Interview: 3 Perempuan Hebat tentang Suka Duka Mewujudkan Mimpi

Interview: 3 Perempuan Hebat tentang Suka Duka Mewujudkan Mimpi
WOOP.ID

Founders speak up.

img

Bagi banyak perempuan, sepatu merupakan bagian wajib dari penampilan. Tas atau t-shirt putih boleh hanya satu di lemari, tapi sepatu, uh-uh, harus lebih dari rak. Sepatu apa yang menjadi obsesi dan mimpimu akhir-akhir ini? Tunggu dulu, tahan jawabanmu. 

Perkenalkan, Verna Sukiat, seorang pendiri merek sepatu, WATT: Walk The Talk

Background aku adalah desainer, tapi interior desainer, hahaha,” kata Verna, saat ditanya oleh Woop tentang usahanya.

Jadi begini: “Dulu aku sekolah di Singapura, dari lulus SD, udah all the way di situ. Aku pun sempat kerja juga di desain interior. Jadi dari background desain ini, of course, aku tahu tentang segala macam material, finishes. Itu sih, yang membantu banget di usahaku, Walk The Talk,” sambungnya.

“Jadi, setelah aku lulus, aku pernah kerja lima tahun di Singapura. Nah, di situ tuh, everyday kayak supermonday," ujarnya lagi. Sibuk, dan pada saat yang bersamaan, repetisi—hampir setiap hari polanya sama. Itulah yang membuatnya berpikir untuk mendirikan, "sesuatu, brand baru," bersama kakaknya, dengan syarat, "aku nggak mau bikin brand yang asal-asalan.”

Akhirnya, lahirlah WATT: Walk The Talk.

“Nah, kita nggak mau brand ini hanya menjadi sebuah tren aja," Verna kembali menekankan. "Brand ini bisa menjadi movement. Kayak namanya aja, Walk The Talk. Ibaratnya nih, ‘lo jangan ngomong doang. Tapi lakukanlah'! Dan kenapa sepatu? Karena kita mau sepatu ini tuh, jadi early reminder. Jadi setiap orang memakai sepatu kita, our dream, our passion, [maka] mereka akan ingat, ibaratnya, kamu berjalan seperti apa yang kamu katakan kemarin,” ujarnya, dengan penuh semangat.

Tidak bisa dipungkiri, di Indonesia banyak merek sepatu lokal yang bermunculan (plus merek internasional yang sudah merajai sejak lama). Apa yang membedakan Walk the Talk dengan yang lain?

“Yang membedakan kita dengan lainnya adalah kita tidak bekerjasama dengan online shop. Itu yang menjadi identity kita," tegasnya. "Kita juga hanya menjual sepatu untuk perempuan saja. Ini bukan feminis, ya! Tapi kita juga mungkin akan bikin sepatu untuk laki-laki juga,” katanya.

Sambil menyeruput kopi, Verna mengaku bahwa dalam membuka usaha penuh dengan tantangan. “Bukan duka kali ya, tapi everyday have a challenge. Kayak misalnya, hari ini datang ke rumah produksi ada aja yang salah atau kurang. Kalau sukanya, I have my sister yang bekerja membantuku,” ceritanya. Simpel. 

Terakhir, apa arti sepatu untuk seorang Verna?

Impression!” tegasnya. “Karena banyak orang yang suka bingung mau pakai baju apa ya, hari ini. Dan biarin deh, sepatunya yang gue matching-in. Padahal, kita bisa mix and match baju dengan sepatunya. Sepatu itu bisa menjadi pemanis untuk outfit yang kamu gunakan,” jawabnya.

Oh, maaf, ini benar-benar yang terakhir: jika dikaitkan dengan sepatu, jenis sepatu seperti apa sih, kamu?

“Haduh! Kayaknya susah banget untuk dijawab ya,” katanya, seraya tertawa. “Soalnya mood-ku tuh sering berubah-ubah. Kayak aku enjoy pakai heels, sometimes aku suka juga pake sneakers. Jadi, tergantung mood dan tempat kali ya, hahaha. Tapi kalau dikasih pertanyaan seperti itu, aku nggak tahu mau jawab apa sih," ujarnya, tertawa lebar. 

HALAMAN
1234