita PPD tak mudah untuk menyampaikan pemikiran secara sistematis dan jelas, sebagaimana sebelumnya. Berpikir dan berbicara bisa saja jadi hal yang melelahkan," tutur Deasy. 

Itulah sebabnya, menurut Deasy kondisi ini perlu ditilik "sebagaimana gangguan kesehatan. Tak berbeda dengan kondisi fisik, pada gangguan kesehatan mental pun kita perlu untuk mencari bantuan profesional, untuk memulihkan dan mencegah kondisi yang lebih parah." 

Bagaimana kamu tahu bahwa kamu atau seseorang di dekatmu menderita PPD? Menurut Deasy, PPD adalah depresi yang terjadi setelah seseorang melahirkan. "Depresi sendiri adalah gangguan mood, di mana penderitanya merasakan suasana hati yang cenderung murung, sedih, cemas, kelelahan, tidak berenergi. Perempuan yang mengalaminya juga bisa merasa bersalah dan putus asa karena kehilangan minat dan semangat untuk dekat dan merawat bayi yang baru dilahirkannya," katanya.

Dan seperti statistik di atas, Deasy menuturkan bahwa memang ada beberapa perempuan yang memiliki kecenderungan lebih tinggi mengalami ini, bisa karena rentan atau pernah mengalami depresi sebelumnya. "Namun, benar. Memang hal ini bisa terjadi pada perempuan manapun, tanpa kecuali," tegasnya. 

Perbedaan Baby Blues dengan Postpartum Depression(PPD)?

Beberapa kali, Woop mewawancarai ibu-ibu seputar kehamilan mereka, dan sering kali mereka menyebut-nyebut "baby blues" (BB)—apakah ini sesuatu yang sama? 

"Baby blues adalah perubahan suasana hati yang lebih ringan dari PPD, biasanya hanya dialami beberapa hari saja," terang Deasy. Ini, menurutnya, banyak terjadi, salah satu penyebabnya adalah karena "perubahan hormonal seorang perempuan yang baru saja melahirkan."

Baca: Depresi Bukan Akhir Segalanya, Ini Cara Penanggulangannya!

Deasy menjelaskan bahwa BB tidak membutuhkan penanganan khusus, sementara "PPD lebih intens dan bertahan lebih lama, sebagaimana orang yang mengalami depresi."

Dengan kata lain, PPD, "membutuhkan penanganan serius." Jika PPD terlambat ditangani/ atau tidak ditangani secara baik bisa mengarah postpartum psychosis (PPP), yakni "bentuk gangguan ini bukan hanya mood yang menjadi kacau (depressed), namun juga ada indikasi putusnya kontak dengan realita.

Penderita PPP bisa saja melihat atau mendengar hal-hal yang sesungguhnya tidak ada. Mereka yang sebelumnya sudah punya masalah dengan kesehatan mental berisiko tinggi untuk mengalami PPp. Pikiran untuk menyakiti diri atau bayi terkadang muncul, dan di sinilah dibutuhkan pendampingan dan penanganan yang lebih intensif," Deasy menegaskan. 

Gejala Postpartum Depression

Sekali lagi, ada gejala umum yang biasanya dialami oleh penderita yang setidaknya terus-menerus dirasakan paling tidak selama dua minggu. Di antaranya:

  • Merasakan kesedihan yang intens,
  • Hilang minat dan semangat untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya disukai/dinikmati, 
  • Penurunan selera makan,
  • Gangguan tidur; sulit atau terlalu banyak tidur,
  • Kehilangan energi atau kelelahan yang berlebihan,
  • Perasaan tidak berdaya, tidak berharga atau bersalah,
  • Kesulitan untuk berpikir, konsentrasi atau membuat keputusan, dan
  • Muncul pikiran tentang kematian atau bunuh diri.

"Intensitasnya bisa beragam pada setiap orang," Deasy menambahkan. 

Baca: Ini Kenapa Ibu Rumah Tangga Lebih Berat Dari Wanita Karir

Harus diakui dengan jujur juga bahwa, ada banyak persepsi yang salah tentang PPD di masyarakat. Mulai dari dakwaan bahwa ibu yang mengalami ini mentalnya sakit/ rusak/ gila. Atau seperti yang dikatakan oleh Deasy, para ibu yang baru saja punya bayi dan mengalami PPD, karena punya kesalahan/ dosa besar, kurang bersyukur, lemah imannya, bahkan diberi predikat si manja, malas dan tidak mau berusaha sembuh, dan lain sebagainya.

"Hal-hal di atas terkadang bisa memperberat penderitaan mereka yang mengalami PPD, akan semakin merasa tidak diterima, tidak dipahami dan dirinya semakin tidak berarti," tutur Deasy. 

Jika kamu atau siapa pun pernah memiliki pemikiran seperti itu—saatnya memperbaharui pengetahuan, bahwa: PPD bisa terjadi pada siapa pun, dan "ada kontribusi faktor perubahan hormonal dan kelistrikan otak yang memicu munculnya PPD. Setelah melahirkan, ada penurunan hormon (estrogen dan progesteron) yang bisa mengarah ke kondisi PPD. Selain itu, ada hormon lain yang juga memunculkan rasa lelah dan tertekan," Deasy menekankan. 

Cara Mengatasi Postpartum Depression

Lalu, selanjutnya apa? Jika kamu merasa mengalami gejala tersebut, daftar pendek ini mungkin bisa membantu sebagai pertolongan pertama.

Ini yang sebaiknya kamu lakukan:

  • Cobalah untuk tidak menyalahkan diri sendiri.
  • Bicarakan, cari dukungan dan bantuan dari orang-orang terdekat, untuk memahami kondisi.
  • Cari pertolongan tenaga profesional, psikolog atau psikiater.
  • Meski tidak mudah, berusahalah untuk bisa rileks dan beristirahat. "Kurangnya waktu istirahat dan tidur akan menurunkan energi mental, yang pada akhirnya bisa memperparah kondisi."
  • Berusahalah untuk bergerak, beraktivitas, bila mungkin ke luar rumah dan perbanyak berjemur di bawah sinar matahari pagi karena ini adalah sumber vitamin D. "Penelitian menunjukkan, kurangnya serapan vitamin D dalam tubuh juga berkontribusi memunculkan kondisi depresi," tuturnya. 
  • Beberapa penderita PPD mungkin akan merasa lebih nyaman ketika meluapkan emosinya lewat tulisan/membuat jurnal harian. "Ini juga bisa berguna untuk memantau perubahan dan perkembangannya nanti, saat berkonsultasi," kata Deasy.
  • Untuk pendamping, berusahalah untuk berempati dan memahami penderita PPD dengan menerima kondisinya, sebagai sesuatu yang sama sekali tidak dia inginkan. "Sama halnya seperti penyakit fisik, tidak ada yang mau mengalaminya 'kan?"

Seperti yang disinggung di atas, PPD adalah sesuatu yang sebaiknya dibicarakan—terutama dengan pasangan. 

"Inti utama yang perlu disampaikan segera adalah SOS, I need help!" saran Deasy. "Saat mengalami PPD, biasanya seseorang akan merasa tidak bersemangat, kehabisan energi, lelah dan sulit untuk fokus berpikir. Ini membuat tak mudah untuk bicara secara jelas dan efektif. Berikan bahan bacaan atau minta pasangan mencari informasi lebih lanjut mengenai PPD. Katakan bahwa kamu merasa mengalami hal tersebut dan butuh pertolongan segera," tegasnya. 

Baca: Jangan Biarkan Anak Menonton Youtube! ini Bahayanya

Dan jika selama ini kamu mengeluh bahwa menikah dengan orang Indonesia terkadang bikin sesak nafas karena tidak hanya menjalin hubungan dengan satu orang, tapi seluruh keluarganya—sebaiknya berhenti merutuk, karena menurut Deasy ini adalah sebuah sisi positif.

Pasalnya, ini "ikatan keluarga dan sosial yang erat dan supportif, yang belum tentu ditemui di kultur lain yang lebih individual. [Padahal] kesendirian dan terputusnya kontak dengan lingkungan terkadang menjadi kondisi yang bisa memunculkan depresi bagi sebagian orang." 

Ah, Indonesia. Tidak hanya itu, "Indonesia memiliki kebiasaan atau ritual tertentu menyambut kelahiran, seperti mengkonsumsi jamu bersalin. Sejumlah penelitian terakhir menunjukkan bahwa curcumin yang terkandung dalam kunyit dan temulawak dapat membantu meredakan gejala depresi. Zat anti-inflamasi dan anti oksidan di dalamnya akan membantu memulihkan peradangan di sejumlah bagian tubuh, termasuk otak. Ini akan memperbaiki dan melindungi otak dan berkontribusi pada perbaikan mood/suasana hati. Kearifan lokal ini sangat bermanfaat untuk membantu memulihkan kondisi tubuh dan meminimalisir peluang depresi pada perempuan pasca melahirkan," tegasnya. 

Intinya, kamu tidak sendirian. Di situs ceritaperempuan ada beberapa perempuan yang blak-blakan membicarakan hal ini. Dan jika kamu butuh teman, atau ingin lebih tahu tentang PPD, hadiri acara "Bicara Jujur Mengenai Postpartum Depression" di Bandung, 25 Agustus 2018 dan di Jakarta, 9 September 2018. Untuk info lebih lanjut, klik di sini atau di sini. Atau, hubungi: +62 08119009494. Kehadiran dan ceritamu sangat ditunggu!

Baca: Kalimat yang Sebaiknya Dihindari Suami-Istri di Depan Anak