Bagaimana Menghadapi Pasangan yang Selalu Ingin Menghindari Konflik

Love
ISTOCK

Mereka seperti "pasukan penjaga perdamaian dunia rumah tangga."

Yah, namanya berhubungan dengan manusia, tidak peduli cinta setinggi langit dan sedalam rahasia algoritma Facebook—pasti ada masalah. Konflik. Percikan api. Kita sih, ingin membicarakannya dengan pasangan tersayang, tapi apa daya dia adalah penganut aliran "damai di bumi". Alias, cenderung memilih diam, menghindari membahasnya dengan alasan: takut terjadi konflik. Er... *emosi, sambil menggaruk-garuk ketiak.

“Begini, perlu dibedakan antara menghindari terjadinya konflik dengan menghindari menyelesaikan konflik," kata Rena Masri, M. Psi, Psikolog., seorang psikolog klinis dewasa dari Q Consulting dan juga pendiri Cinta Setara. "Jika pasangan mampu menghindari terjadinya konflik pada suatu hubungan, menunjukkan bahwa hubungan tersebut berjalan dengan baik sehingga masing-masing pasangan tahu mana yang terbaik untuk hubungan mereka. Namun, menghindari terjadinya konflik juga harus dilakukan dengan cara yang benar, bukan dengan berbohong, misalnya,” jelasnya. Namun, “jika pasangan malah menghindari menyelesaikan konflik, masalah yang belum diselesaikan semakin lama bisa semakin menumpuk dan membuat salah satu atau keduanya tertekan, dan akhirnya malah bisa mengakibatkan hubungan menjadi rusak,” lanjutnya.

Hubungan pasti ada masalah, tapi hubungan tidak selalu harus berakhir rusak karena ada masalah. 

“Benar sekali bahwa masalah kerap datang pada setiap hubungan. Masalah yang datang harus dihadapi dan selesaikan, bukan dengan berdiam diri tanpa berusaha untuk menyelesaikannya. Mengapa? Mungkin banyak pertanyaan seperti itu," katanya, "jawabannya adalah karena dengan hanya diam, yang ditakutkan dia memendam kekesalan, kemarahan atau kesedihannya yang jika ditumpuk terus akan ‘meledak’ suatu saat dan berdampak negatif bagi kelangsungan hubungan."

Mengerikan. 

Sebenarnya ada cara terbaik saat sedang emosional yaitu dengan mengekspresikan emosi tersebut dengan yah... wajar, tanpa harus melibatkan koleksi piring dan gelas dari buatan Italia atau membuat penerbangan tertunda karena adu urat saat di dalam pesawat. Misalnya, jika sedang sedih, kita boleh menangis atau menyendiri sejenak. Atau, saat sedang marah, waktu dan tempat dipersilakan untuk menyampaikan kemarahan kepada pasangan dengan cara yang asertif. Jika sedang khawatir, sampaikan kepada pasangan, agar pihak sebelah tahu apa yang sedang dirasakan. Langkah selanjutnya, diskusikan apakah kekhawatiran itu wajar dan apa solusi terbaiknya. 

“Jika ada masalah dalam hubungan, pasangan sebaiknya menghadapi masalah tersebut dengan berusaha menyelesaikannya. Jika pasangan cenderung diam, kita bisa mencoba mengajaknya berbicara, tanyakan perasaannya, tanyakan pendapatnya, dan lain sebagainya. Komunikasi yang baik sangat penting dalam suatu hubungan. Karena pasangan kita tidak tahu apa yang ada di kepala kita, jika kita tidak memberitahukannya kepada pasangan,” katanya. FYI, sampai saat ini belum ada kursus intensif agar ahli membaca pikiran—mungkin ini bisa menjadi proyek mendatang Elon Musk setelah berhasil mengirim Yusaku Maezawa ke Bulan? 

Untuk itu, Rena menyarankan untuk tetap melakukan komunikasi dalam menyelesaikan masalah, dan jangan lupa memperhatikan hal-hal berikut ini:

  1. Cari waktu dan tempat yang tepat untuk mulai berdiskusi dengan pasangan.

  2. Memperhatikan penjelasan dari pasangan.

  3. Jangan memotong pembicaraan pasangan, saat ia sedang menjelaskan.

  4. Bicara dengan nada dan irama yang teratur. 

  5. Usahakan saling bertatapan dan berbicara dengan melakukan kontak mata yang baik.

  6. Usahakan untuk melihat dari sisi pasangan, agar kita juga dapat mengetahui lebih jelas apa yang pasangan kita rasakan. 

  7. Tanyakan kepada pasangan: "Apakah ia mengerti pembicaraan kita?" Jika dia tidak mengerti, mintalah penjelasan yang lebih jelas secara perlahan atau disertai dengan contoh.

  8. Jangan berasumsi!

  9. Jika salah satu pasangan terlihat sangat emosional, maka sebaiknya pembicaraan kita hentikan sampai pasangan menjadi lebih rileks dan tenang. 

Intinya: (lagi-lagi) komunikasi. Akan tetapi, seandainya masalah tetap saja menggantung setelah mempraktikkan poin satu sampai sembilan tadi, adakah cara terbaik menyelesaikannya?

Menurut Rena, sebelum konflik terjadi ada beberapa hal yang harus diingat dan sepakati dengan pasangan untuk meminimalisasi terjadinya konflik di masa datang, misalnya:

  • Menyepakati batasan yang jelas mengenai toleransi. Contohnya, dalam berteman dengan lawan jenis, waktu untuk refreshing, melakukan hobi, dan lain-lain. 

  • Menghargai pasangan, termasuk di dalamnya menghargai privasi, pendapat, hobi, dan lain sebagainya.

  • Mengenali kelebihan dan kekurangan pasangan.

  • Mengetahui bahasa cinta versi kita dan pasangan untuk mengetahui bagaimana pasangan agar merasa dicintai.

  • Biasakan untuk mendengarkan pasangan berbicara.

Selain itu, jika konflik sudah terjadi—bahkan dengan pasanganmu yang cinta damai itu—ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyelesaikannya:

  • Segera berusaha menghadapi dan menyelesaikannya.

  • Cari tahu penyebab terjadinya konflik antara kamu dan pasangan.

  • Berusaha untuk tidak saling menyalahkan.

  • Usahakan tetap tenang.

  • Fokus pada pencarian solusi.

  • Tetap bangun pikiran positif terhadap pasangan.

  • Melakukan komunikasi untuk menyelesaikan konflik.

Catat: segera diselesaikan.

“Sebaiknya selesaikan masalah segera setelah kedua belah pihak merasa lebih tenang. Jika masing-masing pasangan masih sangat emosional, sebaiknya tunda pembicaraan sejenak. Kemudian, jika emosi sudah mereda, kembalilah untuk membicarakannya. Namun, jangan membiarkan konflik tidak terselesaikan dalam waktu yang lama,” jawabnya.

Oke. Jadi, stop menggaruk-garuk ketiak sampai berdarah—dan mulailah berbincang cantik dengan pasangan. 

Selanjutnya: ternyata berhubungan seks memiliki efek drastis keesokan harinya