Audrey, Andra, Harumi: 'Yah Namanya Juga Manusia, Pasti Berjerawat'

Interview Audrey, Andra, Harumi: Perjuangan Melawan Jerawat
WOOP.ID/YOGO TRIYOGO

Interview 3 perempuan yang berbagi pengalaman dan jatuh bangun menerima jerawat dan cara mengatasinya

Kemungkinan kamu penasaran: apakah Audrey pernah ke dokter untuk mengobatinya? "Pernah, ke sebuah klinik kecantikan," ujarnya sambil menyebutkan sebuah nama klinik kecantikan bertaraf nasional. Hasilnya, wajahnya memang mulus, tapi "wajahku jadi putih dan tidak sama dengan leher. Jadi seperti kayak pakai topeng. Dan aku memang nggak mau putih," tegasnya, bangga dengan warna kulit aslinya. Namun, karena ingin bebas dari jerawat-jerawat itu Audrey berusaha bertahan selama dua sampai tiga tahun sampai mulus. Lalu, "aku berpikir 'bisa nggak ya, lepas dari ini? Karena [aku] pengen jadi kayak orang normal yang bisa cuci muka pake facial wash biasa aja," ujarnya dengan nada penuh mimpi. Audrey memutuskan stop, tapi seperti yang seringkali dialami orang lain, "mukaku langsung break out parah!" katanya dengan nada terkejut. "Dan juga berubah kering, 'hah muka gue yang seberminyak ini bisa kering?'"—akhirnya memutuskan balik lagi ke klinik tesebut. Namun, cuma bertahan beberapa bulan, lalu pelan-pelan memutuskan untuk lepas dan karena salah seorang temannya menganjurkan sebuah merek yang bisa kamu temuin di Alfamart, "dari situ sampai sekarang aku pakai produk itu," bocornya. "Produknya murah, tapi entah kenapa mukaku memang cocoknya sama yang murah, pakai yang mahal kok kayaknya nggak ada ngaruhnya, ya?" Audrey terkekeh sambil menyebutkan sebuah merek yang biasanya berharga nyaris jutaan. 

"Emang masalah cocok-cocok 'kan sih, kita nggak tahu, ya. Makanya, aku tadi suka ngikutin orang, dia pakai skincare apa, tapi belum tentu work di kulit kita kan. Emang musti nyobain, dan mesti baca banget sebanyak mungkin. Makanya aku juga jarang kasih rekomendasi produk, takutnya nggak valid untuk semua orang" ujarnya penuh tekanan dan motivasi. Baca review, cek apakah produk tersebut diuji cobakan oleh orang lain. "Makanya aku sebenarnya senang banget dengan beauty blogger, lumayan membantu. Walaupun aku jarang, tapi untuk case tertentu perlu sih, bacain punya mereka," aku Audrey walau mengaku membutuhkan waktu beberapa hari untuk akhirnya mencoba sebuah produk tertentu. 

"Eh, aku juga pernah suntik jerawat," tambahnya. "Itu karena bener-bener banyak dan besar-besar, kayak ‘gue nggak ngerti lagi harus gimana. Besok gue mau nyanyi!'" tuturnya histeris dan panik. Audrey menjalani ini sejak Agustus 2016, "bisa kayak sebulan dua kali suntik—tergantung kondisi muka aku," tuturnya. Dan terakhir kali suntik itu? Melihat ponselnya, mengutak-atik Whatsapp, lalu, "terakhir 23 Oktober 2017! " serunya sambil memperlihatkan layar ponselnya dengan nada bahagia dan bangga yang tidak bisa disembunyikan. Dengan mata berbinar, "berarti udah lama 'kan? Ih, proud," ucapnya terharu sambil menyentuh dada. "Senang juga gue." 

Ada masa-masa anti kaca? Tertawa, "masa-masa nggak mau lihat kaca nggak ada, tapi nggak mau ketemu orang-orang tertentu, ada," katanya denga tegas. Orang-orang yang aku tahu bakal komentarin tentang jerawat aku."

Ini baik-baik aja, ada jerawat sih (sambil menunjuk wajahnya) karena aku baru selesai dapet. Dan jerawat ini adalah salah satu pertanda kalau aku mau dapat.

Dari pihak luar, celetukan tersebut sepertinya tidak berbahaya—atau bisa jadi merupakan bentuk perhatian. "Udah dong stop ditanyain, karena jerawat kadang kalau kita banyak pikiran, kalau kita stres juga, malah jadi lebih parah," tukasnya memohan simpati. “Emang gue minta apa, jerawat?” ujarnya dengan nada emosional. "Kayak, 'bisa nggak sih, nggak ngurusin muka gue'. Kayak aku pun lagi struggling untuk menghapuskan itu, tapi nggak gampang," ujarnya sambil tertawa miris. 

Untuk sekarang Audrey memilih untuk dandan sendiri saat mau manggung, "kecuali memasangkan bulu mata palsu, karena aku nggak terbiasa," ujarnya terkekeh. Lebih cuek, "lebih ya, sudahlah," dan tetap menekuni merawat wajahnya dengan pembersih wajah dan toner dan sesekali maskeran. "Sekarang aku lebih santai, karena aku sadar bahwa ini kondisi wajahku, berminyak dan acne prone. Akan ada momen dimana aku jerawatan—biasanya kalau lagi mau dapet atau makan telur puyuh!— dan saat aku baik-baik aja—seperti hari ini. Itu mungkin juga karena aku sudah menemukan beberapa andalan aku kali, ya. Kalau misalnya aku mulai ada jerawatan yang ada matanya, aku pake plester yang buat jerawat," ujarnya menyebut sebuah merek. 

Sikap tersebut tidak datang dengan gampang atau cepat, "butuh tahunan," kata perempuan berusia 25 tahun ini. "Sekarang aku mungkin mikirnya, mau kita terima nggak terima, dia akan tetap hadir, setiap bulannya. Jadi daripada kita selalu sedih yang juga tidak akan membuatnya sembuh juga, jadi mendingan kayak, ‘yah udah, emang gue jerawatan. Yah udah, happy happy ajalah,'" sarannya. 

"Dan aku juga ingin memotivasi orang yang nggak berjerawat juga yah, untuk stop mengurusi orang atau teman lo yang berjerawat dengan hal-hal yang tidak membantu, tapi justru membuat kita malah makin sedih atau makin kepikiran. Kecuali lo punya saran atau rekomendasi," kata Audrey. 

"Seperti tadi yang aku bilang, orang jerawatan itu nggak perlu diingatin kalau dia jerawatan—kita udah tahu, tiap hari kita tahu," repetnya. "Coba bayangin hidup kita sesulit apa, dan bagian mereka cuma menahan mulut untuk tidak ngomong ‘kok jerawat lo gede banget?’ Gampang, dong?" Audrey berujar dengan tegas. "Sedangkan kita yang berjerawat ini, semisalkan diomongin apa, kita harus sabar, terus setelah mendengar itu kita harus browsing lagi, nyari obat muka. Obat jerawat. Atau misalkan ke dokter. Itu 'kan kayak ‘nggak kasihan apa sama kita?’" ujarnya dengan nada mengiba. "Intinya, yang harus digarisbawahi adalah nggak mungkin ada orang yang mau jerawatan. Udah, itu aja," tukasnya tegas dan final. "Sesimpel itu.Dan untuk yang berjerawat, "banyak-banyakin berdoa supaya lebih sabar menghadapi orang-orang yang ‘terlalu perhatian’ terhadap jerawat kita," sarannya seraya tersenyum lebar. 

"Dan kalaupun akhirnya jerawatnya tidak kunjung sembuh, yah udah," katanya sambil mengangkat bahu. "Setiap orang itu punya masalah wajah masing-masing. Daan, sebenarnya nggak ada orang jelek. Menurut aku sih, kecantikan itu akan muncul dari dalam, walaupun appearance pasti ngaruh, cuma kalau pribadinya menyenangkan mau dia senggak menarik itu mukanya, fisiknya, tetap saja orang akan senang aja gitu ada di sekitar dia. Sedangkan," tekannya,  "orang secantik apapun jika kepribadiannya kurang, yah malasnya aja. Mau secantik dan semulus apa mukanya, mau seterkenal apa—menurut aku sih, lebih pentng hati sih, kepribadian dan karakter

ANDRA ALODITA

Untuk yang sedang mempersiapkan pernikahan pusing, emosi, dan stres merupakan hal yang lumrah. Sekarang, tambahkan jerawat. Tadinya wajahmu bukanlah sebuah hal yang harus dipikirkan (kecuali satu minggu menjelang hari H dan ke salon)—tapi mendadak menjadi salah satu sumber masalah; penyebabnya: jerawat yang bermunculan beberapa bulan sebelum hari berbahagia itu terjadi. Menurutmu, apa yang akan terjadi?

"Itu stres, sih, karena jerawatnya parah banget," ujar Andra Alodita mengenang 'musibah' yang menimpanya di tahun 2011. "Itu kayak dari sini," jelas blogger kecantikan ini sambil menunjuk wajah bagian kanannya dari daerah pelipis, "sampai ke leher-leher gitu, parah banget. Parah banget, sampai separah itu,” ujarnya berulang-ulang. "Kayak sekarang jerawatnya mungkin cuma satu dua, tapi udah. Tapi pas waktu itu terparah sih seumur hidup aku, aku stres mau nikah, segala macam. Mungkin karena waktu itu masih umur 25, sedang ganti hormon atau apalah," tuturnya berusaha mencari penjelasan di balik penampakan misterius jerawat-jerawat tersebut.

Pra-25 tahun, Andra tidak memiliki masalah dengan kulitnya, "kulit badak," tukasnya tertawa geli. Tidak perlu dirawat, tidak pakai produk apapun, "nggak masalah." Namun, menjelang menikah dan selama enam bulan, jerawat-jerawat merah, radang, dan gatal itu menjadi bagian tetap wajahnya. "Mukaku kayak bukit-bukit," ujarnya sambil menggerakkan tangannya naik turun seperti lika-liku fisik daerah perbukitan.

"Itu lumayan stres, sih karena pertama aku stres ngeliat kaca, ‘kok gue bisa begini, ya'. Awalnya Mama yang nanya, 'Andra kenapa?' Terus akhirnya semua orang sih, mulai nanya, kek ketemu orang di mal, mau cipika, cipiki, langsung nanya, ‘kenapa kok mukanya jadi jerawatan?’" ujarnya menirukan nada asertif. "Yang pertama ditanya itu, fisik banget!” tekannya dengan nada heran. "Perubahan-perubahan fisik. Di situlah aku kayak yang apa, ya," ujarnya sambil meringis.